TRANSPARANSI DEFISIT BPJS KESEHATAN - Puan: Pemerintah Tunggu Hasil Audit BPKP

Jakarta-Pemerintah masih menunggu hasil audit BPKP terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan disebut-sebut mengalami defisit hingga triliunan rupiah. Pasalnya, kerugian finansial BPJS Kesehatan dipicu oleh berbagai persoalan termasuk layanan jaminan kesehatan yang dibayarkan kepada rumah sakit yang menangani pasien anggota BPJS.

NERACA

"Sampai saat ini rapat teknis dilakukan. Beberapa hal masih dibicarakan, dan pengondisian di teknis, satu-dua hari ini akan dirapatkan. Kementerian Keuangan telah memulai melakukan audit melalui BPKP dan ini menjadi kesepakatan, kami bersepaham dengan semuanya, Pemerintah dan BPJS agar transparan dalam audit di BPJS," ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani di Jakarta, Selasa (7/8).

Audit yang dilakukan oleh BPKP, menurut Puan,  untuk memberikan data yang tepat mengenai defisit anggaran yang dialami BPJS Kesehatan. Setelah itu, niat pemerintah turun tangan agar BPJS Kesehatan agar tidak merugi lagi bisa dilakukan. "Itu semua baru bisa dilakukan apabila kami sudah mendapatkan angka yang jelas, berapa angka yang kita lakukan, sehingga pemerintah bisa mengurangi defisit BPJS. Jadi nanti ada angka dari BPJS kita terima, dari Kemenkeu kita terima, Kemenkes kita terima, lalu nanti dicocokkan dengan audit BPKP," tegas dia.

Mengenai opsi menaikkan biaya iuran, kata Puan, hal itu masih dibahas dalam rapat yang terus dilakukan pemerintah. Hal utama yang dilakukan pemerintah saat ini adalah menunggu audit yang dilakukan BPKP. "Kami belum dapat laporan karena mereka masih menyusun audit seperti apa yang akan mereka lakukan. Ini sedang dikoordinasikan oleh Kemenkeu," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris setelah menghadap Presiden Jokowi awal pekan ini, mengungkapkan bahwa Presiden meminta agar pelayanan BPJS Kesehatan bisa terus berjalan. Dengan demikian, peserta BPJS Kesehatan bisa tetap mendapatkan manfaat.

"Kesimpulan aja ya, kesimpulan kita hari Kamis (8/8) rapat di tempat ibu Menko PMK untuk pendalaman. Ya itu tadi yang ditanyakan, bagaimana pelayanan masyarakat jangan berhenti, berjalan dengan baik," ujar Fahmi di Istana Kepresidenan, Senin (6/8).

Dia menambahkan, pihaknya terus berupaya agar pelayanan kepada peserta terus berjalan baik. Mengenai adanya mismatch antara iuran dan beban klaim, juga harus dicari jalan keluarnya tanpa dana dari pemerintah. "Nah opsinya tadi, seperti selama ini, itu kita tidak, tidak perlu pemerintah. Kita carilah dari mana menutup pembiayaan itu," ujarnya.

Mengenai adanya mismatch atau ketidaksesuaian antara iuran dan pembayaran klaim BPJS Kesehatan, dia enggan menjelaskan lebih lanjut. Pihaknya masih menunggu hasil audit dari BPKP. “Kalau itu kita sepakat bahwa agar objektif ya. Jangan menduga-duga apakah mismanagement, atau ada apa. Jadi BPKP itu sekarang sedang melakukan review," ujar Fahmi.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan ada dana langsung dari APBN untuk menutup defisit, dan bukan melalui skema penyertaan modal negara (PMN). "Sebagian akan kita tutup dan akan kita tambahkan tapi kita lihat hitungannya masih sangat goyang," ujarnya.  

Seperti tercantum dalam PP mengenai BPJS Kesehatan, lembaga tersebut memiliki tiga opsi untuk menambal defisit. Opsi pertama adalah kenaikan premi atau iuran peserta. Kedua, pengurangan layanan. Ketiga, bantuan langsung dari anggaran negara

Menurut Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, pemerintah berencana memberikan dana talangan untuk menutupi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau disebut BPJS Kesehatan.

Luhut menjelaskan, saat ini besaran dana talangan yang akan diberikan sedang dihitung oleh Kementerian Keuangan. "Ya, lagi dihitung dengan baik," ujarnya saat ditemui wartawan di Hotel Borobudur, kemarin.

Selain itu, menurut dia, perlu ada batasan terkait jenis pendanaan atau jaminan yang menjadi tanggung jawab BPJS. Jadi BPJS Kesehatan tidak terlalu terbebani secara keuangan. Penerima manfaat pun juga mesti diseleksi agar program-program BPJS betul-betul dapat dirasakan oleh masyarakat yang memang membutuhkan.

