Bankir Yakin Bank Sentral Naikkan Bunga Lagi

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Menguatnya tekanan ekonomi global sehingga mendepresiasi nilai tukar rupiah hingga Rp14.200 per dolar AS akan membuat Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi lima persen pada Rapat Dewan Gubernur 28-29 Juni, kata seorang pimpinan perbankan. "Memang ini kondisi yang penuh ketidakpastian dan tantangan," kata Presiden Direktur PT OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja seperti dikutip Antara, kemarin.

Tekanan ekonomi eskternal, menurut Parwati, semakin kencang di pertengahan tahun ini karena konsensus pelaku pasar global yang semakin meyakini empat kali kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS The Fed tahun ini. Selain itu perang dagang antara China dan AS juga semakin memanas dan membuat pasar keuangan global dibayangi oleh ketidakpastian.

Di sisi lain, Gubernur BI Perry Warjiyo sudah beberapa kali melontarkan pernyataan bernada "hawkish" atau pernyataan yang mengarah ke kenaikan suku bunga. Pimpinan bank sentral itu telah aktif berkomunikasi dengan pasar bahwa kebijakan BI saat ini memprioritaskan stabilitas di atas pertumbuhan (stability over growth) untuk jangka pendek. "Sehingga kemungkinan BI untuk menaikkan suku bunga acuan Rupiah sekali lagi sebesar 0,25 persen cukup besar peluangnya," ujar Parwati.

Dalam tempo satu bulan di bawah kepemimpinan Perry Warjiyo, BI mengoptimalkan setiap instrumen kebijakan moneter untuk mememelihara stabilitas rupiah. Komunikasi terhadap pelaku pasar turut menjadi salah satu penyempurnaan kebijakan moneter BI untuk menghindari kekeliruan ekspektasi pergerakan kurs rupiah. Jika ekspektasi pasar keliru, maka nilai tukar rupiah bisa semakin goyah.

Tahun ini, BI telah menaikkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen. Kenaikan suku bunga dilakukan dalam tempo dua pekan, di mana yang terakhir kali diputuskan dalam RDG ekstra di luar RDG rutin.

Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, selain menaikkan suku bunga acuan, BI juga harus mengeluarkan kebijakan khusus untuk mencegah dampak pengetatan moneter ke pertumbuhan kredit perbankan. "Bunga acuan akan naik 25bps, tapi proyeksinya bisa naik 4-5 kali di tahun ini," kata Bhima. Bank Sentral menargetkan pertumbuhan kredit perbankan di 10-12 persen (year on year/yoy) tahun ini. Bank Indonesia akan mengumumkan hasil RDG Juni pada 29 Juni 2018, esok.

Ekonom Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Edy Suandi Hamid, berharap rencana Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan tidak terburu-buru dengan didahului kalkulasi yang mendetail. “Harus dikalkulasi betul secara teliti jangan sampai kenaikan suku bunga itu justru menjadi kontraproduktif untuk perekonomian nasional," kata Edy.

Edy menilai rencana Bank Indonesia (BI) untuk kembali menaikkan suku bunga acuan sudah tepat. Hal itu untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional merespons kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The FED) yang telah menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2 persen dari sebelumnya 1,75 persen. "Kalau kita tidak ikut menaikkan (suku bunga) bisa terjadi 'capital out flow' (aliran modal ke luar) sehingga investasi kita menurun dan pertumbuhan ekonomi kita juga melambat," kata dia.

Namun demikian, Edy mengatakan pola kenaikan suku bunga di Indonesia tidak perlu sama atau linier dengan pola kenaikan suku bunga yang dilakukan The FED. "Ya tidak harus linier betul karena bisa jadi dalam setahun The FED menaikkan suku bunga lima kali. Wah kalau seperti itu tidak bisa karena saat ini posisi suku bunga Indonesia sudah tinggi," kata dia.

Selain itu, lanjut Edy, tanpa disertai kalkulasi yang tepat dan mendetail kenaikan suku bunga BI justru bisa kontraproduktif dan bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi secara drastis. Tanpa kalkulasi yang teliti dalam menaikkan suku bunga, menurut dia, investasi di Indonesia bisa menjadi mahal sehingga berujung pada penurunan perekonomian, serta bertambahnya jumlah pengangguran dan kemiskinan. "Oleh karena itu perlu dikalkulasi betul pada titik mana bisa 'equilibrium' artinya itu hari per hari harus dianalisis betul," kata Edy yang juga pengurus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ini.

 

BERITA TERKAIT

Survei BI : Kegiatan Dunia Usaha Meningkat di Triwulan I/2024

    NERACA Jakarta – Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa kinerja kegiatan dunia usaha…

BRI Catat Setoran Tunai Lewat ATM Meningkat 24,5%

  NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) mencatat setoran tunai melalui ATM bank tersebut meningkat sebesar 24,5 persen…

Bank DKI Jadi Penyumbang Deviden Terbesar ke Pemprov

    NERACA Jakarta – Bank DKI menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) penyumbang dividen terbesar bagi Provinsi DKI Jakarta sepanjang…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Survei BI : Kegiatan Dunia Usaha Meningkat di Triwulan I/2024

    NERACA Jakarta – Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa kinerja kegiatan dunia usaha…

BRI Catat Setoran Tunai Lewat ATM Meningkat 24,5%

  NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) mencatat setoran tunai melalui ATM bank tersebut meningkat sebesar 24,5 persen…

Bank DKI Jadi Penyumbang Deviden Terbesar ke Pemprov

    NERACA Jakarta – Bank DKI menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) penyumbang dividen terbesar bagi Provinsi DKI Jakarta sepanjang…