KY Pertanyakan Putusan MK Terkait Hakim Nonkarier

KY Pertanyakan Putusan MK Terkait Hakim Nonkarier  

NERACA

Jakarta - Komisi Yudisial (KY) mempertanyakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 53/PUU-XIV/2016 yang menimbulkan tafsir ada tambahan syarat dan memperberat calon hakim agung nonkarier.

"Dalam putusan MK menyinggung hakim agung dari karier berkaitan persyaratan usia minimum dan pengalaman menjadi hakim tinggi. Kemudian disinggung juga yang bukan berasal dari karier perlu ada kualifikasi keahlian tertentu," kata Ketua KY Jaja Ahmad Jayus, dikutip dari Antara, kemarin.

Jaja menjelaskan bahwa dalam Pasal 6B Undang-undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung disebutkan dari karier dan nonkarier. Bunyi Pasal 6B ayat (1) berbunyi: "Calon hakim agung berasal dari hakim karier", dan Pasal 6B ayat (2) berbunyi: "Selain calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon hakim agung juga berasal dari nonkarier. "Selain calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon hakim agung juga berasal dari nonkarier".

Ia mengungkapkan bahwa pertimbangan hukum dalam putusan MK ini telah menimbulkan tafsir ada pembatasan calon hakim agung dari nonkarier. Untuk itu, kata dia, KY akan mengadakan diskusi publik terkait pertimbangan hukum dalam putusan MK atas pengujian UU Mahkamah Agung yang diajukan Binsar M Gultom (Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA, Khusus Jakarta Pusat) dan Lilik Mulyadi (Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Medan) ini.

"Kita pada 27 Agustus 2018 akan menyelenggarakan suatu diskusi bagaimana pandangan putusan MK, bagaimaana kaitannya dengan konstitusi UUD 1945," ujar dia.

Jaja mengatakan bahwa pihaknya mendorong suatu norma yang lebih tegas dan pasti tentang kedudukan calon hakim agung karier dan nonkarier ini."Apakah nonkarier itu masih ada atau karier saja. Itu harus tegas. Tetapi kalau melihat dari semangat konstitusi dan perkembangan di belahan negara lain masih terbuka adanya calon nonkarier itu untuk menjadi hakim agung," tegas dia.

Dalam pertimbangan hukum putusan Mk Nomor 53/PUU-XIV/2016 yang dibacakan pada 19 Juli 2017 ini menyebut bahwa syarat-syarat bagi pengangkatan hakim agung.

MK menyebut bahwa menyimak syarat-syarat bagi pengangkatan hakim agung, baik dari jalur karier maupun nonkarier, timbul pertanyaan masih relevankah eksistensi pasal 7 tersebut, menyangkut "ratio legis" yang terkandung di dalamnya, khususnya mengenai rekrutmen hakim agung nonkarier.

Dalam UU 3/2009 dalam Pasal 7 poin b berbunyi: "Berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum".

Frasa "Doktor dan mempunyai keahlian lain di bidang hukum" merupakan unsur yang esensial dalam ketentuan tersebut. MK menyebut bahwa hakim sebagai profesi yudisial paling tidak mempunyai tiga hal yang menunjang profesionalitasnya, yaitu intelektualitas/hard competency, skill/experience norm, dan integritas/soft competency.

MK juga mengatakan bahwa Mahkamah Agung dalam rangka meningkatkan konsistensi putusan dan peningkatan profesionalisme salah satu langkah penting yang sudah diambil membentuk sistem kamar/chamber system, di mana para hakim agung dan adhoc dikelompokkan ke dalam kamar-kamar yang terkait berdasarkan minat dan latar belakang pendidikannya.

Namun, dalam praktik menunjukkan dalam bidang-bidang tertentu dalam memeriksa perkara masih diperlukan adanya suatu keahlian khusus. Dengan melihat keadaan tersebut eksistensi dari pasal 7 poin b tentang hakim agung nonkarier masih relevan untuk dipertahankan, namun dalam tataran implementasinya harus dilakukan secara komprehensif sesuai pesan "rasio legis"-nya, yang maknanya hakim agung nonkarier tersebut keahliannya memang dibutuhkan oleh lembaga Mahkamah Agung berkaitan dengan penyelesaian tugas pokok memutus dan menyelesaikan perkara. Ant

 

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…