Silang Pendapat

Sebelumnya Kementerian Kesehatan mendesak BPJS Kesehatan menunda pelaksanaan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Dirjampelkes) Tahun 2018 tentang Penjaminan Palayanan Katarak, Persalinan Bayi Baru Lahir Sehat, dan Rehabilitasi Medik. “Pelayanan Kesehatan wajib memperhatikan mutu dan keselamatan pasien,” tegas Menteri Kesehatan Nila Moeloek dalam Sarasehan “Profesionalisme Menuju Universal Health Coverage (UHC)” belum lama ini.

Terkait persalinan bayi, menurut Nila, tidak ada diagnosis bayi lahir sehat atau bayi lahir sakit. Menurutnya, bayi yang sehat di dalam kandungan belum dapat dipastikan bakal menjalani persalinann normal.

Selain itu, jelang proses persalinan terdapat komplikasi yang sebelumnya tidak diketahui. Sehingga memerlukan pemantauan untuk mencegah kematian bayi dan ibu seperti mengutip rilis dari Kementerian Kesehatan,  Senin (30/7). Pasalnya, banyak pihak menilai peraturan baru BPJS Kesehatan yang disebut Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) No 2, 3, dan 5 bisa merugikan masyarakat.

Namun, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief, mengatakan bahwa ketiga jaminan layanan katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik merupakan layanan yang memiliki pengeluaran biaya yang cukup besar.

"Operasi katarak mencapai Rp2,6 triliun. Bayi sehat yang ditagihkan secara terpisah dari ibunya sekitar Rp1,1 triliun. Rehabilitasi medik Rp960 miliar. Angka itu melebihi kasus katastropik, seperti jantung, gagal ginjal," ujarnya saat ditemui di Jakarta Timur, Kamis (2/8).

Meski demikian, Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat menepis beredarnya informasi mengenai pelayanan fisioterapis bagi pasien JKN-KIS yang tidak dijamin lagi. Nopi menegaskan, BPJS Kesehatan tetap menjamin pelayanan rehabilitasi medik, termasuk di dalamnya fisioterapi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Penting diketahui bahwa BPJS Kesehatan tidak membatasi kewenangan fasilitas kesehatan dan profesi dalam memberikan pelayanan rehabilitas medik kepada pasien JKN-KIS," ujar Nopi seperti dikutip laman CNNIndonesia.com, belum lama ini.

Menurut dia, pelayanan rehabilitasi medik yang dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah yang dilakukan oleh dokter spesialis rehabilitas medik dalam 2 kali seminggu (8 kali sebulan). Hal tersebut dikatakannya sesuai dengan kemampuan finansial BPJS Kesehatan saat ini.

"Pelayanan rehabilitasi medik tersebut dilakukan di fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan yang memiliki dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi. Apabila tidak ada dokter tersebut dalam satu kabupaten/kota, maka pelayanan rehabilitasi medik bisa tetap dijamin BPJS Kesehatan dengan syarat-syarat tertentu," ujar Nopi.

Saat ini ada sejumlah pemberitaan bahwa terdapat beberapa RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan menghentikan sementara tindakan fisioterapi karena ketiadaan dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi. Untuk itu, di daerah yang RS belum memiliki tenaga dimaksud, peserta JKN-KIS disiapkan alternatif RS lainnya yang memiliki tenaga dimaksud atau memiliki tenaga yang sudah diampu oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, sambil menunggu tenaga di rumah sakit yang sementara menghentikan pelayanan dimaksud memiliki tenaga yang diampu oleh spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi.

Iuran BPJS

Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengajak masyarakat disiplin dalam membayar iuran BPJS Kesehatan. Menurut dia, kedisiplinan masyarakat membayar iuran akan sangat membantu BPJS Kesehatan dalam menekan angka defisit. “Mengimbau masyarakat untuk disiplin dalam melakukan pembayaran iuran peserta BPJS Kesehatan, guna meminimalisasi defisit anggaran dalam BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Bamsoet mengatakan, defisit yang dialami BPJS Kesehatan memang berbuntut panjang. Bahkan, ada peraturan baru BPJS Kesehatan terkait pelayanan katarak, persalinan dengan bayi lahir sehat, dan rehabilitasi medik yang kini menuai kontroversi.

Bamsoet, panggilan akrabnya, menegaskan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus segera mengatasi persoalan yang mendera BPJS Kesehatan. Menurut dia, hal yang harus tetap diutamakan adalah kualitas layanan BPJS Kesehatan untuk masyarakat. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…