Penentuan UMP Dinilai Lebih Efektif oleh Pemda

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) dinilai akan lebih efektif kalau dilakukan oleh pemerintah daerah atau pemerintah setempat. Selama ini perhitungan besaran UMP dilakukan dengan menggunakan asumsi makro pemerintah pusat. Tertuang dalam PP nomor 78 tahun 2015, PP ini dianggap tidak mencerminkan situasi nyata di lapangan.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, ada beberapa poin yang dipermasalahkan. Salah satunya adalah penggunaan asumsi makro pemerintah pusat dalam penetapan UMP. Karena dalam perhitungan upah tersebut pemerintah mendasarkan pada inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi (PDB), maka peningkatan upah bagi tenaga kerja / buruh Indonesia akan sangat kecil yaitu hanya mencapai 10% atau kurang.

Berdasarkan data dari Bank Indonesia, rata-rata inflasi adalah 3, 5% per tahun dengan rata rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5 % pertahun. “Hal ini tentunya akan merugikan para buruh dan tenaga kerja di Indonesia. Selain besaran upah yang tidak sesuai dengan kebutuhan, besaran upah yang ada juga tidak mencerminkan daerah masing-masing. Selain itu model perhitungan upah seperti ini memangkas aspirasi para buruh Indonesia untuk ikut menyuarakan opininya dalam proses ini, karena serikat buruh tidak dilibatkan dalam proses penghitungan besaran upah,” jelasnya, seperti dikutip dalam keterangannya, kemarin.

Imelda menambahkan, sebaiknya penghitungan dan penetapan upah sebaiknya tidak dibuat tersentralisasi karena kondisi dan biaya hidup di setiap daerah di Indonesia berbeda-beda. Wewenang penetapan besaran upah ini sebaiknya diberikan kembali kepada kepala daerah dan memberi kesempatan kepada serikat pekerja untuk terlibat dalam hal ini. Pelibatan kepala derah dan serikat pekerja setempat diharapkan bisa memberikan cerminan besaran upah yang layak dengan kondisi di daerah tersebut.

Pemerintah seharusnya menetapkan formula tetap untuk penentuan dan kenaikan upah sehingga kenaikan upah tidak terjadi setiap tahun.  Kenaikan upah secara berkala dikhawatirkan akan memberatkan pengusaha, selanjutnya hal ini akan memengaruhi iklim usaha dan investasi di Indonesia.

 

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…