PEMDA DIMINTA MEMBUAT KEBIJAKAN SELARAS DENGAN PUSAT - Jokowi: RI Bersyukur Ekonomi Tumbuh 5%

Jakarta-Presiden Jokowi mengatakan, situasi ekonomi dunia sekarang ini masih betul-betul pada posisi yang sangat sulit. Meski demikian, menurut Presiden, Indonesia patut bersyukur karena pertumbuhan ekonomi masih di atas 5%. Untuk itu, pemerintah daerah diminta membuat kebijakan yang sejalan dengan pemerintah pusat.

NERACA

"Saya kira kita patut bersyukur ekonomi kita masih bisa tumbuh lima persen lebih sedikit. Itu sudah saya kira patut kita syukuri,” ujar Jokowi, saat bersilaturahmi dengan para Bupati  di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (5/7).

Presiden membandingkan dengan negara-negara lain yang besar seperti China yang turun dari 11% jadi 10%, sekarang langsung turun ke posisi 6,5%.  “Betul-betul sebuah proses yang berat," ujarnya. Sebelumnya saat mengawali pengantarnya, Jokowi mengatakan, pertemuannya dengan Bupati yang dilakukan dalam beberapa gelombang agar jumlahnya tidak terlalu besar sengaja dilakukan dengan harapan agar lebih bebas untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan di daerah.

Jokowi menegaskan keinginannya agar pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten betul-betul satu garis lurus. Setiap kebijakan yang ada di pemerintah pusat dapat dikerjakan secara sinergi bersama-sama antara pemerintah pusat dan kabupaten.

Kepala Negara kemarin memanggil 23 bupati ke Istana Kepresidenan Bogor. Kepada kepala daerah tersebut, Jokowi memberikan arahan agar program kerja di tingkat kabupaten sinergi dengan pemerintah pusat. "Kita ingin agar pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten ini betul-betul satu garis lurus. Dan setiap kebijakan-kebijakan yang ada di pemerintahan pusat bisa dikerjakan secara sinergi bersama-sama antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten," kata Jokowi seperti dikutip laman Setkab.

Menurut Jokowi, para kepala daerah patut bersyukur pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada pada level 5%. Di tengah ketidakpastian situasi ekonomi dunia, perekonomian Indonesia dianggap masih stabil. Dia membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan negara-negara besar di dunia, seperti China yang saat sedang anjlok.

Dalam pertemuan tersebut, hadir antara lain Bupati Bantul Sumarsono, Bupati Zepara Marzuki, Bupati Kep Miranti Irwan, Bupati Buton Utara Abu Hasan, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Bupati Karanganyar Juliyatmono, Bupati Musi Rawas Hendra Gunawan, Bupati Kendal Mirna Anisa, Bupati Lombok Utara, dan Najmul Akhyar.

Hadir juga Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni, Bupati Ngawi Budi Sulistyono, Bupati Pasang Kayu Agus Ambo Djiwa, Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani, Bupati Menpawah Ria Norsan, Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta, Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo, Bupati Serdang Badagai Sukirman, Bupati Agam Indra Catri, Bupati Nias Sokhiatulo Laoli, Bupati Seram Bagian Barat Muhammad Yasin Payapo, dan Bupati Tanah Bambu Mardani H Maming.

Penilaian Bank Dunia dan OECD

Sebelumnya, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim menilai ekonomi Indonesia dalam kondisi sangat baik. Dia menyampaikan hal itu usai blusukan bersama Presiden Jokowi di SDN 01 Desa Tangkil, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor (4/7).  "Perekonomian Indonesia dalam kondisi sangat baik," ujarnya.

Kim mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan ekonomi Indonesia sangat stabil. Di antaranya, utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sangat rendah dan manajemen keuangan yang sangat baik.

Menurut data Kemenkeu, nilai rasio utang 2017 terhadap PDB berada di level 29,2%, meningkat dari tahun sebelumnya (2016) yang tercatat 27,96%.  "Rasio utang terhadap PDB sangat rendah dibandingkan dengan hampir semua negara berkembang lainnya. Ada manajemen yang sangat kuat dalam anggaran publik. Ada wilayah (di Indonesia) di mana ekonomi tumbuh dengan sangat baik sehingga kami pikir ekonomi Indonesia dalam kondisi yang sangat baik," ujar Kim.  

Menurut dia, saat ini yang semua negara khawatirkan adalah jika terjadi perang dagang. Perang dagang, lanjut dia, tidak pernah bermanfaat untuk negara mana pun. "Pengalaman kami adalah, perdagangan adalah elemen penting pertama bagi negara berkembang untuk tumbuh lebih cepat. Kita berharap tidak akan ada perang dagang dan agar tidak ada pihak yang terlibat dalam perang dagang," ujarnya.

Kim menyarankan, di tengah perubahan global yang sangat cepat Indonesia tetap mempersiapkan diri untuk menghadapi perang dagang. "Indonesia seperti negara-negara lainnya juga harus bersiap dengan adanya perang dagang antara negara ekonomi besar," tutur dia.

