Relaksasi LTV Dinilai Tak Berdampak ke Sektor Properti

 

NERACA

 

Jakarta - Konsultan properti Colliers International menyatakan bahwa kebijakan maksimum nilai kredit (loan to value/LTV) tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap pasar properti bila tidak diikuti berbagai langkah kebijakan pendukungnya. "Relaksasi LTV tidak akan berdampak signifikan terhadap pasar properti apabila tidak diikuti dengan kebijakan-kebijakan pendukung lainnya dari berbagai pihak terkait," kata Senior Associate Director Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, dalam paparan properti di Jakarta, Rabu (4/7).

Ferry mencontohkan, kebijakan yang erat terkait dengan sektor properti adalah tingkat suku bunga perbankan. Ia menyatakan memahami bahwa langkah BI untuk menaikkan suku bunga acuan adalah dalam rangka menjaga nilai tukar rupiah. Namun, lanjutnya, untuk mendorong pasar properti tetap tumbuh, maka sebaiknya kebijakan yang terkait dengan suku bunga acuan dapat lebih diterima masyarakat luas.

Dia juga mengemukakan bahwa berdasarkan survei yang dilakukan oleh Real Estate Indonesia (REI) Jakarta pada tahun 2018, yang menjadi perhatian utama adalah masalah pajak, perizinan, dan tingkat suku bunga. Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Maryono mengatakan bahwa relaksasi besaran maksimum nilai kredit (LTV) akan bisa mendorong percepatan permintaan di sektor properti.

“Dengan pelonggaran LTV, saya kira ini bisa mendorong permintaan di sektor properti karena uang mukanya akan menjadi lebih kecil,” kata Maryono ketika ditemui usai halalbihalal Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Jakarta, Jumat (29/6) malam. Maryono mangatakan pelonggaran LTV dapat mendorong masyarakat yang akan berinvestasi di sektor perumahan karena pelonggaran jumlah fasilitas kredit atau pembiayaan melalui mekanisme inden.

Dirut BTN juga menilai peningkatan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin diimbangi oleh kemudahan untuk mendapatkan kredit pemilikan rumah (KPR). Kalau sektor properti sudah meningkat, otomatis memiliki dampak peningkatan PDB secara umum karena banyak faktor ekonomi yang ikut terdorong dengan peningkatan properti itu," kata dia.

Sebelumnya, Bank Indonesia melonggarkan syarat uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) dengan membebaskan perbankan untuk memberikan besaran maksimum LTV untuk pembelian rumah pertama. Dengan demikian, perbankan tidak terikat aturan pemberian besaran uang muka oleh nasabah. Perbankan bisa mensyaratkan pembayaran uang muka, termasuk kemungkinan uang muka nol persen, tergantung hasil penilaian manajemen risiko bank. Sebelum revisi peraturan LTV ini, BI mengatur besaran LTV atau kredit pembelian rumah tahap pertama yang luasnya di atas 70 meter persegi, adalah 85 persen dari total harga rumah.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, adanya relaksasi kebijakan LTV diprediksi akan menggenjot pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) di atas 14 persen pada semester II 2018. Menurut data BI, hingga April 2018, pertumbuhan kredit KPR mencapai 12,4 persen. “Prediksinya KPR optimis bisa tumbuh di atas 14 persen secara tahunan di semester II 2018,” kata Bhima.

Namun, Bhima memberikan catatan, bank masih harus mencermari potensi kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang tinggi dengan adanya kebijakan tersebut, meskipun BI memberi batasan maksimal NPL 5 persen bagi bank yang ingin memberi fasilitas DP murah. Untuk itu, kata Bhima, pentingnya pihak bank memperketat pengawasan dalam penyaluran kreditnya.

“Pengawasan harus tetap diperketat, bank juga tidak boleh langsung jor-joran, harus lihat profil per debitur. Jangan sampai sekarang demand KPR naik tapi bisa jadi bubble seperti di China karena pasar properti overheat 2-3 tahun ke depan dan menimbulkan kredit macet," imbuhnya. Bhima melanjutkan, dengan adanya kebijakan DP hingga nol persen pastinya akan disambut positif generasi milenial di perkotaan, sebab, selama ini mereka terhambat dengan mahalnya DP rumah, terutama untuk hunian pertama. 

Menurutnya, idealnya LTV berada di kisaran 85-95 persen dan tergantung kemampuan tiap bank. Sebab, kalau langsung 0 persen nanti resiko kredit macetnya naik. “Saran saya soal kebijakan LTV ini juga punya batas waktu. Kalau pertumbuhan kreditnya sudah naik sesuai target bisa di turunkan alias diperketat lagi LTV nya ke 75-85 persen. BI perlu memantau efektivitas pelonggaran LTV secara periodik,” jelasnya.

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…