DAMPAK KRISIS MATA UANG TURKI - Darmin: Reaksi Berlebihan Berdampak Psikologis

Jakarta-Menko Perekonomian Darmin Nasution menganggap anjloknya mata uang Turki (lira), berdampak secara psikologis terhadap bursa saham dan mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pasalnya, reaksi yang berlebihan membuat investor pasar modal keburu takut dengan dampak Turki, meski krisis di negara tersebut tidak berdampak sistemik.

NERACA

Dampak dari kicauan akun Twitter-nya Presiden Donald Trump tiga hari lalu, bahwa bea masuk baja akan dikenakan sebesar 20% dan aluminium sebesar 50% telah membuat nilai tukar lira Turki akhirnya memburuk sejak awal tahun ini. Depresiasi lira terhadap dolar AS sudah mencapai 74,9% sejak Januari hingga Agustus 2018.

Selain anjloknya mata uang Turki, aksi Amerika Serikat yang membebankan bea masuk impor yang tinggi bagi aluminium dan baja tersebut, turut mempengaruhi pasar modal dan nilai tukar negara emerging market, termasuk Indonesia.

Sentimen ini membuat investor pasar modal kalang kabut dan mencoba mengalihkan portofolionya dari Turki. Hal ini pun memberi dampak psikologis bagi investor untuk mengalihkan modal dari negara-negara berkembang lainnya.

Padahal menurut Darmin, kebijakan kenaikan bea masuk AS atas impor Turki tidak ada sangkut pautnya dengan negara lain, termasuk Indonesia. Apalagi, kebijakan kenaikan bea masuk impor Turki berdasarkan sentimen pribadi AS, dan bukan seperti perang dagang dengan China dan Uni Eropa.

Sehingga, kalau saja kejadian ini tak dibesar-besarkan, maka negara lain seharusnya tidak kena imbas dari kondisi ekonomi Turki. "(Reaksi) itu terlalu berlebihan. Turki memang ada hal khusus di sana sehingga dampaknya tidak mesti berlaku di negara lain. Sebenarnya Indonesia bisa tidak kena imbas, kalau orang berpikir pasti tidak akan ada imbasnya," ujarnya di Jakarta, Senin (13/8).

Menurut Darmin, dampak psikologis itu tentu berdampak ke Indonesia. Makanya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi pertama merosot 3,29% dan Rupiah dibuka melemah dan menembus Rp14.614 per US$.

Namun, dampak dari kondisi ekonomi Turki itu tak hanya dialami Indonesia. Hampir semua negara pasti mengalami hal serupa. Adapun pagi tadi, mayoritas mata uang negara di kawasan Asia melemah, seperti won Korea Selatan minus 0,22%, dolar Singapura minus 0,19%, peso Filipina minus 0,13%, ringgit Malaysia minus 0,12%, dan baht Thailand minus 0,11%. "Kami pikir dampaknya mungkin hanya sementara," ujarnya.

Ekonomi Turki Memburuk

Menurut Reuters, sejak awal tahun, kurs Lira telah terdepresiasi sekitar 40% terhadap dolar AS. Hal itu dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap kondisi ekonomi Turki dan memburuknya hubungan Turki dengan AS.

Pada perdagangan pekan lalu (10/8), nilai tukar Lira merosot sekitar 18% menjadi 7,24 Lira per dolar AS, yang merupakan pelemahan harian terbesar sejak 2001

Pendapat senada juga dilontarkan oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati. "Sebagai negara anggota G20, tentu (perkembangan Turki) ini akan memberikan dampak terhadap keseluruhan perekonomian global. Walapun ukuran perekonomian (Turki) masih di bawah US$1 triliun, namun dia (Turki) posisinya strategis. Jadi kami harus tetap waspada," ujarnya, kemarin.

Menurut Sri Mulyani, kondisi Turki saat ini belum dialami oleh negara berkembang lain, termasuk Indonesia. Permasalahan di Turki, lanjut Sri Mulyani, tidak hanya terjadi pada sektor keuangan saja tetapi juga pada politik dan keamanan.

Kendati demikian, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjaga agar keoknya lira tidak berimbas negatif terhadap sentimen pelaku pasar di negara berkembang, khususnya Indonesia.

