Sanusi: Lapas Sukamiskin Tidak Mewah

Sanusi: Lapas Sukamiskin Tidak Mewah

NERACA

Jakarta - Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi membantah adanya sel-sel mewah di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung.

"Kalau ada orang bilang mewah itu 'kan asumsi orang, mewah kalau dulu pakai kloset duduk tahun 1945 itu baru mewah, kalau sekarang tidak mewah. Bayangkan itu material sudah 100 tahun yang lalu kalau kita tidak plester ulang debunya jatuh ke muka. Terus kalau kita tidur, kepala kita di WC," kata Sanusi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (25/7).

Sanusi berada di Pengadilan untuk mengajukan Permohonan Kembali (PK) terhadap vonis 10 tahun yang dijatuhkan kepada dirinya. Sanusi menilai ada kekhilafan hakim saat membuat putusan.

Majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan memperberat vonis Sanusi menjadi 10 tahun ditambah denda Rp550 juta subsider 4 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dan perampasan harta benda karena terbukti menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait reklamasi dan tindak pidana pencucian uang.

"Perbedaannya kalau Anda cari kosan pasti carinya kamar tidur yang ada kamar mandinya. Kalau kami ini tidak, WC yang ada tempat tidurnya. Jadi tidak bisa dibilang mewah. Kita cari WC yang ada kasurnya, karena semua dijadiin satu sama WC," ungkap Sanusi yang mengubah tampilan rambutnya dengan cukuran tipis di bagian samping tersebut.

Menurut Sanusi, narapidana yang tergolong mampu di lapas Sukamiskin hanya sekitar 5 persen dari penghuni lapas."Di sana itu orang hukumannya panjang kemudian yang usianya sudah tua banyak sekali 75 tahun ke atas, jangan dilihat yang punya uang, yang tidak punya uang itu banyak sekali, mungkin yang punya (uang) cuma 5 persen ke bawah lah," tambah Sanusi.

Sanusi bahkan membantah ada fasilitas tambahan seperti pendingin udara (AC) dan televisi di kamar selnya."Saya kurang suka yang dingin karena lahir di Priok, lama di Priok jadi saya 'enggak demen'. Di Bandung sudah dingin, terakhir 16 derajat saya saja tidur pakai kaus kaki, jadi tidak perlu pakai AC. Saya memang pernah ditawari (fasilitas) tapi buat apa? Misalnya TV, di depan kamar saya ada koridor, ada TV-nya TV besar lagi ramai-ramai nonton bola," jelas Sanusi.

Tawaran lain yang pernah datang ke Sanusi misalnya mengambil sel yang sudah pernah direnovasi oleh narapidana sebelumnya."Misalnya kamar Rio Capella, jadi Rio Capella merenovasi kamarnya, saat dia keluar, kan wajar ada orang yang menempati kamarnya dia ganti (uang). Itu saja, jadi tidak ada transaksi sama lapas," ungkap Sanusi.

Adik dari Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi itu juga mengaku kecewa dengan pembongkaran saung-saung di lapas Sukamiskin yang dilakukan oleh Ditjen Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM pada Selasa-Rabu (24-25 Juli 2018).

"Semalam kalian dengar semua 'kan saung dibongkar semua nanti Anda datang hari Sabtu deh bagaimana orang ketemu keluarganya itu di emperan jalan nanti. Padahal di sana ada bekas ketua dewan ketua partai, jasanya banyak jangan disepelekan, tidak pernah dilihat ini negara sepertinya tidak berucap terima kasih," kata dia.

"Jadi seolah-olah jadi sampah ya Coba aja diliat ada gak ruang kunjungan di Sukamiskin. Enggak ada! Cuma itu satu satunya yang buat kunjungan keluarga, sekarang hancur kita mau enggak mau ya berebutan di emperan yang tidak kena panas," kata Sanusi. Ant

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…