Presiden Jokowi Bicarakan RKUHP dengan Pimpinan KPK

Presiden Jokowi Bicarakan RKUHP dengan Pimpinan KPK

NERACA

Bogor - Pimpinan KPK membicarakan masuknya tindak pidana korupsi (Tipikor) ke dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dengan Presiden Joko Widodo.

"Pandangan saya sederhana sebenarnya, pertama rancangan (KUHP) itu benar dalam arti kita belum punya undang-undang. Itu salah satu cara mempunyai undang-undang dulu, yang kemudian meninggalkan warisan dari Belanda," kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (4/7).

Agus menyampaikan hal itu didampingi empat Wakill Ketua KPK Alexander Marwata, Saut Situmorang, Laode M Syarif dan Basaria Panjaitan. Selain pimpinan, hadir pula Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang. Sedangkan dari pihak pemerintah yang mendampingi Presiden Joko Widodo adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

"Namun, kami melihat sistem koordinasi yang mau diterapkan itu, kalau saya baca-baca mohon maaf Pak Yasonna, itu kan mengubah..." tambah Agus.

Menurut KPK, masuknya pasal korupsi dalam RKUHP berpotensi mengurangi efektivitas upaya pemberantasan korupsi karena muncul ketidakpastian dan perlunakan terhadap pelaku kejahatan korupsi misalnya tidak ada sanksi pidana uang pengganti dan turunnya hukuman denda terhadap pelaku korupsi.

KPK mengatakan setidaknya ada 10 hal mengapa RKUHP berisiko bagi KPK dan pemberantasan korupsi yaitu (1) Kewenangan kelembagaaan KPK tidak ditegaskan dalam RUU KUHP, (2) KPK tidak dapat menangani aturan baru dari United Nations Convention againts Corruption (UNCAC) seperti untuk menangani korupsi sektor swasta, (3) RUU KUHP tidak mengatur pidana tambahan berupa uang pengganti. Selanjutnya (4) RUU KUHP mengatur pembatasan penjatuhan pidana secara kumulatif, (5) RUU KUHP mengatur pengurangan ancaman pidana sebesar 1/3 terhadap percobaan, pembantuan dan pemufakatan jahat tindak pidana korupsi, (6) Beberapa tindak pidana korupsi dari UU Pemberantasan Tipikor masuk menjadi Tindak Pidana Umum.

Kemudian (7) UU Pemberantasan Tipikor menjadi lebih mudah direvisi, (8) Kodifikasi RUU KUHP tidak berhasil menyatukan ketentuan hukum pidana dalam satu kitab Undang-undang, (9) Terjadi penurunan ancaman pidana denda terhadap pelaku korupsi, (10) Tidak ada konsep dan parameter yang jelas dalam memasukkan hal-hal yang telah diatur undang-undang khusus ke dalam RUU KUHP.

Sebelumnya, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan lembaganya percaya bahwa Presiden RI Joko Widodo memiliki perhatian agar pemberantasan korupsi tidak dilemahkan.

Presiden Joko Widodo akan menemui pimpinan KPK di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu sekitar pukul 14.00 WIB, untuk membicarakan masuknya tindak pidana korupsi (tipikor) ke dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP)."KPK berharap pertemuan siang ini akan memberikan titik terang bagaimana nasib pemberantasan korupsi ke depan. Saya percaya Presiden memiliki 'concern' agar KPK dan pemberantasan korupsi tidak dilemahkan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (4/7).

Menurut Febri, dimasukkannya pasal-pasak korupsi ke KUHP dipandang tidak memiliki manfaat untuk pemberantasan korupsi."Bahkan, justru sangat berisiko melemahkan KPK dan kerja-kerja penanganan kasus korupsi," ucap Febri.

Sebelumnya juga, KPK mengaku siap menjelaskan sikapnya terkait dengan draf RKUHP saat ini dibuat oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan memasukkan delik korupsi ke dalam RKUHP tersebut.

Pada Kamis (7/6), dua pimpinan KPK yaitu Agus Rahardjo dan Laode M Syarif juga sudah rapat bersama dengan Menkopolhukam Wiranto dan jajaran Kementerian Hukum dan HAM untuk membicarakan delik korupsi dalam RUU KUHP itu.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan bahwa DPR akan mengetujui untuk disahkannya RUU KUHP pada tanggal 17 Agustus 2018 sebagai kado kemerdekaan Indonesia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…