Kerusakan Hutan dan Efeknya Terhadap Keamanan Insani

Oleh : TW Deora, Pemerhati Masalah Lingkungan Hidup

 

             Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merilis laporan dalam publikasi Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015 tentang luas kawasan hutan di Indonesia. Pada kawasan hutan konservasi (Kowasan Hutan Suaka Alam-Kawasan Hutan Pelestarian Alam) memiliki luas 27,4 juta ha. Hutan lindung seluas 29,7 juta ha. Hutan produksi terbatas 26,8 juta ha. Hutan produksi 29,3 juta ha. Dan luas hutan yang bisa dikonversi 12,9 juta ha. Total luas hutan di Indonesia sebanyak 128 juta ha. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang dilansir pada 3 Mei 2018, luas hutan Indonesia tahun 2017 sebesar 125.922.474 hektar.

Hingga 2017, hutan berizin dikelola swasta (korporasi) mencapai 40,4 juta hektar (95,76%) dan yang dikelola masyarakat sekitar 1,7 juta hektar (4,14%). Menurut, Siti Nurbaya (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan) menyebut data ini sebuah ketimpangan pemberian lahan dan akses. Itu sebabnya pemerintah saat ini bekerja keras untuk mengoreksinya, termasuk memperketat pemberian izin pelepasan hutan kepada swasta. Sejak 2015 atau awal mula Kabinet Kerja terbentuk, pemerintah total baru melepas seluas 305.984 hektar. Itu pun sekitar 232.810 hektar di 26 lokasi disetujui karena sudah ada izin prinsip pada periode 2012 s.d 2014. Pelepasan kawasan hutan paling banyak terjadi pada periode 2005 s.d 2014 yang mencapai 1,6 juta hektar. Luas yang dilepaskan ini melebihi angka pada masa 1985 s.d 1998 atau pada pemerintahan Soeharto sebanyak 1,08 juta hektar. Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, solusi pemerintah untuk mengatasi ini adalah dengan mengubah proporsi pelepasan hutan untuk masyarakat berdasarkan program reformasi agraria. Jika sebelumnya 88% untuk korporasi dan masyarakat 12%, kini menjadi 59 s.d 62% untuk korporasi dan 38 s.d 41% untuk masyarakat.

Pada periode tahun 2009 s.d 2013, hutan Indonesia hilang seluas 1,13 juta hektare setiap tahunnya. Kecepatan hilangnya hutan Indonesia setara dengan 3 kali luas lapangan sepak bola per menit. Periode 2014 s.d 2015  deforestasi hutan mencapai 1,1 juta hektar. Deforestasi periode, 2015 s.d 2016, sebesar 630.000 hektar serta deforestasi periode 2016 s.d 2017 sebesar 496.370 hektar.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis, 5 Oktober 2017. Luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tahun 2017 menurun drastis. Berdasarkan data citra satelit LANDSAT 8 dan HS Terra Aqua menunjukkan bahwa sampai 5 Oktober 2017, luas karhutla di seluruh wilayah Indonesia sekitar 124.743 Ha.

Eksploitasi sumberdaya dan tekanan pembangunan mempunyai pengaruh pada hutan. Dalam buku Agenda 21 Indonesia disebutkan bahwa faktor-faktor yang menekan kerusakan hutan Indonesia adalah pertumbuhan penduduk dan penyebarannya yang tidak merata; Konversi hutan untuk pengembangan perkebunan dan pertambangan; Pengabaian atau ketidaktahuan mengenai pemilikan lahan secara tradisional (adat) dan peranan hak adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam; Program transmigrasi; Pencemaran industri dan pertanian pada hutan lahan basah; Degradasi hutan bakau yang disebabkan oleh konversi menjadi tambak; Pemungutan spesies hutan secara berlebihan dan introduksi spesies eksotik.

          Industri yang kian berkembang tentunya menghendaki lahan sebagai tempat produksi, ini juga hal yang menyebabkan terjadinya penggundulan hutan, sehinga semakin banyak industri yang berkembang akan menimbulkan kerusakan hutan yang cenderung meningkat.

          Keberadaan hutan sangatlah penting sebagai penjaga keseimbangan alam, sehingga menjaga keberlangsungan kehidupan hutan akan sangat mempengaruhi siklus kehidupan manusia dan rantai perekonomian negara. Salah satu ancaman besar jika negara gagal mengelola siklus kehidupan di hutan adalah terjadinya pemanasan global yang dipengaruhi oleh keadaan hutan yang tidak seimbang, sebab keberadaan daun untuk menetralisir karbondioksida akan melemah, sehingga fungsi hutan sebagai paru-paru dunia akan tidak berjalan dengan baik, sehingga memicu global warming atau pemanasan global.

           Secara politis dan konstitusional, maka kerusakan hutan yang semakin mengkhawatirkan juga harus menjadi atensi khusus oleh pemerintahan saat ini, sebab menurut Pasal 18 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur dan menetapkan angka “kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai, dan atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat. Luas kawasan hutan dan penutupan hutan yang harus dipertahankan adalah minimal 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional”. Mengacu kepada aturan konstitusional tersebut, jika maraknya kerusakan hutan di Indonesia gagal diantisipasi, akan dipolitisasi oleh kelompok ‘oposisi pemerintah” ataupun komunitas lingkungan hidup di Indonesia untuk mempermasalahkan masalah ini melalui jalur hukum ataupun politis.

            Dalam perspektif kajian ketahanan nasional, kerusakan hutan haruslah dipandang sebagai salah satu ancaman terhadap keamanan nasional, sebab setidaknya kerusakan hutan atau kondisi hutan yang kritis akan membuat atau menimbulkan berbagai bencana seperti banjir, tanah longsor, kekurangan cadangan air bersih, terkontaminasinya udara atau lingkungan hidup dan berbagai bentuk natural disaster lainnya, yang apabila negara kita kurang memiliki mekanisme penanganan yang baik, maka ancaman akibat kerusakan hutan akan membuat posisi negara menjadi lemah dan mudah dituding sebagai negara gagal atau failed stated khususnya dalam mengupayakan atau menjaga keamanan insani di negaranya.

           Selain itu, kondisi kehutanan di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan kerusakannya dapat menimbulkan ancaman lainnya yaitu : pertama, penebangan liar atau illegal logging ini juga mengakibatkan timbulnya berbagai anomali di sektor kehutanan. Salah satu anomali terburuk sebagai adalah ancaman proses deindustrialisasi sektor kehutanan. Kedua, sektor kehutanan nasional yang secara konseptual bersifat berkelanjutan karena ditopang oleh sumber daya alam yang bersifat terbaharui yang ditulang punggungi oleh aktivitas industrialisasi kehutanan di sektor hilir dan pengusahaan hutan di sektor hulu, yang kondisinya juga sangat mengkhawatirkan. Ketiga, akibat kerusakan hutan akan membuat satwa liar masuk pemukiman masyarakat yang menyebabkan frekuensi terjadinya bentrokan antara manusia dengan satwa liar akan semakin intens terjadi. Kerusakan hutan juga menyebabkan satwa liar banyak kehi­langan habitatnya akibat ulah manusia.

 

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…