OTT Lagi

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

 

Menjelang lebaran lalu KPK kembali melakukan OTT untuk kasus Blitar dan Tulungagung. Padahal sebelumnya juga terjadi OTT di Purbalingga. Ironisnya, pada kasus Purbalingga justru diwarnai dengan ‘salam metal’ yang identik dengan parpol tertentu. Fakta inilah yang akhirnya memicu sentimen terhadap maraknya korupsi, setidaknya di era reformasi yang konon dilakukan untuk mereduksi KKN. Artinya, rentetan kejadian korupsi yang ada di republik ini memberikan gambaran nyata betapa ancaman korupsi tidak bisa lagi dianggap sebagai kejahatan biasa dan karenanya perlu ada penanganan khusus sehingga koruptor harus mendapatkan hukuman setimpal. Bahkan, komitmen untuk mencabut hak politik koruptor juga bisa menjadi strategi meredam maraknya korupsi, termasuk juga niatan pencabutan gelar akademik. Artinya, memiskinkan koruptor dengan menyita aset belum menjamin bersihnya pemerintahan dari aksi korupsi.

Yang justru menjadi pertanyaan yaitu apakah ada yang salah dengan 20 tahun semangat reformasi? Tentu tidak karena sejatinya semangat reformasi yaitu untuk mereduksi KKN di semua lini, tidak hanya di pusat tapi juga di daerah. Oleh karena itu, keberedaan KPK adalah bukti nyata untuk mereduksi KKN dan memacu semangat reformasi. Sejarah juga mencatat betapa KPK telah bekerja keras untuk menuntaskan semua kasus korupsi yang ada di republik ini, baik itu di pusat ataupun di daerah. Bahkan, tertangkapnya sejumlah kepala daerah memberikan gambaran betapa korupsi seolah telah menjadi bagian yang sistemik dalam perkembangan demokrasi di republik ini. Apakah ada yang salah dengan sistem demokrasi kita? Bagaimana wacana mengembalikan demokrasi tidak langsung? Mengapa demokrasi langsung melalui pilkada justru berakibat fatal dengan banyaknya OTT oleh KPK terhadap sejumlah kepala daerah?

Sistem demokrasi yang ada semakin disinyalir menjadi pemicu maraknya OTT sejumlah kepala daerah. Betapa tidak, ongkos politik yang semakin mahal mulai dari pencalonan dari parpol sampai ongkos kampanye yang semakin membutuhkan nominal besar kian menguatkan bukti dampak demokrasi terhadap ancaman korupsi yang dilakukan kepala daerah. Bahkan berbagai bahasa korupsi semakin berkembang mulai dari ‘apel’ sampai istilah yang unik. Fakta ini memberikan gambaran betapa korupsi tidak lagi dipandang sebagai ancaman terhadap kredibilitas individu (koruptor) tapi justru sebaliknya. Oleh karena itu, beralasan jika pada kasus di Purbalingga muncul cibiran tentang salam metal karena persepsiannya adalah menentang KPK. Fakta ini sekaligus memberikan pelajaran agar ke depan marwah pemerintahan yang bersih harus bisa dijaga dan tidak dilecehkan oleh perilaku negatif koruptor.

Rentetan kasus korupsi dan OTT yang dilakukan sampai semester awal 2018 memberi gambaran tentang ancaman serius korupsi di republik ini. Bahkan, pilkada serentak juga tidak terlepas dari ancaman petahana yang terjaring OTT KPK. Artinya, penegasan dari KPK bahwa masih ada sejumlah petahana yang akan terciduk KPK menjadi alasan riil tentang pentingnya membangun pendewasaan demokrasi di republik ini. Di satu sisi, hal ini menjadi tantangan berat bagi KPK dan pemerintah, sementara di sisi lain bukan tidak mungkin ancaman terhadap KPK juga semakin tinggi. Oleh karenanya kasus Novel juga harus dicermati agar penuntasan kasusnya bisa secepatnya kelar dan ditemukan siapa pelaku penerornya. Hal ini menjadi penting karena eksistensi KPK terus digoyang. Fakta lain dari pensiunnya Hakim Artidjo juga menjadi preseden buruk terhadap jaminan atas korupsi di republik ini karena Artidjo diyakini sebagai musuh terbesar para koruptor.

BERITA TERKAIT

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…

BERITA LAINNYA DI

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…