Saksi Ahli: Misrepresentasi Harus Dibuktikan di Pengadilan

Saksi Ahli: Misrepresentasi Harus Dibuktikan di Pengadilan

NERACA

Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali menggelar sidang perkara dugaan korupsi SKL BLBI yang membelit terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung selaku mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Dalam sidang pada Kamis (16/8), terdakwa Syafruddin dan kuasa hukumnya mengajukan satu saksi meringankan (A de charge) yakni mantan Menteri Sekretaris Negara Dr. Bambang Kesowo serta tiga orang ahli, yakni ahli hukum pidana Prof. Andi Hamzah, ahli hukum perdata Prof. Nindyo Pramono, dan ahli hukum pidana Dr. Eva Zoelva.

Nindyo Pramono dalam sidang menjelaskan, bahwa dalam satu perjanjian perdata, termasuk dalam hal ini Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) penyelesaian BLBI oleh BDNI terjadi misrepresentasi atau tidak harus melalui keputusan pengadilan. Karena dalam hukum perdata tidak ada dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.

Dengan demikian, lanjut Nindyo menjawab pertanyaan kuasa hukum terdakwa Syafruddin Aryad Temenggung, Yusril Ihza Mahendra, jika belum ada putusan pengadilan, maka belum ada misrepresentasi."Kalau belum ada putusan pengadilan, maka misrepresentasi belum terjadi," ujarnya. 

Yusril juga sempat menanyakan, bahwa dalam kasus Surat Keterangan Lunas BLBI, bahwa BPPN telah menunjuk akuntan publik atau konsultan hukum untuk melakukan audit apakah terjadi misrepresentasi soal utang petambak Dipasena, apakah hal tersebut dapat menjadi dasar untuk menyatakan bahwa telah terjadi misrepresentasi.

Menurut Nindyo, sama seperti di perusahaan terbuka, maka sebelum go public harus diaudit di antaranya due diligence. Hasilnya, terdapat kesimpulan hingga rekomendasi. Namun ini belum bisa menjustifikasi telah terjadi pelanggaran."Akan muncul pendapat hukum yang di dalamnya ada rekomendasi, tapi kalau pendapat itu belum bisa menjustifikasi misrepresentasi. Itu baru pendapat," ujarnya.

Adapun pendapat konsultan hukum atas hasil audit terhadap utang petambak Dipasena dalam kasus perdata ini baru sebagai petunjuk jika nantinya diajukan gugatan ke pengadilan."Ini harusnya disampaikan dulu ada dugaan mirsepresentasi. Kemudian kalau tidak mau memenuhi bisa jadi bukti di pengadilan. Jadi menurut saya belum misrepresentasi karena dia tidak mempunyai otoritas untuk menyatakan misrepresentasi," ujarnya.

Karena itu, untuk membuktikan tudingan terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI telah melakukan misrepresentasi atas utang petambak yang dituding tidak lancar atau macet, maka harusnya didugat dulu secara perdata ke pengadilan."Jalurnya digugat dahulu di perdata, dibuktikan dahulu misrepresentasi atau tidak," ujarnya.

Sementara, Ahli hukum pidana Prof. Dr. Andi Hamzah dalam kesaksiannya menegaskan bahwa adanya kerugian negara bukan serta merta bisa dituduhkan sebagai tindakan korupsi. Untuk bisa dikatakan sebagai tindakan korupsi harus dipenuhi dulu syarat lain, yakni tindakan yang menyebabkan kerugian negara adalah perbuatan melawan hukum dan untuk memperkaya diri atau orang lain atau korporasi.

Menurut Andi, dalam konvensi hukum internasional, tindakan merugikan negara atau perekonomian negara itu bukan termasuk korupsi. Dalam kasus ini, harus dibuktikan dulu terdakwa menerima kick back sehingga bisa dikatakan dia sudah memperkaya diri sendiri dan orang lain.“Dibuktikan dulu ada kick back atau enggak,” kata Andi Hamzah sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI mantan Ketua BPPN Syafrudin Arsyad Temenggung, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8).

Menurut Andi, unsur yang paling utama harus dibuktikan dalam kasus seperti SAT ini adalah adanya perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, baru setelah itu dibuktikan memang ada kerugian negara atau perekonomian negara.

Dalam pandangan Andi Hamzah, dalam kasus ini tidak masuk akal SAT disangkakan memperkaya pemilik bank BBO BDNI, yaitu Syamsul Nursalim. Memperkaya orang lain itu biasa harus ada hubungan kekerabatan, seperti anak, isteri, paman atau keponakan. 

Penghapusanbukuan Utang

Sebelumnya, mantan Sekretaris Negara Prof. Bambang Kesowo mengakui bahwa keputusan penghapusan utang petani tambak utang di bank beku operasi (BBO) Bank BDNI diambil pada saat sidang kabinet terbatas 11 Februari 2004 yang dipimpin oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun menurut dia, sidang itu diagendakan bukan atas permintaan Komite Kebijakan Sektor Keungan (KKSK) dan bukan dalam rangka penyelesaian kewajiban BLBI BDNI, tapi atas usulan aparat keamanan sebagai antisipasi untuk menjaga tidak meluasnya gejolak sosial saat itu.

“Perlu saya tekankan, rapat terbatas saat itu diagenda bukan atas usulan KKSK, tapi oleh aparat keamanan dan intelijen,” kata Bambang dalam kesaksiannya di sidang lanjutan SKL dengan terdakwa Ketua BPPN Syafrudin Arsyad Temenggung (SAT) di Pengadian Tipikor Jakarta.

Dalam penjelasannya, Bambang mengatakan, pada saat itu petani tambak sedang mengalami kesulitan berat karena devaluasi Rupiah yang membuat hutangnya membengkak dan ditambah suku bunga yang amat tinggi terus berjalan, sehingga mereka tidak mampu membayar kewajiban cicilan kredit mereka ke bank. Inilah yang membuat pertani resah hingga menimbulkan kerusuhan sosial ekonomi dan dikhawatirkan berpotensi kerusuhan menjadi semakin meluas ditengah krisis saat itu. Atas pertimbangan itulah, kemudian aparat keamanan meminta ada sidang kabinet untuk membahas masalah kredit petani tambak ini.“Jadi rapat itu tidak ada kaitannya dengan peneyelesaian BLBI, tapi lebih pada kepentingan dan pertimbangan keamanan,” kata Bambang.

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam rapat itu dibahas jalan keluar untuk menatasi masalah utang sekitar lebih dari 11.000 orang petani tambak ini. Disadari, bahwa beban petani sudah sangat berat, maka untuk itu dicarikan jalan keluar untuk mengurangi bebannya. Caranya adalah dengan menghapusbukukan sebagian kewajiban utang petani tersebut, sehingga kewajibannya pada saat itu dari Rp 3,9 triliun menjadi Rp 1,1 triliun atau masing-masing menjadi Rp 100 juta per orang. Mohar

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…