Wow, Baru 69 Wakil Rakyat Serahkan LHKPN

KPK merilis daftar kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif per 3 Agustus 2018. Hasilnya, untuk badan legislatif, DPR menjadi lembaga yang berada di tingkat terbawah dalam hal tidak patuh melaporkan harta kekayaannya ke KPK.

Dari 533 orang anggota DPR yang wajib lapor, sejauh ini, baru 69 anggota yang melaporkan hartanya ke KPK. Sehingga, masih ada 464 anggota DPR yang belum patuh mendaftar LHKPN. "Dari data yang kami terima hingga 3 Agustus 2018. Kepatuhan anggota DPR, 12,95 persen," ungkap Direktur pendaftaran dan pemeriksaan LKHPN KPK Cahya Hardianto Harefa.

Kepatuhan anggota DPR itu lebih rendah jika dibandingkan lembaga legislatif lainnya, DPD, dengan perolehan 47,76 persen. Dari kewajiban 67 anggota DPD, sudah ada 32 yang melaporkan harta kekayaannya.

Sementara di tingkat DPRD, Cahya menyebut, baru ada 3.010 anggota dari 15.191 anggota DPRD yang melaporkan hartanya. Dengan persentase kepatuhan 23,08 persen, itu berarti, masih tersisa 12.181 anggota yang belum lapor.

Sementara untuk tingkat kota dan kabupaten se-Indonesia, hanya ada lima kabupaten yang telah 100 persen melaporkan LKHPN ke KPK. Lima kabupaten itu, yakni Kabupaten Kepulauan Mentawai, Bone, Luwu Timur, Luwu Utara dan Kabupaten Surakarta. "Ada Provinsi DI Yogyakarta 99,76 persen. Mudah mudahan ini bisa diikuti oleh kabupaten lain. Kami dari sudah ada upaya untuk menelepon, ada yang kami datangi. Ada yang kami kirim surat, bahwa temaptnya masing-masing masih sedikit yang lapor," tuturnya.

Sementara Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, KPK akan menunggu keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ihwal para pemenang dalam Pilkada serentak. Sedianya, para pemenang Pilkada wajib melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. "Kami tunggu keputusan KPU, karena kewajiban LHKPN ini adalah bagi kepala daerah yang sudah dilantik," kata Febri.

Namun, sambung Febri, ada aturan baru yang secara periodik sudah melapor di tahun yang sama maka boleh tidak melapor kembali. "Yang wajib melapor adalah mereka yang sudah diberhentikan sebagai kepala daerah," terangnya.

Adapun, teknis pelaporannya, KPK akan memberikan waktu 3 bulan sejak sekarang. "30 hari pertama kita akan failistasi sistem online disini, pelaporan mudah tidak harus cukup ke E-LHKPN," ujar Febri.

Kewajiban Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk melaporkan harta kekayaannya  dijalankan setiap tahun. Hal ini setelah dikeluarkannya surat edaran pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) No. 08/2016 tentang Petunjuk Teknis Penyampaian dan Pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Sebelum ada edaran, ASN hanya memiliki kewajiban menyetor LHKPN dua tahun sekali secara manual.

Sesuai Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 setiap pejabat negara pada lembaga tinggi negara wajib menyerahkan LHKPN. Komponen yang dilaporkan antara lain, tanah dan bangunan, alat transportasi, harta bergerak, surat berharga, serta pengeluaran dan pemasukan dari para pejabat negara.

Terkait dengan LHKPN pasangan calon kepala daerah, masyarakat dapat membandingkan hasil pelaporan LHKPN pejabat publik dengan realita kehidupan yang bersangkutan sehari-hari, baik gaya hidup maupun penggunaan aset.

Laporan atau pengaduan masyarakat terkait LHKPN bisa dilakukan masyarakat dengan mendatangi langsung kantor KPK di Jakarta, atau mengirim email ke pengaduan@kpk.go.id atau whistleblower system kws.kpk.go.id.

Selain itu, KPK juga menginformasikan bahwa saat ini tingkat kesadaran pelaporan gratifikasi terus meningkat. "Dari Januari sampai April 2018 nilai gratifikasi yang ditetapkan menjadi milik negara adalah uang sebesar Rp 1,4 miliar, 65.244 dolar AS, 2.537 dolar Singapura, dan 374 euro," kata Febri.

