Tidak Ada Quality Control untuk Premium

Tidak Ada Quality Control untuk Premium

NERACA

Jakarta - Sorotan terhadap rendahnya kualitas bahan bakar minyak (BBM) RON 88 kembali mengemuka. Kali ini tidak hanya terkait nilai oktan, namun juga proses pembuatan yang tidak memenuhi standar.“Sama sekali tidak ada proses quality control. Baik ketika dilakukan pengoplosan di Singapura maupun ketika barang tersebut sampai di Indonesia,” kata anggota DPR RI Inas Nasrullah Zubir di Jakarta, Rabu (27/6).

Begitu juga ketika sampai di Indonesia, Premium tidak mengalami proses pengecekkan kualitas. Itu dibuktikan, ketika barang tersebut sampai, ternyata cuma dilakukan pembongkaran sekitar 2-3 jam.“Kalau memang dilakukan quality control, seharusnya bisa memakan waktu setengah harian,” lanjutnya.

Tidak adanya pengontrolan kualitas, menurut Inas, karena BBM RON 88 yang diimpor dari negeri tetangga tersebut diproduksi secara ‘asal-asalan’, tanpa standar prosedur yang baku. Pembuatan Premium tidak dilakukan di pabrik BBM yaitu kilang, namun cuma melalui proses blending (pengoplosan) di storage-storage bahkah di atas kapal.“Kalau storage sudah penuh dan sewanya mahal, pengoplosan cukup dilakukan di atas kapal. Bagaimana kualitasnya bisa terjamin?” kata Inas.

Selain prosesnya yang asal-asalan, Premium tersebut juga dihasilkan dari bahan baku yang sama sekali tidak terjamin kualitasnya. Premium tersebut dihasilkan dari pengoplosan 85-90% RON 92 (di Indonesia dikenal sebagai Pertamax) dengan 15-10% Nafta. Nah, RON 92 yang dipakai untuk mengoplos itulah yang diduga juga memakai jenis rendah yaitu destilasi 70. Sebab, dilihat dari harga, RON 92 destilate 70 memang jauh lebih murah dibandingkan RON 92 destilate 75, yaitu berselisih 50 cent USD.“Destilate 70 itu kan rendah sekali kualitasnya. Hanya dipakai untuk mesin-mesin berkarburator seperti genset,” ucapnya.

Impor dari Singapura harus dilakukan, karena Premium hasil kilang Pertamina tidak bisa memenuhi kebutuhan nasional. Dari kebutuhan 23-25 KL per hari, kilang Pertamina hanya bisa memenuhi sekitar 50 persen.“Kalau kualitas Premium Pertamina kita bisa jamin, karena diproduksi dari kilang. Tetapi yang dari impor tidak ada jaminan, karena memang hanya melalui proses pengoplosan. Kalau sudah begini yang kasihan kan rakyat juga,” kata dia.

Itu sebabnya Inas berharap, Pertamina dapat mensosialisasikan kualitas Premium yang sebenarnya. Sosialisasi perlu dilakukan supaya masyarakat mengetahui bahwa Premium merupakan jenis BBM yang kurang baik untuk kendaraan bermotor. Mohar

 

 

BERITA TERKAIT

Riset Tetra Pak: Perusahaan Makanan dan Minuman Berkomitmen Meminimalkan Penggunaan Plastik

NERACA Jakarta - Tetra Pak belum lama ini melakukan survei kepada perusahaan makanan dan minuman atas komitmen keberlanjutan yang dilakukan…

Pemkot Bogor Fokus Tangani Sampah dari Sumbernya

NERACA Kota Bogor - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat, melalui Satgas Naturalisasi Ciliwung mendampingi warga di wilayahnya fokus menangani…

Beras Medium di Kota Sukabumi Alami Penurunan Harga

NERACA Sukabumi - Harga beras medium di sejumlah kios di Pasar Pelita dan Tipar Gede Kota Sukabumi alami penurunan harga…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Daerah

Riset Tetra Pak: Perusahaan Makanan dan Minuman Berkomitmen Meminimalkan Penggunaan Plastik

NERACA Jakarta - Tetra Pak belum lama ini melakukan survei kepada perusahaan makanan dan minuman atas komitmen keberlanjutan yang dilakukan…

Pemkot Bogor Fokus Tangani Sampah dari Sumbernya

NERACA Kota Bogor - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat, melalui Satgas Naturalisasi Ciliwung mendampingi warga di wilayahnya fokus menangani…

Beras Medium di Kota Sukabumi Alami Penurunan Harga

NERACA Sukabumi - Harga beras medium di sejumlah kios di Pasar Pelita dan Tipar Gede Kota Sukabumi alami penurunan harga…