Pemerintah Akan Rilis Peta Jalan Ekonomi Syariah

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) akan merilis peta jalan ekonomi syariah Indonesia untuk mengembangkan industri halal dalam negeri. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro menyebutkan, peta jalan atau "road map" tersebut direncanakan selesai akhir 2018. "Kami upayakan tahun ini (selesai), supaya tahun depan sudah mulai ada 'action plan' yang bisa dijalankan masing-masing pihak," katanya.

Peta jalan ekonomi syariah tersebut merupakan perluasan dari peta jalan keuangan syariah dalam KNKS. Salah satu tujuan penyusunan peta jalan ekonomi syariah tersebut adalah supaya ada pihak yang mengurusi industri halal sehingga tidak bergerak sendiri-sendiri. "Harus ada kerja sama antara regulator dan pelaku usaha, dikaitkan dengan badan penjaminan halal yang sudah ada," ujar Bambang.

Peta jalan ekonomi syariah juga dinilai mampu mengembangkan sektor riil produk-produk halal yang kemudian turut memajukan industri keuangan syariah. "Kami makin percaya bahwa industri keuangan syariah hanya bisa berkembang kalau industri halalnya atau sektor riilnya berkembang," kata Bambang.

Bambang Brodjonegoro berharap industri halal dapat berkontribusi mengurangi defisit dari neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD). "Industri halal harus punya kontribusi mengurangi CAD, bagaimana meningkatkan ekspor produk dan jasa halal dari Indonesia sehingga bisa mengurangi defisit di neraca transaksi berjalan," kata Bambang.

Mantan menteri keuangan itu menjelaskan strategi pengembangan produk dan jasa halal dilakukan dengan penciptaan pasar baru sekaligus menjaga pasar yang sudah ada di Indonesia supaya tidak berkurang.

Bambang menjelaskan produk-produk halal posisinya masih banyak yang net impor, misalnya busana muslimah yang masih didominasi produk luar negeri meskipun ada sebagian produsen Tanah Air yang ekspor.

Tingginya impor produk halal salah satunya akibat belum ada koordinasi yang jelas mengenai pengembangan industri halal itu sendiri, termasuk di dalamnya industri keuangan syariah. "Boleh dibilang ini cenderung berjalan sendiri-sendiri. Di mana pengusaha yang memang ingin mengembangkan halal industri berupaya semaksimal mungkin, tapi kalau tidak ada dukungan yang terkoordinasi maka sulit untuk kita menjadi net produser," ujar Bambang.

Produk halal yang masih kebanyakan impor tersebut perlu dikelola agar bisa membantu mengurangi defisit neraca perdagangan terutama dari sisi impornya. "Targetnya mengurangi posisi Indonesia sebagai 'net consumer' tadi. Jadi lama-lama bisa menjadi net produser. Tapi butuh waktu. Jangka pendek adalah bagaimana mengurangi derasnya impor terkait produk halal," kata Bambang.

Ia menjelaskan potensi produk halal yang dapat dikelola untuk dapat berkontribusi positif antara lain sektor industri makanan dan minuman, sektor industri farmasi, dan sektor industri kosmetika.

Menurut data Halal Industry Development Corporation pada 2016, produk dan jasa halal diperkirakan mencapai 2,3 triliun dolar AS. Produk dan jasa halal ini mencakup beberapa sektor, di antaranya makanan, bahan dan zat adiktif, kosmetik, makanan hewan, obat-obatan dan vaksin, keuangan syariah, farmasi, dan logistik.

Jika melihat dari data Comtrade pada 2017, peran ekspor produk halal Indonesia mencapai 21 persen dari total ekspor secara keseluruhan.

Ia mengatakan, peran ekspor produk halal ini harus dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan pemanfaatan permintaan dari negara tujuan ekspor produk halal, serta potensi ekspor ke negara anggota OKI seperti Mesir, dan UAE.