Sri Mulyani menegaskan bahwa perekonomian domestik dalam kondisi baik. Hal itu tercermin dari kuatnya pertumbuhan ekonomi kuartal II yang mencapai 5,27 persen, inflasi yang terjaga, dan defisit APBN yang diperkirakan lebih rendah dari asumsi pemerintah. "Itu semua berbeda sekali dengan situasi yang ada di Turki," ujarnya.

Dia mengatakan, ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi kondisi rupiah. Namun untuk kali ini yang mengambil andil cukup besar dalam pelemahan mata uang rupiah tersebut adalah krisis yang sedang terjadi di Turki. "Kita setiap hari ini selalu ada berbagai faktor bisa saling mempengaruhi. Jadi pada minggu terakhir ini faktor yang berasal dari Turki," ujarnya.

Sri Mulyani mengingatkan, dampak dari krisis Turki terjadi secara global. Hal itu disebabkan masalah krisis tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi melainkan pada sektor lainnya. "Menjadi muncul secara global, karena tidak dari sisi magnitude-nya yang terjadi dinamika di Turki, tapi juga karena nature atau karakter persoalannya yang sebetulnya ada persoalan serius, mulai masalah currency-nya juga pengaruh terhadap ekonomi domestik, dan terutama juga dimensi politik dan security di sana," ujarnya. .

Meski demikian, Sri Mulyani menegaskan fundamental ekonomi Indonesia masih kuat dilihat dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2018. Tercatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia capai 5,2% pada kuartal II-2018. 

"Pertumbuhan ekonomi kita di kuartal II cukup kuat, dan itu dorong oleh konsumsi, kita tetap mengatakan investasi dan ekspor perlu di pacu, sedangkan current account deficit (CAD) mengalami peningkatan jadi 3%, ini masih lebih rendah jika dibandingkan situasi pada tappertantrum 2015 yang bisa di atas 4%,” ujarnya.

Namun, Sri Mulyani menyatakan pemerintah akan selalu  mengedepankan aspek kehati-hatian menghadapi situasi ekonomi global. "Kita perlu tetap hati-hati karena lingkungan yang kita hadapi sangat berbeda dengan 2015. Pada 2015 waktu itu quantitative easing masih terjadi dan kenaikan suku bunga belum dilakukan baru diungkapkan," tutur  dia.

Kondisi sejumlah mata uang negara-negara berkembang anjlok pada perdagangan kemarin (13/8), sementara saham-saham di bursa Asia bertengger di zona merah sebagai dampak krisis keuangan yang tengah melanda Turki.

Adapun sepanjang tahun ini, lira sudah anjlok sebesar 77,78%. Investor khawatir aksi jual lira bisa memiliki efek riak di pasar keuangan global, terutama pada euro, rand Afrika Selatan, dan peso Meksiko yang sudah terimbas krisis Turki. Lira mencapai rekor terendah sekitar 7,24 per dolar AS pada sesi perdagangan awal. Rand Afrika Selatan tergelincir ke tingkat terendah sejak pertengahan 2016.

Rupee India juga mencapai titik terendah sepanjang sejarah. Sementara rupiah Indonesia mencapai titik terendah sejak 2015, sehingga mendorong Bank Indonesia BI) segera melakukan intervensi.

Gelombang penjualan dipicu pada pekan lalu ketika Presiden Donald Trump mengumumkan sanksi AS yang lebih tinggi pada ekspor baja dan aluminium Turki, menyebabkan lonjakan dalam pengukur volatilitas nilai tukar negara emerging market.

Menurut ekonom INDEF Bhima Yudhistira, ‎anjloknya rupiah akan berdampak pada inflasi akan naik dikontribusikan dari bahan pangan dan BBM nonsubsidi karena pengaruh biaya impor yang bengkak. "Ini bisa gerus daya beli masyarakat," ujarnya, kemarin.

Kemudian, pelemahan ini juga menimbulkan potensi gagal bayar utang luar negeri swasta. Terlebih masih ada pihak swasta yang belum melakukan lindung nilai (hedging) terhadap utang luar negerinya. "Saat ini, tidak semua utang swasta di-hedging maka sangat sensitif ke selisih kurs," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com.

Dampak lagi dari depresiasi nilai tukar rupiah ini yaitu terhadap industri manufaktur. Hal itu akan membuat industri menahan ekspansinya naiknya biaya bahan baku dan barang modal yang masih diimpor. "Ongkos logistik juga semakin mahal karena 90% kapal untuk ekspor impor pakai kapal asing yang hanya terima valas," ujarnya. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…