Sedangkan yang berupa barang nilainya sekitar Rp 373,8 juta, 880 dolar AS, 876 poundsterling, 83 euro, dan 28 ribu won. "Sedangkan laporan perorangan terbesar sampai dengan 30 April 2018 adalah satu orang melapor penerimaan 200 ribu dolar AS. Total pelaporan gratifikasi 620 pelaporan," ungkap Febri.

Adapun kata dia, laporan-laporan gratifikasi yang unik selama 2018 antara lain satu hektare tanah, perjalanan wisata ke Eropa dan Cina, keris, mobil mewah, perhiasan emas dan berlian, wine. Ada juga laporan perjalanan umrah, suplemen ginseng, dan uang tunai 200 ribu dolar AS.

"Sebagian pelaporan tersebut sedang dalam proses analisis. KPK diberikan waktu 30 hari kerja oleh Undang-Undang untuk melakukan analisis hingga menetapkan apakah gratifikasi menjadi milik negara atau milik penerima," ucap Febri.

Menurut dia, penyelenggara negara atau pegawai negeri yang melaporkan gratifikasi dapat melakukan dengan cara lebih mudah, yakni datang langsung ke gedung KPK atau melalui email pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id atau pelaporan online GOL, yaitu melalui website https://gol.kpk.go.id.

"Jadi tidak alasan lagi sulit melaporkan gratifikasi bahkan di sejumlah Kementerian dan daerah sudah dibentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) sehingga laporan dapat disampaikan ke KPK melalui UPG setempat. Ini dibuat agar pelaporan gratifikasi dilakukan dengan lebih mudah," kata Febri.

 

Harta Rp20 Triliun

 

Tak hanya itu, Komisi Pemberantasan Korupsi juga merilis daftar LHKPN calon anggota DPD dari seluruh provinsi di Indonesia. Di peringkat pertama, total harta kekayaan yang dimiliki oleh salah satu calon anggota DPD mencapai Rp20.005.765.593.909.

Kekayaan yang lebih dari Rp20 triliun tersebut dimiliki oleh calon anggota DPD asal Papua, Wilhelmus Rollo dan nilainya berjarak cukup jauh dari pesaing terdekatnya. Bahkan, politisi kondang Oesman Sapta Odang hanya menempati posisi tiga dengan total kekayaan Rp449.490.497.196.

Tercata 10 nama dengan harta kekayaan terbanyak versi LHKPN KPK. Yaitu, Wilhelmus Rollo (Papua) Rp20.005.765.593.909, Muhammad Aunul Hadi Idham Chalid (Kalimantan Selatan) Rp 474.232.668.000, Oesman Sapta (Kalimantan Barat) Rp449.490.497.196, M. Alzier Dianis Thabranie (Lampung) Rp97.973.928.000, Ramoy Markus Luntungan (Sulawesi Utara) Rp89.922.772.258, Edi K. P. Sambuaga (Maluku) Rp83.977.354.055, Yorrys Raweyai (Papua) Rp74.785.616.108, Ida Jaya (Lampung) Rp72.475.000.000, Asmawati (Sumatera Selatan) Rp66.304.545.764, Hilda Manafe (Nusa Tenggara Timur) Rp57.467.884.909

Terkait harta kekayaan milik Wilhelmus Rollo, Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK, Cahya Hardianto Harefa mengatakan KPK akan menentukan langkah selanjutnya untuk mendalami harta kekayaan tersebut, tidak terkecuali dengan kegiatan pemeriksaan. "Namun, untuk yang lebih jauhnya lagi, nanti setelah terpilih baru akan kita tentukan proses yang lebih jauh lagi atau pendalaman dari hal tersebut, termasuk kegiatan pemeriksaan," ujarnya.

Adapun, dalam laporan LHKPN KPK pemilik harta dengan nilai terendah dimiliki oleh bakal calon dari Jambi Azim Antoni Norega Jais dengan total kekayaan Rp1.500.000.

Daftar nama bakal calon anggota legislatif Dewan Pemimpinan Daerah (DPD) yang telah melapor LHKPN ke KPK dapat dilihat di situs www.kpk.go.id/id/pantau-pilkada-dpd. LHKPN merupakan salah satu syarat wajib dari KPU untuk para caleg DPD. KPK telah membuka loket khusus pendaftaran LHKPN mulai dari 4 hingga 19 Juli 2018. (dbs)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…