BPK Temukan Empat Penyimpangan Dalam Penyelesaian BDNI

BPK Temukan Empat Penyimpangan Dalam Penyelesaian BDNI

NERACA

Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan empat penyimpangan dalam Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim dengan pola perjanjian "Master Settlement Aqcuisition Agreement" (MSAA).

"Ada empat jenis penyimpangan yang kami temukan di sini," kata Auditor Utama pada BPK RI I Nyoman Wara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/8).

Nyoman Wara adalah auditor BPK yang melakukan audit investigatif mengenai kerugian negara yang timbul akibat penyimpangan dalam pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada 2004.

Ia menjadi saksi untuk terdakwa Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) 2002-2004 Syafruddin Arsyat Temenggung menjadi terdakwa bersama-sama dengan Dorodjatun Kuntjoro-Djakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) serta pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim dalam perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham yang merugikan keuangan negara Rp4,58 triliun.

"Penyimpangan pertama, misrepresentasi piutang petani tambak senilai Rp4,8 triliun. Sjamsul Nursalim menyatakan Rp4,8 triliun aset lancar pada perhitungan Jumlah Kewajiban Pemegang Saham (JKPS) pada perhitungan MSAA padahal kenyataannya kondisi macet, piutang dimiliki PT DCD dan PT YM, saham keduanya diserahkan untuk penyelesaian kewajiban sehingga berdasarkan MSAA, seharusnya Sjamsul Nursalim mengganti atas misrepresentasi tersebut," jelas Nyoman.

Menurut Nyoman, dalam pasal 1 ayat 1 MSAA, nilai yang dikurangkan dalam perhitungan JKPS adalah sebesar nilai pasar aset. Tapi Sjamsul menyerahkan aset yang tidak memenuhi kriteria lancar dan tidak diungkapkan kondisi sebenarya sehingga terjadi pelanggaran jaminan dari Sjamsul dan menimbulkan kerugian negaranya.

Perbuatan Sjamsul juga melanggar pasal 49, 72, 12 ayat 2 a dalam MSAA yaitu soal pemegang saham akan memperbaharui dari waktu ke waktu kalau ada perubahan aset dan bila pemegang saham tidak dipenuhi maka BPPN bisa meminta ganti kerugian kepada pemegang saham."Penyimpangan kedua, pengalihan penanganan aset kredit tanpa melibatkan Aset Manajemen Investasi (AMI)," tambah Nyoman.

Dalam laporannya, Nyoman mengatakan pada 21 Mei 2002, ketua BPPN Sjafruddin Arsyad Temenggung memerintahkan pemindahan penanganan kredit petambak dari litigasi di divisi litigasi untuk direstrukritasi oleh divisi Aset Manajemen Kredit (AMK) tanpa melibatkan divisi AMI menangani PKPS sehingga penyelesaian misrepresentasi tidak lagi melalui pertanggung jawaban pemegang saham sekaligus tidak sesuai dengan keputusan KKSK pada 13 Mei 2002 yaitu keputusan KKSK memerintahkan BPPN melibatkan divisi AMI.

"Penyimpangan ketiga, proses persetujuan penyelesaian kewajiban saham oleh KKSK tanpa mempertimbangkan penyelesaian misreprsentasi. Ketua BPPN diduga tidak memberikan informasi lengkap sesungguhnya bahwa piutang kepada petambak merupakan aset bank yang diperhitungkan dalam penetapan JKPS dan Sjamsul masih memiliki kewajiban tambahan JKPS yang telah dihitung dalam MSAA," jelas Nyoman.

Padahal rapat KKSK pada 7 Oktober 2002 memerintahkan BPPN untuk melaporkan rincian lebih lanjut atas penanganan PKPS Sjamsul Nursalim termasuk menyelesaikan permasalahan PT Dipasena Citra Darmadja (DCD).

"Penyimpangan keempat, penerbitan SKL terjadi sebelum penyelesaian misrepresentasi karena ketua BPPN menandatangani akta perjanjian penyelesaian akhir No 16 tertanggal 12 April 2004 dan menerbitkan SKL tertanggal 26 April 2004 meski diketahui Sjamsul belum selesaikan misrepresentasi nilai utang BDNI petambak senilai Rp4,8 triliun," tambah Nyoman.

Dengan empat penyimpangan itu, perbuatan Sjamsul Nursalim pun menyebabkan kerugian negara senilai Rp4,58 triliun yang berasal dari pengurangan janji aset yang diserahkan Rp4,8 triliun dikurangi penjualan piutang oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) sebesar Rp220 miliar."Sjamsul Nursalim tidak menyelesaikan kewajibannya, atau cidera janji dengan melakukan mispresresentasi piutang petambak senilai Rp4,8 triliun," tegas Nyoman. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Menpan RB Apresiasi BPOM Atas Capaian Kenaikan Indeks RB-Akuntabilitas

NERACA Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengapresiasi Badan Pengawas Obat dan Makanan…

Sahli Menkumham Ingatkan Napi Penerima Remisi Lebaran Perbaiki Diri

NERACA Jakarta - Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Bidang Politik dan Keamanan Ibnu Chuldun mengingatkan agar seluruh narapidana…

KPPU Gandeng PP Muhammadiyah Dorong Ekonomi Berkeadilan

NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menggandeng Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah)…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Menpan RB Apresiasi BPOM Atas Capaian Kenaikan Indeks RB-Akuntabilitas

NERACA Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengapresiasi Badan Pengawas Obat dan Makanan…

Sahli Menkumham Ingatkan Napi Penerima Remisi Lebaran Perbaiki Diri

NERACA Jakarta - Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Bidang Politik dan Keamanan Ibnu Chuldun mengingatkan agar seluruh narapidana…

KPPU Gandeng PP Muhammadiyah Dorong Ekonomi Berkeadilan

NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menggandeng Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah)…