Akademisi: PKPU Anti-Koruptor Aman Secara Hukum

Akademisi: PKPU Anti-Koruptor Aman Secara Hukum 

NERACA

Jakarta - Dosen Hukum Tata Negara Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menegaskan secara hukum dan etika, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 20/2018 yang didalamnya mengatur partai politik untuk tidak mengajukan mantan napi koruptor sebagai calon legislatif tidak bermasalah.

"Dengan Kementerian Hukum dan HAM mengundangkan tanggal 3 Juli 2018, maka secara formil dia aman, sah berlaku, secara substansi jauh lebih aman lagi karena sudah melalui penyelarasan," kata dia di Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat (6/7).

Menurut Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) tersebut, Kementerian Hukum dan HAM telah melakukan penyelarasan dan menghapuskan pasal 7 ayat 1 huruf h terkait dengan persyaratan bakal calon yang selama ini dinilai bertentangan dengan UU Pemilu 2017 dan keputusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015.

Dalam 7 Ayat 1 huruf h tersebut, persyaratan bakan calon berbunyi, "Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi." Sementara UU Pemilu 2017 pasal 240 ayat 1 huruf g, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Dalam PKPU No. 20/2018 yang telah diundangkan tersebut tidak melarang seseorang untuk mencalonkan diri. Namun demikian, PKPU tersebut mengatur Partai Politik dalam pengajuan calon anggota legislatif, sehingga substansi untuk pemberantasan korupsi tetap terjaga, tuturnya.

PKPU yang telah diundangkan dan ditandatangani oleh Kementerian Hukum dan HAM tersebut mengatur bahwa partai politik yang melaksanakan seleksi calon legislatif tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak dan korupsi. Hal ini diatur dalam pasal 4 ayat 3. Kemudian diperkuat dengan pasal 6 ayat 1 huruf e, yang mengatur Partai Politik harus menandatangani Pakta Integritas dan melaksanakannya.

Pakta integritas tersebut, menurut dia, memiliki sanksi administratif, apabila tidak dilaksanakan saat masih Daftar Calon Sementara (DCS), maka akan dikembalikan untuk diganti. Namun, bila sudah tahap Daftar Calon tetap, KPU dapat mencoretnya.

Untuk itu, menurut dia, upaya untuk melakukan "judicial review" PKPU ke Mahkamah Agung perlu dipikir dua kali. Meski menurut dia, upaya untuk melakukan judicial review tersebut merupakan hak warga negara."Aman, tapi kita tidak bisa melarang orang menguji ke Mahkamah Agung baik Bawaslu, Parpol maupun orang-perorang, karena itu hak politik dijamin UU juga," ujar dia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Menpan RB Apresiasi BPOM Atas Capaian Kenaikan Indeks RB-Akuntabilitas

NERACA Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengapresiasi Badan Pengawas Obat dan Makanan…

Sahli Menkumham Ingatkan Napi Penerima Remisi Lebaran Perbaiki Diri

NERACA Jakarta - Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Bidang Politik dan Keamanan Ibnu Chuldun mengingatkan agar seluruh narapidana…

KPPU Gandeng PP Muhammadiyah Dorong Ekonomi Berkeadilan

NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menggandeng Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah)…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Menpan RB Apresiasi BPOM Atas Capaian Kenaikan Indeks RB-Akuntabilitas

NERACA Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengapresiasi Badan Pengawas Obat dan Makanan…

Sahli Menkumham Ingatkan Napi Penerima Remisi Lebaran Perbaiki Diri

NERACA Jakarta - Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Bidang Politik dan Keamanan Ibnu Chuldun mengingatkan agar seluruh narapidana…

KPPU Gandeng PP Muhammadiyah Dorong Ekonomi Berkeadilan

NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menggandeng Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah)…