Memahami Substitusi Impor

 

Oleh: Ershad Nadiro

Peneliti Intern INDEF

 

Kebijakan substitusi impor diharapkan mampu memperbaiki neraca perdagangan Indonesia yang naik-turun dari bulan Januari hingga Juni tahun ini. Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo pada akhir bulan Juli kemarin, bahwa Indonesia sedang diharuskan mengevaluasi komponen impor.

Dari 6 (enam) bulan terakhir, memang hanya dua bulan saja kita bisa merasakan surplus perdagangan. Itupun masih menghasilkan defisit lebih dari USD 1 (satu) miliar. Fenomena ini berdampak buruk kepada nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang mencapai Rp 14.445 per USD.

Namun menjadikan kondisi neraca perdagangan dalam enam bulan terakhir sebagai alasan utama terus menerusnya depresiasi Rupiah dirasa kurang tepat. Begitu pula menjadikan substitusi impor sebagai solusinya. Bagi masyarakat awam, kebijakan subtitusi impor bisa terkesan sebagai intervensi yang bisa menghasilkan efek jangka pendek dan cepat dirasakan. Padahal, subtitusi impor merupakan kebijakan yang bertahap dan membutuhkan waktu yang panjang.

Masyarakat harus tahu bahwa ada beberapa syarat utama agar substitusi impor berhasil dilakukan. Pertama, memastikan kapabilitas produksi dalam negeri siap. Kesiapan ini meliputi pencapaian tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 75 persen atau lebih. Namun, indikator tersebut belum terpenuhi dan menghasilkan belum cukupnya kapabilitas produksi barang subtitusi impor dalam negeri. Selain itu, melepaskan ketergantungan terhadap impor juga sudah seharusnya mulai dilakukan untuk memberikan stimulus kepada industri dalam negeri untuk menghasilkan barang subtitusi impor ataupun bahan bakunya. Jika kedua syarat untuk subtitusi impor tersebut tidak dilakukan, rupiah tidak akan lepas dari ancaman pelemahan.

Umumnya, Pemerintah harus pintar membuat basket of goods (keranjang barang) untuk orientasi ekspor dimasa depan secara detail sebelum menyebut rencana substitusi impor. Ambil saja contoh di India misalnya, sejak awal tahun 2015 sudah mendengungkan rencana substitusi impor 9 barang penting untuk tahun 2017. Waktu itu, India berencana mengekspor gula yang sudah memiliki industri yang matang, dan juga minyak goreng yang tadinya bernilai 60 persen dari komponen impor. Kedua barang tersebut akan menjadi barang prima donna keranjang ekspor dimasa depan. Rencana ini matang karena sejak tahun 2015, pemerintah India secara intensif berhasil menurunkan impor emas sebanyak 57.2 persen. Di Taiwan pada tahun 1970, substitusi impor dimulai dan dilakukan sebanyak tiga tahap. Basket-nya pun dibagi berdasarkan rasio penggunaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk memproduksi komoditas yang diimpor. Dimulai dari mengganti barang impor yang labor-intensive dan diakhiri dengan barang yang capital-intensive.

Menghentikan impor komoditas tertentu memang bisa memberi efek positif pada Rupiah seperti halnya di bulan Mei kemarin yang menguat 0,88 persen per dolar AS. Hanya saja tanpa menambah SDM yang berkualitas dan memprioritaskan industri unggulan, trend penguatan Rupiah tidak akan bisa berkelanjutan. Pemerintah harus pula mengajarkan masyarakat bahwa subtitusi impor membutuhkan banyak tahap yang mungkin bisa dirasakan hasilnya setelah 2025.

BERITA TERKAIT

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

BERITA LAINNYA DI

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…