Pelayanan Kartu Sehat dan BPJS?

Persoalan tata kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sejak beberapa tahun lalu hingga sekarang belum maksimal sehingga banyak peserta  BPJS maupun kartu sehat (KS) lainnya mengeluhkan pelayanan dan terkendala dengan fasilitas Rumah Sakit mitra BPJS Kesehatan. Pasalnya, faktor pelayanan pasien pemegang kartu BPJS maupun KS Pemkot Bekasi misalnya, hingga saat ini tidak mendapatkan pelayanan normal 7 hari x 24 jam.

Banyak peserta BPJS dan KS yang tidak mengetahui cara melakukan pengaduan jika menemukan  pelayanan tidak semestinya dari rumah sakit.  Contohnya, pelayanan di RS Mekar Sari di Kota Bekasi tidak menerima warga pemegang kartu tersebut berobat pada hari libur (Sabtu/Minggu). Masa peserta BPJS atau pemegang kartu KS mesti sakit di antara hari Senin sampai Jumat? Tidak benar model pelayanan seperti itu di negara manapun.

Untuk itu, seharusnya pemerintah (Kementerian Kesehatan) dan pihak Pemda menyiapkan pos pengaduan di rumah sakit untuk peserta BPJS  atau pemegang KS yang mendapat kendala pelayanan di RS di manapun di wilayah Indonesia. Terutama bagi masyarakat miskin penerima bantuan iuran ( PBI) maupun peserta yang membayar iuran hingga saat ini belum mendapatkan pelayanan yang memuaskan memuaskan dari pihak rumah sakit.

BPJS Watch menilai  buruknya pelayanan bisa dilihat dari sikap rumah sakit yang masih mencari alasan untuk tidak melayani warga miskin penerima bantuan iuran dan peserta pembayar iuran. "Kita lihat faktanya banyak rumah sakit yang menarik biaya tambahan kepada pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional( JKN). Padahal semua biaya berobat pasien sudah di klaim dari BPJS Kesehatan melalui sistem tarif INA- CBG´s," ujar Timboel Siregar, Koordinator BPJS Watch di Jakarta, beberapa waktu lalu. .

Kasus seperti rumah sakit kerap menarik biaya tambahan, dengan alasan untuk pembelian obat yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan. Ini seharusnya Kementerian Kesehatan dan Pemda cepat tanggap melakukan pengawasan lebih ketat terhadap RS di manapun.

Tidak hanya itu. Masalah lainnya adalah penanganan defisit BPJS Kesehatan yang diduga mencapai lebih dari Rp 15 triliun, pemerintah hingga kini masih menunggu audit yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat itu (bulan lalu) mengatakan hasil audit terhadap BPJS ini diperkirakan selesai dalam waktu satu pekan. Ternyata waktunya molor dari target sebelumnya yang seharusnya rampung dilakukan BPKP.  

Adapun audit yang dilakukan BPKP mencakup arus kas BPJS Kesehatan serta tren masyarakat dalam menggunakan fasilitas kesehatan. Bahkan menurut Sri Mulyani, Kementerian Kesehatan juga sudah bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait audit standarisasi pelayanan beberapa waktu terakhir. "Serta kami sepakat untuk menunggu BPKP dulu untuk melihat detail, jumlah tagihan yang sudah dibayarkan sampai Juli 2018 dan komponennya apa saja," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan masalah penanggulangan defisit BPJS Kesehatan sudah dibicarakan di dalam rapat koordinasi di Kemenko PMK. Hanya saja, karena audit BPKP belum selesai, maka kesimpulan yang didapatkan adalah membahas masalah defisit tersebut.

Adapun, sasaran objek audit adalah arus kas BPJS Kesehatan sejak Januari hingga Juni 2018. "Sebelum tahun 2018 kami susun RKAP, yang disusun bersama dengan pemerintah, dan semuanya juga tahu bahwa ada mismatch. Kami yang penting anggaran berimbang, pelayanan ke masyarakat tidak terhenti, namun dari mana sumber (penutupan defisit) ini nanti kami lah," ujarnya.

Sebelumnya, Sekretaris Utama BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengatakan suntikan uang dari kantung negara ini merupakan transfer langsung dari APBN yang dikelola Kementerian Keuangan kepada BPJS Kesehatan. Jumlah dana yang akan dikeluarkan pemerintah memang akan ditentukan setelah audit BPKP keluar.

Kita tentu mendukung opsi bantuan pemerintah ini ditempuh karena dianggap lebih adil. Adapun di dalam PP Nomor 19 Tahun 2016, terdapat tiga opsi untuk menutupi defisit, yakni penyesuaian manfaat, penyesuaian iuran, dan bantuan pemerintah.

Namun, Presiden Jokowi menegaskan manfaat tidak boleh dikurangi, sehingga opsi bantuan dana ini yang tengah digodok pemerintah. Sehingga, setelah anggaran negara dikucurkan, maka seharusnya tidak ada lagi pelayanan RS yang mengganggu peserta BPJS Kesehatan. Semoga!

 

BERITA TERKAIT

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…