Bank Dunia menilai, kondisi keuangan global yang kini lebih ketat serta meningkatnya volatilitas turut berkontribusi terhadap arus keluar modal dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Selain Kim, Country Director Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A Chaves mengatakan, normalisasi kebijakan moneter AS yang diproyeksikan lebih cepat berdampak terhadap kondisi keuangan global yang juga telah mengalami pengetatan lebih cepat dari yang diperkirakan.

"Itu mengakibatkan terjadinya volatilitas di antara negara-negara berkembang dalam beberapa bulan terakhir. Pengetatan kebijakan AS menyebabkan defisit neraca pembayaran sebesar 1,5% dari PDB pada kuartal I-2018, pertama kali dalam dua tahun terakhir," ujarnya di Jakarta, Rabu (6/6).

Rodrigo menyebutkan, nilai imbal hasil obligasi dan kurs rupiah ikut mendapat tekanan sebagai dampak paparan Indonesia yang relatif tinggi terhadap investor portofolio asing. "Imbal hasil obligasi Indonesia naik 21 basis poin di kuartal I, sementara rupiah mencapai nilai terendah dalam 31 bulan terakhir terhadap dolar AS," ujarnya.

Meski demikian, dia menyarankan, bila suatu negara mampu membuat kerangka kebijakan ekonomi makro yang sehat, itu dapat memberikan penyangga terhadap peningkatan volatilitas global. Menurut dia, kebijakan moneter di Indonesia telah berjalan dengan baik, sehingga menjaga suku bunga riil pada wilayah positif dan mempertahankan ekspetasi inflasi. Hal itu juga disokong upaya Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga sebanyak dua kali sebesar 25 bps. "Selain itu, kurs rupiah secara efektif tetap 5,3% lebih kuat daripada saat Januari 2014, menyusul akibat yang berkepanjangan dari apresiasi riil yang terjadi setelah adanya Taper Tantrum," ujar Rodrigo.

Selain Bank Dunia,  Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mengungkapkan data sebanyak 61,7% penduduk negara-negara anggotanya yang berusia 15-74 tahun memiliki pekerjaan pada akhir tahun ini. Ini pertama kalinya sejak krisis keuangan, mayoritas penduduk memiliki pekerjaan.

Menurut OECD, perbaikan terutama terjadi pada kelompok penduduk yang selama ini kurang beruntung, seperti pekerja yang lebih tua, ibu dengan anak kecil, pemuda, dan imigran. Tingkat pengangguran berada di bawah atau hampir mendekati level sebelum krisis di sebagian besar negara anggota OECD.

Kesempatan kerja mencapai rekor tertinggi di Jepang, kawasan Eropa, Amerika Serikat, dan Australia. Tingkat pengangguran di negara-negara OECD diprediksi terus turun, mencapai 5,3% pada akhir 2018 dan 5,1% pada 2019. Kendati demikian, kemiskinan diperkirakan masih terus tumbuh di antara penduduk usia produktif yang mencapai 10,6% pada 2015, naik dibanding satu dekade sebelumnya sebesar 9,6%.  

Hal ini seiring pertumbuhan upah yang lebih lambat dibandingkan saat sebelum krisis keuangan dunia. Pada akhir 2017, pertumbuhan upah di sejumlah negara anggota OECD hanya setengah dari pertumbuhan yang terjadi pada satu dekade sebelumnya.

Pada kuartal II-2007, ketika rata-rata tingkat pengangguran negara-negara OECD hampir sama dengan saat ini, rata-rata pertumbuhan upah nominalnya mencapai 5,8%. Ini lebih rendah dibanding kuartal IV-2018 sebesar 5,8%.  

Stagnansi upah, terutama terjadi pada pekerja bergaji rendah. Sedangkan, satu persen penerima gaji tertinggi mengalami kenaikan upah yang jauh lebih cepat. Hal ini pun dinilai OECD menimbulkan kekhawatiran.

"Tren dari pertumbuhan ini menunjukkan naiknya angka ketenagakerjaan dengan perubahan struktur pada ekonomi kami setelah krisis global. Ini memperlihatkan kebutuhan mendesak bagi negara-negara untuk membantu pekerja, terutama yang berketrampilan lebih rendah," ujar Sekjen OECD Angel Guria dalam keterangan resminya, Kamis (5/7)

Menurut dia, inflasi yang rendah dan perlambatan produktivitas besar telah menyebabkan stagnasi upah, serta kenaikan kesempatan kerja dengan gaji rendah. Selain itu, OECD mencatat perburukan signifikan dalam pendapatan rata-rata pekerja paruh waktu dibandingkan dengan pekerja penuh waktu. Menurunnya cakupan tunjangan pengangguran di banyak negara dan bertahannya pengangguran jangka panjang juga dapat berkontribusi.

Kurang dari sepertiga pencari kerja menerima tunjangan pengangguran rata-rata di seluruh OECD, dan tren penurunan cakupan manfaat jangka panjang terus berlanjut di banyak negara sejak krisis.

Untuk itu, OECD menyarankan negara-negara anggotanya harus mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan berkualitas tinggi yang memberikan kesempatan belajar di sepanjang perjalanan hidup, kata OECD. Menurut OECD, bukti menunjukkan bahwa pekerja yang berketerampilan rendah memiliki kemungkinan tiga kali lebih kecil untuk menerima pelatihan daripada pekerja berketerampilan tinggi. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…