Sjamsul Nursalim Menolak Disebut "Misrepresentasi" Kredit

Sjamsul Nursalim Menolak Disebut "Misrepresentasi" Kredit 

NERACA

Jakarta - Pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim menolak disebut melakukan "misrepresentasi" utang petambak yang dijaminkan oleh dua perusahaan milik Sjamsul, yaitu PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM).

"Tanggapan Sjamsul Nursalim dalam pertemuan itu saya tidak ingat persis apakah menolak misrepresentasi. Akan tetapi, saya ingat pertemuan pertama 'financial advisor'-nya mengatakan tidak ada misrepresentasi," kata mantan Kepala Divisi Litigasi Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Robertus Bilitea di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (9/7).

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Sjamsul Nusalim menampilkan piutang BDNI kepada petambak untuk diserahkan kepada BPPN seolah-olah sebagai piutang lancar, padahal kredit petambak telah macet dan dijamin oleh PT DCD dan tidak diungkap oleh Sjamsul kepada BPPN."Dalam BAP saudara nomor 68 disebut pertemuan dipimpin Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung, dihadiri saya, Sjamsul Nursalim, penasihat hukumnya Adnan Buyung Nasution. Setelah itu, Sjamsul menolak ada misrepresetnasi," tambah Robertus.

Robertus juga menjelaskan bahwa ada Tim Bantuan Hukum (TBH) BPPN yang sudah meneliti kewajiban mana yang sudah maupun belum dipenuhi oleh Sjamsul. Pada tanggal 14 Mei 2002, TBH mengeluarkan dua hasil penelitian, yaitu pertama, Sjamsul belum memenuhi sepenuhnya beberapa kewajiban kepada BPPN dalam Master Settlement Aqcuisition (MSAA).

"Yang saya ingat pemenuhan pembayaran Rp1 triliun belum dibayar. Kedua, saudara Sjamsul memberikan keterangan yang tidak benar dengan atau dengan istilah melanggar perjanjian atau 'misrepresentation wordies'. Pada saat perjanjian ditandatangani, dia tidak mengungkapkan terhadap fakta material bahwa PT DCD adalah penjamin dari petambak Dipasena dan kondisinya saat itu sepengetahuan saya dalam kedaan default dua hal itu seingat saya intens dibicarakan," kata JPU KPK Wayan Riana membacakan BAP Robertus.

Pada tanggal 14 Mei 2002, Syafruddin sudah menjadi Ketua BPPN."TBH melakukan 'review' kepada banyak obligor salah satunya MSAA Sjamsul Nursalim oleh TBH dilaporkan ke KKSK, kemudian KKSK mengembalikan ke BPPN melalui Pak Ketua dan saya ikut dua kali pertemuan. Dalam pertemuan itu diutarakan temuan TBH misrepresentasi dan disampaikan kepada kuasa hukum Sjamsul yang saya lupa siapa mereka dan mereka menyatakan tidak ada misrepresentasi tetapi menurut kami misrepresetnasi," jelas Robertus.

Pertemuan itu dilakukan setelah ada perintah Syafruddin selaku Ketua BPPN. 

Kemudian Robertus juga mengatakan status perusahaan milik Sjamsul Nursalim yaitu PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira di BPPN sempat menggantung."Karena statusnya menggantung, tidak menentu, kami membuat memo kepada Wakil Ketua BPPN saat itu," kata Robertus.

Ia juga meminta klarifikasi status penanganan Dipasena. Kalau masih berada di Divisi Litigasi, tindakan pihaknya tetap di jalur hukum, kecuali Dipasena bersedia membayar 10 persen dari total kewajibannya maka dia bisa masuk ke restrukturisasi lagi

Robertus bersaksi untuk terdakwa mantan Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung yang didakwa bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-Jakti serta pemilik Bank Dagang Negara (BDNI) Sjamsul Nursalim dan Itjih S. Nursalim melakukan dugaan korupsi penerbitan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham BDNI yang merugikan keuangan negara Rp4,58 triliun.

BDNI adalah salah satu bank yang dinyatakan tidak sehat dan harus ditutup saat krisis moneter pada tahun 1998. Berdasarkan perhitungan BPPN, BDNI per 21 Agustus 1998 memiliki utang (kewajiban) sebesar Rp47,258 triliun, sedangkan aset yang dimiliki BDNI sebesar Rp18,85 triliun, termasuk di dalamnya utang Rp4,8 triliun kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) milik Syamsul Nursalim.

BPPN pada tanggal 27 April 2000 memutuskan utang petambak yang dapat ditagih adalah Rp1,34 triliun dan utang yang tidak dapat ditagih sebesar Rp3,55 triiun diwajibkan untuk dibayar kepada pemilik atau pemegang saham PT DCD dan PT WM. Namun, Sjamsul Nursalim juga tidak bersedia memenuhi kewajiban itu karena menilai kredit itu kredit usaha rakyat (KUR). Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…