Meski sudah menetapkan Peta Jalan Pengembangan Keuangan Syariah 2017-2019, kinerja industri berbasis syariah di Indonesia belum melaju cepat. Padahal, impian pemerintah hendak memberikan ruang tumbuh untuk industri jasa keuangan syariah di Indonesia. Dengan jumlah penduduk muslim terbesar, Indonesia punya mimpi jadi pusat keuangan syariah dunia.

Mustahilkah mimpi pemerintah? Jumlah populasi masyarakat muslim Indonesia 85 persen dari total penduduk Indonesia. Ini berarti Indonesia punya potensi pasar yang sangat tinggi bagi perbankan, Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), sampai dengan pasar modal yang berbasis syariah.

Berdasarkan data Global Islamic Finance Report 2016, Indonesia ada diposisi kesembilan sebagai negara yang memiliki aset keuangan syariah terbesar di dunia. Posisi tiga besar dipimpin oleh Arab Saudi, Iran, dan Malaysia. Menurut CEO Alami Syaria, Dima Djani, ada banyak faktor yang membuat industri keuangan syariah Indonesia kalah bersaing.

“Arah produk syariah Indonesia berorientasi pada sektor ritel seperti fesyen dan makanan. Sementara di negara seperti Arab Saudi, Iran, dan Malaysia sudah mulai merambah ke banyak sektor seperti keuangan dan investasi, serta pariwisata,” kata Dima yang juga seorang pengamat ekonomi syariah dalam rilis yang diterima Gatra.com, Selasa (22/5).

Jika dibandingkan dengan Malaysia, Dima menyebut setidaknya ada tiga hal yang memperlambat penetrasi inklusi dan literasi keuangan syariah di Indonesia. Pertama, komitmen pemerintah untuk mendukung industri keuangan syariah. Malaysia telah menetapkan kebijakan penempatan dana BUMN dan dana haji di perbankan syariah sejak lama. Sementara di Indonesia, dana kelolaan masih terfokus di perbankan konvensional.

“Tapi sudah mulai ada pergerakan dari pemerintah dengan membangun KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah) dan dukungan atas terbentuknya beragam lembaga syariah lain seperti antaranya Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), dan Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (ASBISINDO),” sebutnya.

Kedua, produk dan layanan yang variatif dengan tata kelola liberal. Industri jasa keuangan di Malaysia memiliki varian produk yang luas mulai dari jasa keuangan sampai pasar modal yang dikelola secara liberal. Ini berarti layanan tersebut terbuka bagi komunitas manapun tanpa memandang latar belakang agama. Bandingkan dengan Indonesia dimana industri keuangan syariah masih kental dengan afiliasinya terhadap komunitas muslim dan sebagai pilihan alternatif bagi kelas masyarakat tertentu.

Padahal, produk-produk keuangan syariah telah banyak dikenalkan oleh perbankan di negara dengan populasi muslim minoritas semisal Inggris. Di 2014 saja sudah terdapat 20 bank di Inggris yang menawarkan produk syariah dan terdapat 49 produk sukuk atau obligasi syariah. Islamic finance di kawasan Barat ini tumbuh mencapai 50 persen dibandingkan perbankan konvensional. “Hal ini menunjukkan, keunggulan dari segi layanan dan model bisnis merupakan daya tarik utama masyarakat untuk menggunakan jasa keuangan syariah, bukan berdasarkan agama,” imbuh Dima.

Ketiga, adaptasi teknologi untuk membuka akses informasi. Teknologi yang bergerak cepat merupakan peluang untuk mengemas produk dan layanan menjadi sebuah kebutuhan yang relevan bagi target pasar. Hal yang sama dilakukan oleh perusahaan fintech di Malaysia yang kini banyak bermunculan dengan fokus bisnis syariah.

Kuncinya, kata Dima, ada pada pemerintah. Regulasi terkait ini harus untuk mempermudah fintech syariah bermunculan. Seperti fintech dan perbankan syariah di Malaysia saling koeksis dan membentuk Islamic fintech hub yang solid di negara ini. “Dampaknya, jangkauan ke masyarakat makin luas, penetrasi produk dan layanan syariah semakin tinggi.” (dbs)

 

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…