Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi
Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo
Belum genap sepekan sukses dari pilkada serentak telah diwarnai dengan operasi tangkap tangan (OTT) Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf dengan dakwaan korupsi dana alokasi khusus. Realitas ini menjadi ironi di tengah harapan munculnya kepala daerah berintegritas melalui pilkada serentak. Ironisnya, sukses pilkada kemarin juga diwarnai dengan kemenangan kotak kosong dan juga sejumlah kandidat koruptor yang sukses mendulang suara secara signifikan. Fakta ini menegaskan bahwa publik masih tidak merespons tuntutan terkait pengebirian hak koruptor untuk dipilih sehingga bertolakbelakang dengan harapan KPU.
Tentu tidak bisa mengekang suara publik dalam pilkada selama regulasi untuk menolak suara para koruptor tidak mendapatkan kekuatan hukum secara tetap. Oleh karena itu, wajar jika akhirnya para koruptor dan mantan koruptor masih memiliki kekuasan di daerah untuk mendapatkan suara signifikan. Jadi, fenomena ini menjadi kontradiksi dan karenanya beralasan jika tekanan untuk balik modal pasca pilkada menjadi tinggi yang kemudian langkahnya adalah melakukan korupsi, baik melalui pengadaan atau model klasik penggelembungan anggaran.
Meski sudah banyak OTT oleh KPK namun nyali untuk terus korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah masih terus ada. Seolah OTT tidak bernyali mereduksi semangat para kepala daerah untuk terus korupsi. Bahkan dana otsus dan dana desa juga rentan untuk menjadi obyek korupsi baru. Apa yang terjadi dengan kasus Bupati Aceh memberikan warning bahwa dana Otsus dengan besaran yang cukup fantastis bisa menjadi muasal bagi korupsi. Artinya, dana Otsus yang seharusnya dimanfaatkan sebagai modal tambahan bagi pembangunan ekonomi di daerah ternyata justru dikorupsi dan mengabaikan misi pembangunan kesejahteraan.
Dana Otsus sejatinya hampir mirip dengan dana desa namun besaran dan kemanfaatan dari penggunaanya sedikit berbeda. Sebagai perbandingan dana otsus tahun ini sebesar Rp.16,06 triliun yang terdiri dari dana otsus untuk Aceh Rp.8,03 triliun, Papua Barat Rp.2,41 triliun dan Papua Rp.5,62 triliun. Bandingkan dengan tahun 2017 yaitu untuk Aceh Rp.8 triliun, Papua Rp.5,6 triliun dan Papua Barat Rp.2,4 triliun, sedangkan pada tahun 2016 untuk Aceh Rp.7,71 triliun, Papua Rp.5,4 triliun dan Papua Barat Rp.2,31 triliun. Nominal dari besaran dana Otsus tersebut menjadi tantangan bagi kepala daerah di ketiga daerah tersebut untuk membangun dan mengembangkan daerahnya, bukannya justru dikebiri dengan korupsi yang mengaburkan semangat pembangunan di daerah. Terlepas dari kasus OTT Gubernur Aceh, yang pasti, bahwa kerawanan korupsi dana otsus harus menjadi pembelajaran agar ke depan bisa dicegah karena ancaman dibalik dana Otsus adalah kesejahteraan, kemiskinan dan pengangguran di daerah. Padahal, jika ini terus terjadi maka ancaman migrasi akan meningkat.
Belajar dari kasus OTT sejumlah kepala daerah di era Otda maka beralasan jika era Otda telah terjadi salah kaprah karena pemekaran yang terjadi justru berdampak sistemik terhadap penciptaan dinasti kekuasaan yang kemudian hal ini berlanjut kepada perilaku korup. Di satu sisi, biaya mahal pilkada menjadi argumen dibalik maraknya OTT kepala daerah karena tuntutan balik modal dan di sisi lain pilkada diyakini sebagai tuntutan bagi sejumlah kepala daerah untuk melanggengkan kekuasaan. Terlepas dari berbagai faktor yang mendasari, yang jelas ancaman korupsi sejumlah OTT adalah keberlanjutan pembangunan dan pemerintahan di daerah.
Oleh : Abdul Aziz, Mahasiswa Fikom di PTN Jakarta Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan merupakan hal vital bagi…
NERACA Jakarta - Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan fakta bahwa mayoritas perusahaan layanan finansial berbasis…
NERACA Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan penurunan tarif tol…
Pekan silam atmosfir media kita, untuk kesekian kalinya, kembali disesaki isu-isu tak bermutu. Ada Walikota Semarang Hendrar Prihadi yang bikin…
Oleh: Yayat Supriatna Pengamat Tata Kota Presiden Jokowi telah menugaskan Wakil Presiden Jusuf Kalla memnenahi persoalan pengelolaan rencana tata…
Oleh: Fauzi Aziz Pemerhati Ekonomi dan Industri Saving and investment gap tetap menjadi isu penting dalam pembangunan. Dan gap…