Saksi Ahli: BPPN Bukan Lembaga Mencari Untung

Jakarta – Saksi ahli perbankan mengungkapkan, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) bukan lembaga mengejar untung atas rugi atas dana BLBI yang sudah disalurkan perbankan pada saat krisis multidimensi beberapa waktu lalu, tapi mengukur kesehatan bank dan menghitung tingkat recovery rate atas dana bantuan likuiditas BI itu.

"Jadi bagi BPPN, ukuran kinerja yang terpenting adalah bagaimana dia bisa sehatkan perbankan. Kedua, adalah recovery rate, mereka tidak diukur untung rugi di situ karena ini bukan lembaga yang mencari untung dan tidak bisa rugi," ujar Sigit Purnomo, saksi ahli perbankan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (13/8).

Sidang kasus dugaan korupsi SKL BLBI dengan terdakwa mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT). Dalam sidang kali ini, tedakwa SAT dan tim kuasa hukumnya menghadirkan ahli perbankan Sigit Purnomo.

Menurut Sigit, BPPN bukan lembaga mengejar untung atau rugi atas dana BLBI yang sudah disalurkan sebagai bantuan dana likuidtas pada krisis dahsyat beberapa waktu lalu. Dia menyampaikan keterangan tersebut menjawab pertanyaan dari Yusril Ihza Mahendra, salah satu kuasa hukum terdakwa SAT. Menurut Sigit, tugas BPPN saat itu adalah menyehatkan perbankan nasional karena saat itu diterjang krisis luar biasa.

"Krisis dari negara lain, kemudian kebetulan mental ekonomi kita lemah sehingga rupiah terpuruk sampai palingg tinggi Rp 16.000 per 1 USD, karena rupiah jatuh maka hampir semua bank bermasalah," ujar Sigit.

Selain itu, debitur bank menjadi bermasalah karena mereka mempunyai utang dalam bentuk dolar sehingga ujungnya modal bank itu semuanya negatif lebih dari 40%. Padahal, bank dikatakan sehat CAR-nya harus 8%. Selain itu, suku bunga juga sangat tinggi sehingga debitur tidak bisa bayar dan kredit bermasalah sangat tinggi. "NPL juga sangat tinggi secara nasional lebih 30%. Maksimum (NPL) 5% untuk bank sehat. Ini dua indikator saja semua bank di Indonesia tidak ada yang sehat, itulah situasinya," ujarnya.

Karena tingginya kurs dolar yakni dari Rp 2.500 menjadi Rp 16.000 lebih, maka tidak mungkin nasabah atau siapapun mampu membayar utang yang langsung menggelembung. "Pasti tidak bisa ditagih karena dolar naik, maka itu yakin tidak bisa ditagih," katanya.

Sedangkan untuk menyikapi ini, maka pertanggungjawabannya dibahas di RUPS. Jika di perbankan swasta, mereka jika jika sudah melakukan write off atau hapus buku. Namun jika sudah lama tidak bisa juga ditagih, maka dihapuskan hak tagihnya.

"Jika sudah bertahun-tahun tidak bisa ditagih, maka itu dihapuskan hak tagihnya. Yang berwenang hapus buku adalah pemegang saham. Jika direksi lakukan ini, maka bisa pidana atau perdata. Jika sudah hapus tagih itu tidak bisa ditagih lagi," katanya.

Bukan hanya itu, Sigit juga menjelaskan, bahwa saat BPPN menyerahkan hak tagih utang petambak kepada PPA, itu bukan kerugian negara, namun baru potensi kerugian (potential losses) sebagaimana dalam sistem akuntansi. "Dari segi akuntansi perbankan, kalau kita dapat tugas penagihan, itu ukurannya berapa yang bisa ditagih. Kemudian akan diukur yang bisa ditagih itu berapa, itu recovery rate. Jadi ukurannya selalu seperti itu," katanya.

Ketika hak tagih itu diambil alih oleh BPPN, lanjut Sigit, maka ini baru potensi kerugian. Kemudian setelah hak tagih itu baru sudah ditagih maka itu kerugian yang direalisasikan.

Dalam kesempatan ini, saksi ahli juga menerangkan bahwa Pola Intri Rakyat (PIR) ini sangat membantu mengembangkan ekonomi nasional. Pasalnya, perusahaan besar menjadi bapak angkat bagi perusahan besar. Pola ini awalnya diterapkan untuk perkebunan kelapa sawit kemudian juga tambak.

"Awalnya konsep dari pemerintah. Yang perusahaan besar mereka banyar dan petaninya ada subsidi bunga. Belakangan terjadi distorsi seolah-seolah BLBI ini jadi buruk. Ini konsep di Jepang. Yang berhasil plasma inti untuk kebun maupun tambak," ujarnya.

Yusril usai sidang menyampaikan keterangan senada, bahwa sesuai keterangan saksi ahli, bahwa belum terjadi kerugian negara. "Ketika diserahkan utang itu dalam bentuk hak tagih, itu yang ada baru potensial loss. Jadi potensi rugi negara, belum terjadi kerugian," ujarnya.

Sedangkan kapan kerugian itu terjadi, lanjut Yusril, sesuai keterangan ahli, bahwa saat aset itu dijual oleh PT PPA kepada pihak lain dari semula hak tagihnya Rp 4,8 trilyun, dijual hanya sebesar Rp 220 milyar. "Dalam hal ini hak tagihnya Rp 4,8 trilyun dijual Rp 220 milyar maka kerugian negaranya menjadi Rp 4,58 trilyun. Jadi, dari pertanggungjawaban perbankan itu tanggung jawab siapa, itu tanggung jawab yang menjual. Jadi sebenarnya tidak ada kesalahan yang harus dibebankan kepada Syafruddin," ujarnya.

Sesuai keterangan saksi ahli juga, lanjut Yusril, bahwa orang seperti SAT seharusnya mendapat apresiasi karena berhasil menyehatkan perbankan nasional dan bisa merampungkan kekisruhan. BPPN di era dialah yang menyelesaikan tugasnya dan bukan seharusnya malah mendapat hukuman. mohar

BERITA TERKAIT

Perangi Korupsi - RUU Perampasan Aset Harus Segera Disahkan

Komitmen pemerintah dan DPR terhadap agenda pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan publik seiring dengan sikap kedua institusi negara itu yang masih…

Jokowi Harap Keanggotaan Penuh RI di FATF Perkuat Pencegahan TPPU

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo berharap keanggotaan penuh Indonesia di Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrrorism…

KPK Akan Evaluasi Pengelolaan Rutan dengan Dirjen PAS

NERACA Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham)…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Perangi Korupsi - RUU Perampasan Aset Harus Segera Disahkan

Komitmen pemerintah dan DPR terhadap agenda pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan publik seiring dengan sikap kedua institusi negara itu yang masih…

Jokowi Harap Keanggotaan Penuh RI di FATF Perkuat Pencegahan TPPU

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo berharap keanggotaan penuh Indonesia di Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrrorism…

KPK Akan Evaluasi Pengelolaan Rutan dengan Dirjen PAS

NERACA Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham)…