Likuiditas Ekonomi Hanya Tumbuh 5,9%

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Likuiditas perekonomian atau disebut juga uang beredar dalam arti luas hanya tumbuh 5,9 persen secara tahunan (yoy) pada Juni 2018, lebih lambat dibandingkan Mei 2018 yang tercatat sebesar 6,0 persen (yoy). Kontraksi uang beredar ini, menurut laporan Bank Indonesia di Jakarta, Selasa, karena terjadi perlambatan pertumbuhan uang kartal secara signifikan dari 19,7 persen (yoy) di Mei 2018, menjadi hanya 7,9 persen (yoy) di Juni 2018.

Perlambatan pertumbuhan uang kartal masyarakat sepanjang Juni ini, diklaim karena kembalinya pola konsumsi masyarakat setelah pola konsumsi tinggi pada Ramadhan dan Lebaran yaitu Mei hingga awal Juni 2018. "Itu sejalan dengan pola musiman yaitu menurunnya tren konsumsi masyarakat setelah Idul Fitri," tulis BI dalam Analisa Uang Beredar periode Juni 2018.

Perlambatan pertumbuhan uang kartal itu memengaruhi pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit atau M1 yang sebesar Rp1452 triliun atau hanya naik 8,2 persen (yoy), lebih lambat dibandingkan Mei 2018 yang sebesar 10,1 persen. Adapun total uang beredar dalam arti luas (M2) di Juni 2018 sebesar Rp5.533,7 triliun.

Sedangkan berdasarkan faktor yang memengaruhi, Bank Sentral melihat pertumbuhan aktiva dalam negeri bersih melambat dari 8,3 persen (yoy) menjadi 6,9 persen (yoy) pada Juni 2018. Adapun posisi kredit yang disalurkan perbankan tercatat Rp4.992,3 triliun atau tumbuh 10,5 persen (yoy), meningkat dari 10,2 persen (yoy) pada Mei 2018. 

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati memperkirakan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2018 tumbuh sebesar 5,1 persen dengan investasi dan konsumsi rumah tangga sebagai faktor pendorong utamanya. “Dilihat dari kedua 'leading sector' itu, besar kemungkinan hingga triwulan II-2018, sekalipun ada momen Lebaran, hanya 5,1 persen,” kata Enny.

Enny menjelaskan bahwa indikator pertumbuhan ekonomi dari sisi investasi dapat dilihat dari pertumbuhan kredit perbankan sekaligus dari impor barang modal dan bahan baku. Ia mengatakan adanya peningkatan impor barang modal lebih banyak dimanfaatkan untuk pemenuhan percepatan infrastruktur, atau dengan kata lain, tidak masuk ke sektor industri. Kemudian, bahan baku yang diimpor juga lebih banyak merupakan bahan pangan untuk upaya stabilisasi harga menjelang lebaran dan impor migas untuk stok Pertamina supaya tidak terganggu.

 

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…