Pimpin OTNAS, RI Ingin Wujudkan Perdamaian Dunia

NERACA

Jakarta – Indonesia ingin menjadi lebih aktif dalam upaya penegakan Konvensi Senjata Kimia (KSK) guna mewujudkan perdamaian dunia. Hal ini ditandai dengan didirikannya Otoritas Nasional Senjata Kimia (OTNAS) yang dikukuhkan melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2017 tentang OTNAS.

“OTNAS merupakan sebuah lembaga yang mengemban amanat pelaksanaan KSK di Indonesia, yang juga melaksanakan mandat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara Sarasehan OTNAS di Jakarta, disalin dari siaran resmi.

Dalam susunan kelembagaannya, OTNAS diketuai oleh Menteri Perindustrian dengan beranggotakan perwakilan dari 11 instansi pemerintah, yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kepolisian RI, TNI, LIPI, dan BPOM.

“Salah satu tugas utama OTNAS adalah melakukan pengawasan terhadap bahan-bahan kimia tertentu  yang termaktub dalam KSK yang terdiri dari bahan kimia daftar 1, bahan kimia daftar 2, bahan kimia  daftar 3, dan bahan kimia organik diskret nondaftar,” papar Airlangga.

Menperin menjelaskan, bahan kimia daftar tersebut merupakan bahan kimia yang bersifat dual use. Artinya, selain bermanfaat dalam menopang kebutuhan dan kegiatan manusia sehari-hari, bahan kimia juga bisa disalahgunakan dan membahayakan bagi keselamatan manusia dan lingkungan.

“Oleh karena itu, Kehadiran OTNAS diharapkan dapat menekan penyalahgunaan dan bencana akibat bahan kimia,” tegasnya. Ini pun menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mencegah penyalahgunaan bahan kimia dalam aksi terorisme.

Di sisi lain, dalam memasuki era revolusi industri 4.0 yang menuntut otomatisasi dan digitalisasi di dalam setiap aktivitas industri, juga sejalan dengan semangat KSK dan OTNAS dalam menerapkan manajemen bahan kimia baik di lingkungan industri maupun di kalangan masyarakat.

“Prinsip industri 4.0 yang padat teknologi tinggi ini diciptakan untuk membuat proses produksi menjadi lebih efisien, ramah lingkungan dan memperkecil tingkat kesalahan manusia (human error). Semangat ini yang sama,” ungkapnya.

Airlangga menambahkan, OTNAS memiliki fungsi strategis sebagai koordinator dan penghubung antara pemerintah Indonesia dengan organisasi internasional atau Negara Pihak. Selain itu, menyelenggarakan fungsi koordinasi dengan instansi pemerintah terkait.

“OTNAS menjadi perwakilan dari Indonesia sebagai salah satu Negara Pihak dan bertanggung jawab dalam pemenuhan hak dan kewajiban sebagai Negara Pihak,” jelasnya. Sejak tanggal 12 Desember 1998, Indonesia resmi menjadi Negara Pihak dan hingga saat ini terdapat 193 negara yang telah meratifikasi KSK.

KSK atau juga disebut Chemical Weapons Convention (CWC) merupakan perjanjian global terkait pemusnahan senjata pemusnah massal khususnya senjata kimia yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa Bangsa pada tahun 1992. Sebagai salah satu wujud keaktifan Indonesia dalam ketertiban dan keamanan dunia, pada tanggal 13 Januari 1993 di Paris, Indonesia ikut menandatangani KSK bersama-sama dengan 129 negara.

Pada kesempatan yang sama, Menperin mengatakan, pihaknya tengah mengusulkan agar di Indonesia dapat dibangun laboratorium rujukan kimia yang memiliki standar internasional. Pasalnya, keberadaan laboratorium tersebut di wilayah Asia Tenggara baru ada satu, yaitu di Singapura.

“Laboratorium rujukan tersebut secara khusus dikembangkan untuk analisa prekursor dan hasil degradasi senjata kimia untuk mendukung implementasi KSK di tingkat nasional,” jelasnya. Menurut Airlangga, laboratorium itu juga bisa menjadi hub serta rujukan bagi pengembangan industri kimia di negara Asean.

“Indonesia sebagai negara yang memiliki sejumlah industri kimia yang unggul di Asean, tentunya kita mempunyai kesempatan untuk membangun laboratorium yang sama seperti di Singapura. Ini yang akan didorong dari Kemenperin agar ada satu laboratorium rujukan kimia di Indonesia karena juga akan dimanfaatkan untuk pengembangan industri kimia nasional,” paparnya.

Airlangga meyakini, laboratorium rujukan kimia tersebut mampu memfasilitasi pengembangan industri kimia nasional agar lebih berdaya saing global terutama dalam memasuki era revolusi industri generasi keempat.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…