Menakar Dampak Pajak UKM 0,5%

Direktorat Jenderal Pajak memperkirakan potensi penerimaan pajak dari UMKM akan berkurang hingga Rp1,5 triliun pada 2018. Hal ini imbas diberlakukannya PP nomor 23/2018 tentang Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM. Kendati demikian, dampak penurunan itu hanya sementara. Dalam jangka menengah panjang, kebijakan itu dapat berdampak positif pada perekonomian.

 

NERACA

 

Presiden Jokowi resmi meluncurkan penurunan PPh final UMKM yang semula 1 persen menjadi 0,5 persen. Penurunan pajak ini dilakukan setelah melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto Tertentu.

Presiden Jokowi menegaskan tujuan penurunan pajak UMKM adalah untuk meringankan biaya agar pelaku usaha UMKM tumbuh. Pelaku usaha mikro meloncat jadi usaha kecil,  usaha kecil naik jadi usaha menengah dan usaha menengah naik jadi usaha besar.

Namun, Direktorat Jenderal Pajak memperkirakan potensi penerimaan pajak dari Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) akan berkurang hingga Rp 1,5 triliun pada 2018. Hal ini imbas diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM. "Dampaknya ke ekonomi dalam jangka pendek penerimaan akan berkurang Rp 1 triliun hingga Rp 1,5 triliun di 2018," kata Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan.

Penurunan tersebut disebabkan adanya pengurangan tarif PPh Final UMKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen. Kendati demikian, menurut Robert, dampak penurunan itu hanya sementara. Ia meyakini, dalam jangka menengah panjang, kebijakan itu dapat berdampak positif pada perekonomian.

Sementara Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyebutkan tiga dari 16 subsektor industri kreatif, yaitu kuliner, fesyen dan kriya paling menikmati penurunan tarif pajak penghasilan final pelaku UMKM yang semula 1 persen kini menjadi 0,5 persen. "Tiga jenis subsektor yang paling terdampak positif penurunan pajak ini adalah kuliner, fesyen dan kriya," kata Kepala Bekraf Triawan Munaf.

Triawan mendorong pelaku UMKM memanfaatkan momentum tersebut sehingga insentif pajak itu dapat dialihkan untuk kepentingan pengembangan usaha atau investasi.

Pelaku UMKM di Bali, lanjut dia, patut berbangga karena ketiga subsektor tersebut semuanya digarap di Pulau Dewata sehingga peluang memanfaatkan penurunan tarif tersebut cukup besar.

Dia menyebutkan ekonomi kreatif menyumbang sekitar Rp852,5 triliun atau 7,38 persen terhadap pendapatan domestik bruto tahun 2015.

Apabila dibedah dari tiga subsektor ekonomi kreatif tersebut, Triawan menyebutkan kuliner menyumbang 46 persen tenaga kerja ekonomi kreatif dan memanfaatkan 92 persen konten lokal. "Sedangkan total ekspor kuliner Indonesia tahun 2015 mencapai 1,1 miliar dolar AS," imbuhnya.

Selain kuliner, sektor fesyen atau tata busana merupakan sektor kedua yang pelaku usahanya dapat menikmati penurunan tarif pajak penghasilan sebesar 0,5 persen itu.

Sekitar 24 persen tenaga kerja di ekonomi kreatif, bekerja di sektor fesyen tahun 2015 dengan pencatatan kinerja yang tumbuh per tahun mencapai tiga persen. Sektor ketiga yakni kriya yang mencatatkan kontribusi tenaga kerja sebanyak 22,8 persen dari total tenaga kerja di ekonomi kreatif.

Sedangkan sumbangan kriya terhadap PDB ekonomi kreatif secara nasional, kata dia, mencapai Rp133,8 miliar tahun 2015. "UMKM harus memainkan persaingan usaha lebih kreatif dan inovatif agar jangan terjebak kenyamanan," ucapnya.

