Pengamat: PKPU Soal Caleg Eks Koruptor Langkah Tepat

 

NERACA

Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tepat mengeluarkan peraturan yang melarang eks narapidana tindak pidana korupsi mengikuti calon anggota legislatif.

"PKPU ini sangat tepat karena menjalankan kaidah dari tujuan bangsa dan asas hukum, dan perintah undang-undang terkait untuk jadi pedoman penyelenggara negara, agar negara bisa mencapai tujuan mulia bangsanya," kata Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum (Alpha) Asmi Syahputra di Jakarta, Kamis (5/7).

Dia menambahkan KPU layak mengeluarkan peraturan tersebut mengingat keberadaannya sebagai organ negara yang mandiri guna melaksanakan pemilu yang berkualitas, serta rakyat mendapatkan penyelenggara yang berintegritas."Jadi KPU harus tegas membuat aturan, kalau tidak tegas lembaga itu jadi lemah dan tidak efektif," ujar dia.

Dikatakan, kalau peraturan itu sifatnya umum dan masa berlakunya terus menerus, sedangkan keputusan sifatnya individual dan berlaku pada masa tertentu atau sesekali. Jadi peraturan KPU itu adalah salah satu jenis perundang-undangan yang sah dan kekuatannya mengingat karena ditetapkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang sebagai penyelenggara pemilu.

"Coba lihat Pasal 8 Ayat (1) UU Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu ada ruang kewenangan bagi lembaga atau komisi yang dibentuk dengan UU guna membuat peraturan," kata dia yang juga dosen hukum di Universitas Bung Karno (UBK).

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki kewenangan untuk membuat peraturan yang melarang eks narapidana tindak pidana korupsi mengikuti pemilihan calon anggota legislatif.

"Coba kamu tanyakan ke menteri hukum dan HAM ya, karena KPU pun saya rasa memiliki atau diberikan kewenangan membuat peraturan. Nah peraturan yang dibuat itu sesuai dengan apa yang menjadi kewenangan," kata Jaksa Agung kepada wartawan baru-baru ini.

Ia menegaskan silakan ditanyakan pada KPU. Peraturan itu dibuat sesuai dengan kewenangan mereka. Ia mempersilahkan masyarakat untuk bertanya kepada KPU.

Sebelumnya Ketua Komisi Pemilihan umum (KPU) RI Arief Budiman menetapkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten atau kota pada Sabtu (30/6).

PKPU tersebut juga mengatur larangan eks koruptor berpartisipasi sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2019, yang tertera pada Pasal 7 Ayat 1 huruf h, berbunyi "Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi," ujarnya seperti dikutip Antara.

Kementerian Dalam Negeri menghormati keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang akhirnya mengundangkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif.

PKPU yang juga memuat ketentuan tentang larangan eks-narapidana korupsi menjadi calon legislatif itu telah diundangkan dalam lembaran negara oleh Kemenkumham pada Selasa (3/7)."Sejak awal, posisi Kemendagri sudah jelas menunggu dulu langkah yang diambil Kemenkumham terkait polemik pelarangan eks-napi korupsi menjadi caleg, karena Kemenkumham yang punya otoritas dalam hal memberi nomor sebuah aturan. Jika saat ini telah disahkan, Kemendagri tentunya harus menghormati proses tersebut," ujar Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (4/7).

Ia menambahkan jika memang ada yang tidak puas atau tidak setuju terkait aturan tersebut, maka ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh, seperti yang diatur dalam Pasal 76 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Pasal 76 UU Pemilu menyatakan dalam hal Peraturan KPU diduga bertentangan dengan undang-undang, pengujiannya kemudian dilakukan oleh Mahkamah Agung. Bawaslu atau pihak yang dirugikan atas berlakunya PKPU itu berhak menjadi pemohon untuk mengajukan pengujian kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat 1," tutur Bahtiar.

Lebih lanjut, kata dia, permohonan pengujian PKPU bisa diajukan kepada Mahkamah Agung paling lambat 30 hari kerja, sejak aturan itu diundangkan, sebagaimana dimaksud pada ayat 2 Pasal 76 UU Pemilu. mohar

 

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…