Antisipasi Perang Medsos

Jelang waktu Pilpres 2019 yang semakin dekat, banyak pihak mulai sekarang memanfaatkan media sosial (Medsos) untuk berbagai kepentingan kelompoknya. Mereka seharusnya menyadari bahwa semua orang tanpa ada batasan status, jenis kelamin, umur dan pendidikannya, saling meng-upload berita atau foto-foto sebagai sarana komunikasi dengan siapa saja dan di mana saja tanpa dibatasi jarak. Ini tentu mengandung risiko plus minusnya.

Bila kita menyimak peran Medsos saat pemilihan presiden di Amerika Serikat, Donald Trump sebagai presiden terpilih mengakui bahwa peran media sosial cukup besar dalam mendulang suara rakyat AS yang kemudian memilihnya dia menjadi kepala negara adidaya tersebut. Tak hanya menjadi sarana bersuara dengan rakyat, calon pemilihnya. Trump juga mengatakan kalau sarana Medsos seperti Twitter, Facebook, Intagram, WhatsApp dan lainnya dijadikan alat untuk “menyerang balik” berbagai pemberitaan negatif soal dirinya.

Menurut Trump, jejaring Medsos telah meraup sedikitnya 28 juta follower atau pengikut dan jumlahnya bertambah lagi 100 ribu. Benarkah media sosial ikut menentukan kemenangan dirinya untuk duduk di kursi presiden?. Sementara, di kesempatan lain dia mengaku akan membatasi penggunaan media sosial setelah resmi masuk dan berkantor di Gedung Putih.

Nah, terkait pesta demokrasi di Negeri Paman Sam itu telah membuat nama Hillary Clinton dan Donald Trump melejit dalam waktu sangat cepat. Namun pada akhirnya, perusahaan besar dunia Facebook terimbas mendapat tudingan negatif turut bertanggung jawab terpilihnya Trump sebagai presiden AS.  Faktanya, melalui media sosial Trump berhasil membalikkan semua analisis dan jadi pemenang di pemilihan presiden setelah menyingkirkan Hillary Clinton, yang sebelumnya diunggulkan di sejumlah negara bagian.

Lalu, bagaimana peran Medsos di arena pemilihan presiden di Indonesia yang akan digelar 17 April 2019?. Apakah situasinya sama dengan di AS atau sebaliknya malah lebih dahsyat dan bagaimana pengaruhnya terhadap kedua pasangan Capres dan Cawapres Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto–Sandiaga Uno?.

Kita tentu masih ingat maraknya hashtag yang kemudian viral, #2019GantiPresiden, yang muncul secara masif di Medsos. Hashtag itu kemudian dengan cepat memicu berbagai reaksi dan tanggapan soal Capres Jokowi yang kemudian muncul balasan #2019TetapJokowi. Ini semua dimainkan oleh pendukung Jokowi dan pendukung Prabowo, yang diperkirakan dapat menyedot perhatian publik jelang masa kampanye nanti.

Peran Medsos dipastikan akan ikut mewarnai suasana Pilpres 2019. Bagaimanapun, ada sekitar 800.000 situs penyebar informasi palsu (Hoax) di negeri ini akan membuat hiruk pikuk di tengah meningkatnya pengguna internet atau Medsos di era digital saat ini. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informasi, pengguna internet di Indonesia kini mencapai sekitar 132,7 juta orang.

Selain merupakan kemudahan untuk menjawab kebutuhan tentang informasi dan kepentingan sosial ekonomi dan lainnya. Tak dapat dipungkiri dampak lain internet membuka ruang hadirnya informasi atau berita-berita bohong yang meresahkan.

Internet juga dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya dengan cara menyebarkan konten-konten negatif, menyebar kebohongan dan kebencian yang menimbulkan keresahan dan saling mencurigai.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam Konvensi Nasional Humas (KNH) 2017 di Kota Bogor, Jawa Barat, menyadari bahwa konten negatif di media sosial tak bisa diatasi hanya dengan memblokir saja. Namun, dibutuhkan produksi konten-konten positif yang melibatkan semua pihak.

Nah, agar masyarakat tidak terjebak berita Hoax, salah satu caranya harus memperhatikan indikasi berita bohong biasanya menimbulkan kecemasan, kebencian dan permusuhan. Selain itu, sumber beritanya umumnya tidak jelas alamat webnya, medianya juga tidak terverifikasi, tidak berimbang, dan cenderung menyudutkan pihak tertentu.

Berita Hoax biasanya bermuatan konten fanatisme atas nama ideologi, judul dan pengantarnya provokatif, memberikan penghukuman serta menyembunyikan fakta dan data. Karena itu, jika ada berita di Medsos, baca dulu dengan teliti, klarifikasi kebenarannya, verifikasi dengan cara membandingkan berita yang sama dari sumber berbeda. Tidak langsung menerima dan atau kemudian langsung disebarluaskan (share) ke WA Grup atau sejenisnya. Semoga!

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…