Petani Tertipu Importir Bawang Putih - Buka Lahan Ratusan Juta Tidak Ada Realisasi Tanam Bibit

Petani Tertipu Importir Bawang Putih

Buka Lahan Ratusan Juta Tidak Ada Realisasi Tanam Bibit

NERACA

Jakarta - Kelompok tani di Ijen, Bondowoso, Jawa Timur mengaku menjadi korban janji Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia, Pieko Nyoto Setiadi hingga mengalami kerugian ratusan juta rupiah. 

Para petani, Malik, Marsaid, Juri dan Fera menduga mereka menjadi korban penyelewengan realisasi wajib tanam 5 persen dari kuota impor yang menjadi syarat untuk mendapatkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH).

Seperti diketahui berdasarkan Permentan Nomor 38/2017 tentang rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH), importir diwajibkan menanam 5 persen bibit bawang putih dari jumlah rencana impor yang akan diajukannya. Akibatnya untuk memenuhi syarat permohonan RIPH tersebut berbagai upaya dilakukan para importir.

Tanpa terkecuali Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia Pieko Nyoto Setiadi melakukan perbuatan tercela dengan memanfaatkan empat petani di kawasan Perhutani Ijen Bondowoso membuat MoU perjanjian fiktif seakan-akan bekerjasama dalam menanam wajib tanam 5 persen.

Fera, mewakili ketiga temannya petani bawang putih kepada wartawan mengungkapkan awalnya mereka kedatangan H Ali dari PT Citra Gemini Mulya yang belakangan diketahui milik Piko Nyoto Setiyadi. Mereka awal kerjasama diminta untuk menyediakan 75 hektar dan berikutnya 100 hektar dengan kompensasi akan diberikan dana per hektarnya masing-masing diberikan untuk sewa lahan Rp2,5 lalu uang membersihkan lahan dari tanaman liar Rp3 juta dan biaya menanam bibit bawang hingga panen Rp15 juta.

Setelah berkomunikasi dengan Piko Nyoto 4 kali lewat telepon genggam dan beberapa kali Piko Nyoto turun ke lokasi, mereka kemudian menandatangani nota kesepahaman atau MoU pada bulan Januari 2018 antara para petani dengan direktur PT Citra Gemini Mulya Teguh dwi jadtmiko.

Namun pasca MoU diatas materai hingga sekarang kata Fera, tidak ada pengiriman bibit bawang putih ke petani termasuk pemberian dana satu rupiah pun, padahal mereka sudah membersihkan lahan untuk menanam bibit seluas 35 hektar menyewa alat berat.“Haji Ali orangnya Pak Piko langsung hilang, HP nya sudah tidak aktif, saya langsung telepon beberapa kali ke Pak Piko dan dijanjikan terus sama Pak Piko akan dikirimkan bibit nyatanya sudah tujuh bulan ini tidak sama sekali,” kata dia.

Fera baru sadar dia dan teman-teman petani kena tipu, dimana PT Citra Gemini Mulya hanya butuh bukti MoU dan tanda tangan petani untuk mendapatkan RIPH seakan-akan sudah melaksanakan wajib tanam 5 persen dan mempekerjakan petani lokal.

Selain itu dana yang dijanjikan untuk menyewa lahan Rp2,5 juta/hektar serta membersihkan lahan Rp3 juta/hektar tidak ada ganti sama sekali.“Apalagi ngasih limabelas juta per hektar untuk biaya bercocok tanam, gantian tiga juta bersihin lahan dan sewa ke Perhutani dua setengah juta per hektar saja tidak ada, padahal sudah tigapuluh lima hektar kita bukakan lahan,” cerita Fera.

Fera mengungkapkan mereka mengalami kerugian material sekitar Rp250 juta bila 35 hektar dikalikan Rp3 juta sama dengan Rp105 juya dan sewa lahan ke Perhutani Rp2,5 juta/hektar sebesar Rp87.500.000.

Selain di Ijen Bondowoso, beberapa petani lainnya di Jawa Timir, NTB dan lainnya mengalami hal serupa, dimana importir hanya mencari tanda tangan kerja sama dengan petani lalu memasang plang di lahan petani lalu memotretnya kemudian bukti tanda tangan dan foto dijadikan lampiran dokumen mengajukan RIPH seakan-akan importir benar-benar sudah mempekerjakan para petani.

Sejak pemerintah mengeluarkan regulasi wajib tanam 5 persen, tidak sedikit masyarakat petani mendapatkan tawaran yang menggiurkan dari para importir. Petani cukup mengatakan kepada pihak pemerintah yang datang mengecek, bahwa lahan tersebut adalah benih yang ditanam oleh pihak importir.

"Saya pernah ditawarkan, untuk lima hektare lahan akan dibayar Rp200 juta. Tugasnya hanya mengatakan kepada pemerintah yang datang mengecek lapangan, bahwa bawang putih itu adalah milik perusahaan importir," tutur Ahmadi, petani lainnya. Mohar

 

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…