Oleh: Fauzi Aziz
Pemerhati Masalah Ekonomi dan Industri
Bicara ekonomi, industri dan bisnis selalu menarik. Banyak isu penting yang bisa membuat otak kita untuk terus ikut berselancar mencari tahu dan mencoba memahami fenomena dan dinamikanya yang berkembang di masyarakat.
Kali ini penulis mencoba memahami mengenai persoalan nilai tambah ekonomi dan bagaimana duduk perkaranya dalam konteks berbangsa dan bernegara dalam mengurus soal ekonomi, industri dan bisnis.
Rumus matematika nilai tambah paling sederhana adalah nilai output dikurangi nilai input, selisihnya adalah nilai tambah. Kalau nilai outputnya 100,nilai inputnya 50, maka nilai tambahnya 50.
Ekonomi, industri, dan bisnis selalu mengejar nilai tambah. Dan satu hal tidak boleh defisit. Sebab kalau defisit bisa bangkrut yang berarti gagal mengelola ekonomi, industri, dan bisnis. Negeri ini sudah menghadapi dua ancaman defisit di bidang ekonomi yakni defisit transaksi berjalan dan defisit anggaran.
Negeri ini juga defisit minyak karena kita sudah menjadi net importir. Tahun 2025 menurut pemberitaan akan terjadi defisit gas, berarti tambah lagi ancaman untuk menjadi net importir. Semoga tidak terjadi defisit bahan pangan. Defisit nilai tambah berarti ekonomi, industri dan bisnis mengalami kontraksi.
Kalau terjadi dalam siklus panjang dan berulang, maka itulah pertumbuhan negatif atau terjadi kontraksi pertumbuhan. Artinya segenap sumber daya yang teralokasi untuk menggerakkan ekonomi, industri, dan bisnis menjadi sia-sia, bukan hanya sekedar boros.
Berarti kita tidak berhasil mengelola input dan gagal pula mengelola proses untuk memaksimalkan output. Agar tidak terjadi salah urus, maka tata kelola sistem ekonomi, industri dan bisnis menjadi pusat episentrum menentukan dalam urusan penciptaan nilai tambah. Inilah mengapa persoalan efisiensi dan produktivitas menjadi simpul penting untuk memaksimalkan nilai tambah ekonomi, industri, dan bisnis agar bermanfaat bagi peningkatan kemakmuran bangsa.
Ketika kita bicara tentang peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat maka tata kelola nilai tambah harus baik. Prosesnya harus efisien dan produktivitasnya optimal. Dalam hubungan ini berarti peran teknologi dan SDM yang berkualitas sangat penting dan menentukan, selain dukungan iklim bisnis yang baik. Karena itu nilai tambah ekonomi dan distribusinya sejatinya jauh lebih penting daripada sekedar membahas target pertumbuhan ekonomi.
Distribusi nilai tambah dalam ekonomi pada dasarnya harus teralokasi secara proporsional. Sharing economy menjadi isu utama dan sisi keadilan menjadi bagian penting yang menjadi fokus perhatian karena bersifat sensitif.
Azas proporsionalitas, asas manfaat, dan asas keadilan menjadi sama pentingnya untuk menjadi perhatian bagi para pembuat kebijakan ekonomi. Sayangnya, ketika fokus perhatian tertuju pada persoalan globalisasi dan liberalisasi ekonomi, isu tentang nilai tambah ekonomi seakan hilang ditelan bumi.
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…