Lobi GSP, Indonesia Butuh Dukungan Importir AS

 

NERACA

Jakarta – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menggalang dukungan dari importir asal Amerika Serikat (AS) terhadap kebijakan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan oleh pemerintah Negeri Paman Sam tersebut untuk Indonesia. Enggartiasto mengatakan, langkah itu dilakukan sehubungan dengan rencana pemerintah AS yang akan melakukan peninjauan kembali pemberian fasilitas tersebut kepada Indonesia.

Para importir AS tersebut membutuhkan skema GSP untuk menunjang keberlangsungan bisnis mereka. "Indonesia memahami ada review atas penerima GSP. Namun, Indonesia berharap hasil review tidak mengganggu ekspor Indonesia ke AS dan tidak memberi dampak pada industri domestik AS yang selama ini memanfaatkan skema GSP," kata Enggartiasto di Jakarta, sebagaimana disalin dari laman Antara, Rabu (25/7).

Enggartiasto menambahkan, tanpa skema GSP tersebut, harga produk buatan Amerika Serikat akan mengalami kenaikan dan menyebabkan terganggunya daya saing produk-produk tersebut. Para importir terlibat aktif dalam rapat dengar pendapat bersama Pemerintah AS selama proses peninjauan ulang atas negara-negara yang mendapat GSP.

Menurut Enggartiasto, GSP memberikan manfaat besar baik bagi ekspor Indonesia maupun industri dalam negeri AS. GSP merupakan kebijakan AS berupa pembebasan tarif bea masuk (nol persen) terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara penerima fasilitas tersebut.

Pada 2017, produk Indonesia yang menggunakan skema GSP l bernilai 1,9 miliar dolar AS. Angka tersebut masih jauh di bawah negara-negara penerima GSP lainnya seperti India sebesar 5,6 miliar dolar AS, Thailand 4,2 miliar dolar AS, dan Brasil 2,5 miliar dolar AS.

Jika GSP akhirnya dicabut oleh AS, neraca perdagangan Indonesia akan semakin tertekan. Dalam GSP tersebut, ada 3.546 tarif yang mendapat keringanan bea masuk dari AS. Selama ini, menurut catatan pemerintah AS, GSP itu juga yang membuat Indonesia menikmati surplus neraca perdagangan hingga 14 miliar dolar AS.

Produk-produk Indonesia yang diekspor ke AS dan masuk ke dalam komoditas penerima GSP antara lain ban karet, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat-alat musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai.

AS, negara raksasa ekonomi terbesar di dunia, sedang mengevaluasi fasilitas GSP yang mereka berikan terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Evaluasi ini merupakan permintaan Presiden AS Donald Trump mempertimbangkan surplus perdagangan yang terus dinikmati Indonesia. Trump dikabarkan akan memutuskan mengenai keberlanjutan GSP ini pada November 2018.

Selain untuk meminta dukungan soal pemberian program GSP tersebut, langkah tersebut juga dilakukan untuk menghadapi kenaikan tarif impor besi baja dan aluminium dari Amerika Serikat. Kenaikan bea masuk produk besi baja dan aluminium tidak hanya akan merugikan Indonesia sebagai eksportir, tetapi juga pelaku usaha AS.

"Biaya produksi pelaku usaha AS mereka akan meningkat, bahkan pasokan untuk proses produksi dapat terganggu. Akhirnya dapat merugikan daya saing perusahaan AS juga," kata Enggartiasto.

Para importir baja AS yang hadir dalam pertemuan mengatakan kenaikan bea masuk dapat membuat produk baja impor tidak kompetitif serta menahan laju pertumbuhan industri. Mereka mengakui produk Indonesia berkualitas baik dan produk tersebut memang tidak diproduksi oleh AS.

Sehingga, hal tersebut semestinya tidak menjadi ancaman bagi industri baja AS. Keputusan pengenaan tarif impor sebesar 25 persen untuk produk baja dan 10 persen untuk produk aluminium telah ditandatangani Presiden AS Donald Trump pada 18 Maret 2018 lalu.

Ekspor produk besi baja Indonesia ke AS pada tahun 2017 tercatat sebesar 112,7 juta dolar AS atau hanya 0,3 persen pangsa pasar AS. Nilai ini disebabkan oleh penerapan bea masuk antidumping dan countervailing duty yang telah berlangsung cukup lama.

Sementara itu ekspor aluminium ke AS tercatat sebesar 212 juta dolar AS dan pangsa pasar 1,2 persen pada 2017. Bagi Indonesia, nilai ekspor tersebut berkontribusi terhadap 50 persen ekspor aluminium Indonesia ke dunia. munib

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…