APBN 2018 Cermin Kepastian

Kepastian pemerintah tidak mengubah postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 merupakan cermin rasa percaya diri penyelenggara negara. Pasalnya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati melihat APBN 2018 masih sesuai dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan sehingga tidak membutuhkan APBN Perubahan.

Kita menilai rasa percaya diri pemerintah boleh-boleh saja, namun jangan sampai menjurus percaya diri yang berlebihan (over confidence) di tengah situasi ekonomi global yang tak menentu belakangan ini. Karena faktanya asumsi ekonomi makro melesat jauh dari kondisi sebenarnya, rerata kondisi ekonomi makro melampaui angka yang diasumsikan dalam APBN 2018.

Jika menyimak pengalaman seperti tahun-tahun sebelumnya, ketika kondisi ekonomi makro sudah bergeser jauh dari asumsinya, pemerintah biasanya melakukan APBN Perubahan. Bahkan dalam setahun bisa saja terjadi perubahan anggaran dua kali dikarenakan kondisi ekonomi global dan lokal yang tidak mencerminkan kepastian.

Keputusan Presiden Jokowi tidak merevisi APBN 2018 memang memiliki dampak netral-positif bagi pasar. Netral karena pemerintah sering kali menyatakan tak ingin ada revisi APBN 2018 seiring anggaran yang didesain konservatif, sehingga memberi ruang cukup untuk penyesuaian. Seperti dampak positif penerimaan pajak di bawah kepemimpinan Dirjen Pajak Robert Pakpahan meningkat, meski tetap di bawah target optimistis, mengingat ekspektasi pertumbuhan pajak tahun ini sebesar 17% hingga 18%.

Sri Mulyani mengakui, penerimaan negara masih terjaga dengan baik dengan proyeksi pada akhir tahun bisa mencapai target yang telah ditetapkan dalam APBN. Pendapatan ini terbantu oleh penerimaan pajak yang realisasinya mencapai 40% dari target hingga semester I-2018 dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang didukung oleh tingginya harga minyak dunia. Selain itu, kebutuhan belanja negara juga masih sesuai dengan yang direncanakan, termasuk belanja akomodasi tambahan untuk keperluan mendesak dan penyelenggaraan Asian Games.

Namun, ada kalanya memang pemerintah bisa mempercepat pengajuan APBN-P karena ketidakpastian ekonomi sudah begitu terasa. Contohnya saat terjadi krisis Subprime  Mortgage di Amerika pada 2008 dan krisis utang Eropa 2013. Ketika itu dunia memang tengah dilanda kepanikan akibat puncak krisis finansial di Amerika Serikat, yang kemudian menular ke hampir seluruh negara di dunia. Bursa saham anjlok, pasar uang ketat, dan harga komoditas melonjak gila-gilaan.

Nah, saat ini beberapa asumsi makro dalam APBN 2018 sudah tidak sesuai dengan realisasi rata-rata, seperti harga ICP minyak, nilai tukar rupiah dan lifting minyak. Harga minyak mentah Indonesia yang diasumsikan sebesar US$48 per barel, realisasinya hingga akhir Juni 2018 sudah mencapai US$79 per barel.

Begitu juga asumsi nilai tukar rupiah dalam APBN 2018 dipatok pada level Rp13.400, sementara realisasinya rupiah sempat menembus level Rp14.500. Itupun dengan mengorbankan cadangan devisa sebesar US$12 miliar  atau setara Rp173,4 triliun dan kenaikan suku bunga acuan BI (7 Day Reverse Repo Rate) sebanyak tiga kali menjadi 5,25%

Sedangkan asumsi inflasi tahun 2018 ditetapkan 3,5% dan realisasinya sesuai dan terkadang lebih rendah. Sedangkan lifting minyak ditetapkan 800.000 per hari, sedangkan lifting gas ditetapkan 1,2 juta barel setara minyak per hari. Dalam kaitan ini masih relevan, walaupun ada fluktuasi tipis.

Meski demikian, menurut Menkeu, pemerintah tidak akan mengajukan APBN Perubahan karena kenaikan harga minyak dunia ini telah memberikan tambahan pendapatan dari PNBP sektor migas. Tambahan penerimaan tersebut ikut memberikan dampak positif karena bisa menekan postur defisit anggaran, seiring dengan membaiknya penyerapan belanja negara.

Tidak adanya APBN Perubahan merupakan hal yang jarang terjadi karena pemerintah selalu mengajukan APBN Perubahan setiap tahun akibat asumsi makro yang meleset. Namun, perubahan APBN tidak selalu berdampak positif. Bongkar pasang APBN menunjukkan lemahnya kemampuan perencanaan pemerintah. Bagaimanapun, APBN merupakan kompas bagi arah pembangunan di negeri ini.

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…