Mantan Menkeu dan Pimpinan BPPN Akui Memberikan Release & Discharge

NERACA

Jakarta - Mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto serta mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn Muhammad Surya Yusuf dan mantan Wakil Ketua BPPN, Farid Harianto mengakui bahwa mereka telah memberikan Release and Discharge (R&D) atau pemberian pembebasan dan pelepasan dari tuntutan hukum dalam penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)

R&D tersebut terdiri dari dua surat. Yang pertama ditandatangani oleh Farid Harianto selaku kuasa Glenn Yusuf mewakili BPPN. Surat R&D ini menyatakan bahwa sehubungan PS BDNI telah memenuhi transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk/MSAA (Master of Settlement and Acquisition Agreement), BPPN melepaskan PS BDNI dari tanggung jawab lebih lanjut untuk pembayaran kembali bantuan likuiditas (BLBI).

Surat R&D yang kedua ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan BPPN mewakili Pemerintah Indonesia. Surat yang ke-2 ini menegaskan "sehubungan pemenuhan oleh PS BDNI atas transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk, Pemerintah Republik Indonesia berjanji tidak akan melakukan tindakan hukum apapun terhadap PS BDNI terkait pelanggaran peraturan batas maksimum pemberian kredit terkait Pinjaman Pemegang Saham dan segala hal terkait BLBI". 

Pemberian R&D itu adalah sesuai dengan MSAA, yakni perjanjian penyelesaian BLBI dengan penyerahan aset dan pergantian setara tunai. R&D inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh penerusnya, Syafruddin Arsjad Temenggung untuk memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim pada tahun 2004.

Bambang Subianto adalah Menteri Keuangan pada masa Presiden BJ Habibie, sementara Glen dan Farid menjabat pimpinan BPPN di masa Habibie sampai awal pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Pengakuan ketiga mantan pejabat keuangan tersebut terungkap saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan lanjutan perkara mantan Ketua BPPN Syafruddin Temenggung, di pengadilan Tipikor, Jakarta, pekan lalu (28/6).

Dikukuhkan Akte Notaris

Dalam sidang juga terungkap bahwa BPPN juga telah mengukuhkan pemberian kedua surat R&D ke dalam suatu akta notaris, yaitu Akta Letter of Statement No. 48 tanggal 25 Mei 1999 yang dibuat di depan Merryana Suryana, Notaris di Jakarta. Untuk diketahui, akta notaris sendiri merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna sebagaimana diatur dalam Pasal 1870 Kita Undang-Undang Hukum Perdata, dalam arti isinya dianggap benar sepanjang belum dibuktikan dalam pengadilan isinya tidak benar dan akta itu dibatalkan.

"Apakah saudara saksi pernah menandatangani Letter of Statement No 48 yang isinya merupakan akta notaris yang merupakan satu rangkaian membebaskan SN dari segala tuntutan terkait BLBI?" tanya anggota tim Penasehat Hukum Syafruddin Temenggung, Ahmad Yani.

Melihat salinan bukti yang ditunjukan tersebut, saksi Farid Harianto mengakui bahwa akta notaris tersebut memang ditandatangani oleh dirinya yang saat itu diberikan surat kuasa penuh oleh Glenn Muhammad Surya Yusuf untuk menandatangani segala urusan yang terkait MSAA.

Dalam kesaksian di persidangan juga terungkap bahwa "apabila ada keberatan atau persengketaan dari Pemegang saham terhadap klaim atau tuntutan dari BPPN, maka klaim tersebut harus diperiksa terlebih dahulu oleh pengadilan". Hal itu merujuk pada ketentuan MSAA Pasal 12.4 kalimat terakhir. Ketentuan dalam MSAA tersebut ditunjukkan Penasehat Hukum dan diakui oleh saksi Glen dan Farid. Farid menambahkan di masa dia, klaim BPPN yang ditolak pemegang saham tidak pernah diajukan oleh BPPN ke pengadilan.

Terungkap pula bahwa surat Glenn tertanggal 1 November 1999 kepada PS BDNI yang isinya bahwa PS memberikan pernyataan hutang petambak adalah kredit lancar ternyata merupakan kredit macet. PS kemudian diminta aset pengganti. PS-BDNI dalam surat balasannya kepada Glen membantah memberikan pernyataan mengenai kelancaran hutang petambak. Glen dalam kesaksiannya kemarin mengakui bahwa dia baru tahu bahwa PS BDNI tidak pernah memberikan pernyataaan mengenai kelancaran kredit petambak tersebut, dan juga tidak ditemukan adanya pernyataan kelancaran kredit petambak di dalam MSAA. PS BDNI juga tidak pernah menjamin pembayaran kredit petambak sebagaimana terungkap dari Schedule 8.14 MSAA yang ditunjukkan di persidangan.

"Saya hanya diberitahukan pihak lain bahwa SN memberikan pernyataan mengenai lancarnya kredit petambak. Pada sidang hari ini saya justru baru mendengar dari saksi ternyata bukan SN yang menyatakan tapi konsultan keuangan PS BDNI," tandasnya. Dalam kesaksian tidak terungkap konsultan keuangan mana yang dimaksud. Mohar

 

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…