Perdagangan Internasional - Pemerintah Optimis Fasilitas GSP Indonesia Tidak Akan Dicabut

NERACA

Jakarta – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita optimis generalized system of preferences (GSP) terhadap 124 produk Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat tidak akan dicabut setelah bernegosiasi dengan Duta Besar United States Trade Representative (USTR) Robert E Lighthizer.

"Jangan kita berandai-andai. Sebab saya tidak akan diundang kalau mereka bilang pasti mencabut," kata Mendag usai memberikan kuliah umum bertajuk "Mendorong Kinerja Ekspor Nasional di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global" di Universitas Airlangga Surabaya, sebagaimana disalin dari Antara.

Enggar sendiri mengaku tidak menyiapkan langkah khusus apabila GSP Indonesia jadi dicabut. Namun pihaknya akan kembali menemui Lighthizer di KTT ASEAN di Singapura pada September mendatang.

"Kita janjian di Singapura, di tengah-tengah persidangan ASEAN. Kita tunjukkan dulu kemajuannya mengenai komitmen yang sudah kita buat," ujarnya Enggar menyatakan, AS mengajukan permohonan kepada World Trade Organization (WTO) untuk memberikan sanksi kepada Indonesia karena sengketa dagang senilai USD350 juta atau Rp5 triliun. Namun hingga kini keputusan terkait pencabutan GSP belum dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Terkait gugatan AS sebesar Rp5 triliun itu, Enggar mengatakan bahwa Indonesia tidak perlu cemas dulu. Sebab pihaknya akan menunjukkan komitmen-komitmen perdagangan kepada WTO. "Mereka gunakan haknya dulu (untuk melapor, red). Kita akan tetap terus tunjukkan komitmen-komitmen kita," tuturnya.

Sebelumnya, Pemerintah mengakui kinerja perdagangan belum optimal di mana hingga semester pertama 2018 neraca perdagangan masih defisit. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menjelaskan, kinerja perdagangan Indonesia bisa dibilang kurang menggairahkan. Dari enam bulan pertama, empat bulan masih isinya defisit.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,74 miliar dolar AS pada Juni 2018. Namun, neraca perdagangan Indonesia sepanjang semester satu 2018 tercatat masih defisit 1,02 miliar dolar AS, dibanding semester satu 2017 yang mencatat surplus besar mencapai 7,66 miliar dolar AS.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Juni 2018 mencapai 88,02 miliar dolar AS atau meningkat 10,03 persen dibanding periode yang sama tahun 2017 80 miliar dolar AS. Oke menuturkan performa ekspor memang masih perlu terus ditingkatkan terutama pergeseran dari produk ekspor berbasis sumber daya alam menjadi produk ekspor manufaktur.

Menurutnya, selama lima dekade terakhir, ekspor masih didominasi produk-produk primer atau berbasis sumber daya alam. "Kalau terjadi surplus perdagangan, itu hanya karena nilai komoditasnya saja yang naik. Bukan bergeser dari primer ke manufaktur atau produk yang bernilai tambah tinggi. Itu harus kita geser, jangan produk primer saja yang diekspor," kata Oke, sebagaimana disalin dari Antara.

Oke menyebutkan saat ini struktur permintaan pasar dunia sebanyak 81 persen adalah produk manufaktur, dan sisanya 19 persen produk primer. Menurut dia, ekspor Indonesia sekarang 53 persen manufaktur dan 47 persen primer. "Jadi kalau kita masih ekspor produk primer, berarti kita belum memanfaatkan permintaan yang tinggi sekali dari dunia untuk produk manufaktur. Ekspor kita sekarang 53 persen manufaktur, 47 persen primer," ujar Oke.

Kendati demikian, lanjut Oke, ia mengatakan pihaknya juga mengalami dilema. Di satu sisi pihaknya diminta untuk meningkatkan porsi ekspor produk manufaktur, namun di sisi lain produk manufaktur sendiri membutuhkan bahan baku penolong untuk memberi nilai tambah produknya, yang didapatkan dari impor.

"Kami didorong meningkatkan ekspor manufaktur, tapi barangnya itu tergantung dari bahan baku penolong yang diimpor. Karena begitu saya dorong untuk tingkatkan ekspor manufaktur, maka otomatis impornya meningkat karena produk manufaktur itu sangat tergantung dari bahan baku penolongnya," kata Oke.

Pada kesempatan lain, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengungkapkan, pihaknya akan berupaya untuk memanfaatkan dan membaca peluang dari adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, untuk mendongkrak ekspor serta memperkuat cadangan devisa Indonesia.

Enggartiasto mengatakan bahwa dengan kondisi perang dagang antara Amerika dan China tersebut, Indonesia bisa memanfaatkannya dengan mengisi kekosongan produk yang diimpor kedua negara dan digantikan oleh produk yang diproduksi oleh industri dalam negeri. "Mengisi kekosongan produk-produk China di Amerika yang sesuai dengan produksi dalam negeri, juga peluang yang bisa diambil di China atas kekosongan produk dari Amerika," kata Enggartiasto.

Amerika Serikat melalui kepemimpinan Presiden Donald Trump telah mulai menerapkan tarif pajak tinggi terhadap barang-barang impor dari China. Retaliasi tersebut dibalas dengan mengurangi pembelian beberapa produk dari Negeri Paman Sam itu.

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…