Sementara itu, Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM), Braman Setyo menyambut gembira kebijakan penurunan PPh final UMKM menjadi 0,5 persen oleh pemerintah. Braman mengatakan keputusan tersebut sebagai buah dari perjuangan selama dua tahun terakhir. “Ini perjuangan, karena memang sudah lama dua tahun lalu kita ketemu dengan Bapak Presiden dijanjikan bahwa biar ada gerak ekonomi supaya UKM lebih kondusif lagi. Tentu ini harus diturunkan menjadi 0,5 persen,” kata Braman.

Menurut Braman, keputusan menurunkan pajak UMKM itu juga diambil setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan keluhan dari berbagai pelaku usaha tanah air. Harapannya melalui kebijakan tersebut dapat memicu kompetisi bisnis UMKM lebih bergairah, terutama di sektor usaha produktif sekaligus mempercepat UMKM naik kelas.

“Harapan kami, para pelaku UKM dengan momentum penurunan pajak ini akan lebih bergairah lagi bisnis yang dilakukan oleh pelaku UKM yang bergerak di sektor produktif,” kata dia.

Di samping itu, dengan penurunan pajak UMKM menjadi 0,5 persen ini diharapkan pula pertumbuhan UMKM di Indonesia akan lebih berkembang dan bisa memberikan kekuatan untuk bisa berdaya saing dengan gempuran produk dari luar. Selain itu, diharapkan pula dapat mendorong mitra LPDB-KUMKM meningkatkan akses pembiayaan dana bergulir.

 

Cukup Efektif

 

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri mengatakan, peningkatan jumlah PDB disebabkan semakin banyaknya UMKM yang membayar pajak. Penurunan tarif pajak menjadi 0,5 persen akan menjadi insentif yang cukup efektif untuk pelaku UMKM karena penurunan terbilang ini cukup besar.

Penurunan pajak dibayar ini juga akan meningkatkan keuntungan bersih sekaligus meningkatkan kemampuan berusaha UMKM sehingga daya saing UMKM akan menjadi lebih baik. Insentif yang demikian ini juga diharapkan bisa mendorong terciptanya semakin banyak UMKM di Indonesia.

Dengan tarif pajak yang tidak memberatkan, diharapkan semakin banyak orang mau menjalankan UMKM dan berwirausaha. Para pelaku UMKM juga secara tidak langsung akan didorong untuk menjalankan pembukuan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Novani mengungkapkan, pemerintah sudah beberapa kali merevisi kebijakan perpajakan guna menginsentif pelaku bisnis untuk melakukan pembayaran pajak sesuai dengan kriteria wajib pajak.

Walaupun pada saat pemberlakuan PP No 46 tahun 2013 mengenai Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu pertama kali tidak langsung ditanggapi positif oleh UMKM. "Pelan-pelan dengan revisi yaitu penurunan tarif pajak dari 1 persen menjadi 0,5 persen kebijakan ini disambut baik,” ungkap Novani.

Novani menambahkan, saat itu, sistem pembebanan pajak atas omzet masih menjadi hal yang berat bagi wajib pajak, terutama untuk UMKM yang baru memulai bisnis. Banyak biaya produksi, biaya usaha lainnya dan kebutuhan pribadi pelaku usaha yang harus keluarkan sehingga keuntungan yang diperoleh tidak cukup mendorong pelaku UMKM untuk memenuhi kewajiban pajak mereka.

Mengenai pajak yang akan diberlakukan untuk usaha yang memiliki basis online, kebijakan yang diberlakukan seharusnya tidak memberatkan mereka. Kementerian Keuangan sedang menyusun aturan untuk usaha online berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Menurut Novani, pajak yang akan berlaku untuk bisnis berbasis digital di Indonesia harus dipertimbangkan matang-matang. Pajak yang akan diberlakukan jangan sampai membuat jenis bisnis yang diprediksi akan berkembang pesat dan menguasai pangsa pasar jual beli malah terbebani dengan adanya peraturan pajak. "Diharapkan ada kebijakan fiskal yang juga mendukung pertumbuhan bisnis berbasis digital ini,” jelasnya. (iwan, agus, rin, dbs)

 

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…