Angkutan Sembako Kelebihan Muatan Dapat Toleransi

 

NERACA

 

Jakarta - Angkutan sembako, air, pupuk, dan semen mendapatkan toleransi dari peraturan kelebihan muatan dan kelebihan dimensi (over dimension over loading/ODOL) yang diberlakukan mulai Rabu, 1 Agustus 2018. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi dalam diskusi di Jakarta, Selasa, menjelaskan toleransi tersebut yaitu masih diperbolehkan hingga kelebihan muatan sebanyak 50 persen.

"Hasil diskusi kemarin karena sembako hajat hidup orang banyak, jangan sampai berpengaruh terhadap harga. Jadi 50 persen toleransi 'overloading' belum kami tilang," katanya. Dia mengatakan keputusan tersebut merupakan hasil dari usulan para pelaku usaha serta sudah dibahas dengan Kementerian Perhubungan. "Saya diminta 'road map', ternyata setelah saya mendengarkan semua pelaku, saya lapor Pak Menteri dan internal kami, staf ahli, sangat ideal tetap kami berlakukan tapi lakukan langkah-langkah kebijakan itu," katanya.

Budi mengatakan pihaknya juga telah menyampaikan kepada sejumlah asosiasi, seperti Organisasi Angkutan Darat (Organda), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) terkait toleransi tersebut.

Dia juga mengantisipasi apabila terdapat penerapan yang belum berjalan lancar karena baru pertama kali dilakukan pada Rabu (1/8). Dari penerapan tersebut, lanjut dia, pihaknya juga akan mengevaluasi penerapan tersebut dan dimungkinkan untuk terjadi penyesuaian-penyesuaian. "Namanya juga baru pertama kali dinamikanya ada terhadap hal-hal kondisi yang ada di lapangan," katanya.

Pemberlakuan kebijakan untuk membatasi angkutan kelebihan dimensi dan muatan (overdimension overload) akan dimulai pada 1 Agustus 2018. Budi mengatakan sudah banyak berkurang dari data sebelumnya, yaitu mencapai 78,60 persen terhitung mulai dari 19 April sampai 30 Juni 2018. "Dari 55.000 truk yang masuk, yang melanggar itu 43.239 truk atau 78,60 persen, bayangkan hampir semua melanggar," katanya.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto mengatakan para pelaku usaha truk menginginkan ada perbaikan kinerja sektor truk dengan menertibkan truk yang melanggar overdimensi dan overloading agar mengurangi kemacetan untuk mendorong produktivitaa angkutan truk dan menekan angka kecelakaan. “Para pelaku usaha truk juga memiliki keresahan yang sama soal ini karena selama ini truk dinilai sebagai angkutan barang paling murah," katanya.

Carmelita menambahkan penerapan pada 1 Agustus memerlukan kerja sama dan kesamaan pemahaman seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, para pelaku usaha truk dan juga para pemilik barang sebagai pengusaha. “Kesepahaman antara pemerintah, pelaku usaha truk dan para pemilik barang sebagai pengguna jasa diperlukan agar penertiban pada awal Agustus dapat berjalan baik," katanya.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan saat ini masih banyak ditemui truk yang kelebihan muatan dan kelebihan ukuran beroperasi di jalanan sehingga menyebabkan jalan rusak. "Akibat sering dilalui kendaraan bermuatan lebih dan ukuran maka jalan rusak maka pemerintah harus menanggung biaya perbaikan jalan hingga Rp43 triliun per tahun. Suatu angka yang cukup besar," kata Menhub. Dikatakan, pemerintah akan menindak tegas seluruh angkutan barang bermuatan dan berukuran lebih, yang melintas di jalan tol dan nontol dalam upaya mengurangi kerusakan jalan serta angka kecelakaan.

Menhub mengatakan aturan larangan kendaraan angkutan kelebihan muatan barang dan ukuran melintasi jalan raya sebenarnya bukan ketentuan baru. Namun demikian, diakuinya, selama ini ketentuan tersebut masih banyak kelonggaran. Akibat banyaknya angkutan barang melebihi kapasitas, negara mengalami kerugian sekitar Rp43 triliun per tahun untuk biaya perbaikan jalan rusak. Padahal pemerintah setiap tahun hanya menganggarkan Rp26 triliun untuk perbaikan jalan.

Demikian juga jika dilihat dari kecepatan, Menhub Budi mengatakan akibat truk kelebihan muatan barang dan ukuran, maka laju kendaraan hanya bisa mencapai 40 kilometer per jam dari yang seharusnya bisa mencapai 60-70 kilometer per jam.

 

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…