"Rematch" Wajah Lama

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Ibarat tinju kelas dunia atau UFC maka pertarungan antar petarung sejati selalu menarik  dan karenanya bisa terjadi “rematch” atau tanding ulang. Begitu juga yang terjadi antara Jokowi – Prabowo karena dimungkinkan akan terjadi rematch setelah Jokowi menang di pilpres 2014. Kini, Jokowi sebagai petahana dengan modal elektabilitas yang cenderung terus meningkat ternyata tidak ada rival yang mumpuni dan akhirnya muncul kembali Prabowo yang diakui masih bertaji untuk bertarung ulang dengan Jokowi di pilpres 2019 sehingga ini bisa menjadi sejarah baru bagi perkembangan demokrasi di Indonesia sebab pertarungan ulang Jokowi – Prabowo seolah menjadi tarung klasik yang sangat menarik dilihat dan bukan tidak mungkin akan memunculkan bursa taruhan yang sangat cantik, tentu bagi mereka yang gemar bertaruh.

Yang justru menjadi pertanyaan mengapa tidak ada sosok yang bertaji melawan Jokowi? Tentu ada banyak argumen dan salah satunya yaitu prestasi pembangunan di era Jokowi dengan model pembangunan infrastruktur dan juga model kedekatannya dengan rakyat melalui dialog yang menebar kuis dan berhadiah sepeda. Model kedekatan ini dulu pernah dilakukan Soeharto dengan Klompencapir. Tidak bisa dipungkiri bahwa infrastruktur ini adalah sangat penting dan upaya pencapaian pemerataan pembangunan tentu hanya bisa dicapai dengan pembangunan infrastruktur. Meski diakui bahwa pembangunan ini jelas butuh modal yang sangat besar tetapi implikasi dalam jangka panjang tetap memberikan pengaruh signifikan terhadap pemerataan pembangunan. Di satu sisi, diakui juga pada prosesnya ternyata komitmen pembangunan infrastruktur sempat dimoratorium akibat ambruknya sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di berbagai daerah.

Di sisi lain, kejar tayang pembangunan infrastruktur memang harus diteruskan karena hanya dengan inilah pemerataan pembangunan dapat terealisir. Oleh karena itu, sangat beralasan jika salah satu dampak dari percepatan pembangunan infrastruktur adalah laju hutang luar negeri. Bahkan, akumulasi hutang luar negeri ini menjadi kritikan Prabowo, termasuk juga kritik tentang ancaman Indonesia bangkrut dan bubar pada 2030 sebagai implikasi dari fiksi novel yang beberapa waktu lalu marak di pemberitaan media. Selain itu, berbagai kondisi makro ekonomi selama semester I 2018 juga menjadi ancaman bagi kekuatan dan elektabilitas Jokowi. Betapa tidak, kini tekanan terhadap rupiah semakin kuat menembus Rp.14.350 dan diprediksi terus melemah sampai akhir tahun sehingga mengancam revisi target pertumbuha nasional.

Selain itu, tekanan terhadap nilai tukar juga berpengaruh terhadap daya saing produk domestik karena sejumlah proses produksi masih mengandalkan bahan baku impor. Laju inflasi Juli 0,28 persen juga dipicu oleh harga telur dan ayam ras yang bahan panganya masih tergantung impor, belum lagi untuk sejumlah komoditas yang lainnya. Artinya ini menjadi warning bagi Jokowi karena elektabilitas bisa berubah dalam sekejap jika ada kebijakan non-populis yang berkembang, termasuk misalnya kenaikan harga BBM non-subsidi, sementara premium semakin langka di pasar, meski Jokowi juga bisa melakukan kebijakan satu harga BBM secara nasional. Jadi, menuju pilpres 2019 Jokowi juga perlu cermat melihat situasi karena demokrasi cenderung elastis tergantung situasi ekonomi politik dan politik ekonomi.

Terlepas dari berbagai kalkulasi yang berkembang, pastinya, pilpres 2019 akan terjadi “rematch” antara Jokowi – Prabowo dan situasinya akan berbeda jika dibandingkan tahun 2014 karena sekarang Probowo juga didukung Nasdem setelah SBY mendeklarasikan dukungan terhadap Prabowo dengan kemungkinan mengusung AHY sebagai cawapres. Yang pasti para capres masih saling intip untuk mengatur strategi pemenangan menuju Pilpres 2019.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…