KPK Terima 798 Laporan Penerimaan Gratifikasi

KPK Terima 798 Laporan Penerimaan Gratifikasi

NERACA

Jakarta - Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Supradiono menyatakan bahwa sejak 1 Januari 2018 sampai 21 Juni 2018, KPK sudah menerima laporan penerimaan gratifikasi sebanyak 798 laporan.

"Total pelaporan sejak 1 Januari s.d. 21 Juni 2018 adalah sebanyak 798 laporan, 75 persen di antaranya ditetapkan menjadi barang milik negara," kata Giri di Jakarta, Jumat (22/6).

Laporan itu termasuk pelaporan gratifiksi pada Lebaran 2018 maupun laporan penerimaan-penerimaan lainnya."Nilainya sekitar Rp7,2 miliar," tambah Giri.

Menurut Giri, pada tahun 2018 juga terjadi penurunan pelaporan penerimaan parsel Lebaran. Pada tahun 2016 terdapat 40 laporan senilai Rp39,375 juta; pada tahun 2017, sebanyak 28 laporan atau turun 30 persen senilai Rp13,899 juta; pada tahun 2018, sebanyak 11 laporan atau turun 60 persen yang nilainya hanya Rp4,975 juta."Penurunan pelaporan gratifikasi menunjukkan bahwa adanya perbaikan lingkungan sistem pengendalian gratifikasi dan kesadaran menolak gratifikasi yang dilarang," tambah Giri.

Hal tersebut sejalan dengan pesan kampanye KPK untuk menolak gratifikasi, kecuali dalam kondisi tertentu dan tidak langsung diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sehingga diberikan kewajiban melaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari kerja.

KPK pun mengimbau agar melaporkan gratifikasi kepada KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak diterimanya gratifikasi tersebut agar terbebas dari pidana penjara minimal 4 tahun maksimal 20 tahun atau seumur hidup.

Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.

Bagi mereka yang terbukti menerima gratifikasi terancam pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Ketentuan UU No 20/2001 menyebutkan bahwa setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara adalah suap, namun ketentuan ini tidak berlaku apabila penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…