Alasan Belanja Offline Sulit Tergantikan dengan Belanja Online

 

NERACA

 

Jakarta - Meski bisnis jual beli dengan sistem online kian terus tumbuh, tetapi hingga kini omset-nya masih tetap jauh dibawah sistem offline. Omsetnya masih dibawah 2% dari omset jual-beli konvensional lewat toko, kios, pasar, supermarket, minimarket, mall, lelang, dan lain-lain. “Untuk produk jasa, seperti traveling, pemesanan hotel, dan transportasi, bisnis online memang terus tumbuh. Tetapi untuk jual beli retail, orang Indonesia masih suka belanja langsung ke toko atau swalayan,” ujar Vice President Marketing Trade Mall Agung Podomoro, Ho Mely Surjani, di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut Ho Mely Surjani, ada lima perilaku pembelanja Indonesia yang sulit digantikan jual-beli online. Yakni, melihat, mencoba, merasakan, makan-minum, dan menawar (5M). “Sebelum memutuskan membeli barang, orang Indonesia biasanya ingin melihat sendiri dan memilih barang yang akan dibeli, mencoba-nya, menyentuh dan merasakan kualitas-nya, menawar harga barang, dan suka diselingi dengan makan minum dulu diantara waktu berbelanja,” ujarnya.

Lima karakter itulah, yang membuat kebiasaan belanja offline orang Indonesia akan sulit digantikan sistem belanja online, hingga sampai puluhan tahun ke depan. “Online mereka fungsikan untuk memantau promosi dan tawaran diskon saja. Tapi, ketika hendak memutuskan membeli, mereka pergi ke toko,” tambahnya.

Contohnya di Plaza Kenari Mas, Kramat, Jakarta Timur, trade mall yang terkenal sebagai pusat penjualan barang-barang perlengkapan rumah tangga, toiletries, elektronika, dan segala jenis produk perlampuan itu, tetap ramai dikunjungi pembelanja hingga 20 ribu orang setiap hari. “Untuk membeli misalnya lampu hias, lampu taman, atau perlengkapan rumah tangga seperti segala kebutuhan toiletnya misalnya, orang tidak bisa berbelanja via online. Mereka harus tetap datang ke Plaza Kenari untuk menyentuh, melihat sendiri, dan memilih diantara beragam produk, mana yang ia sukai,” cerita Albert, pemilik kios Wong Cilik yang menjual segala jenis lampu di Plaza Kenari Mas.

Untuk mendukung bisnisnya, Albert juga melengkapi tokonya untuk di jalur online, untuk promosi. Kalau sudah memilih toko atau kios sebagai lokasi berbisnis secara offline, akan semakin mudah untuk melebarkan sayap promosi bisnisnya di jalur online. Tetapi kalau belum memiliki kios, namun hanya mempromosikan bisnisnya di jalur online, akan sangat merepotkan guna menyimpan stok barang, dan alamat bagi konsumen untuk mendatangi toko guna berbelanja dan melihat barang.

Untuk itu Ho Mely Surjani menyarankan kepada pebisnis di Jakarta untuk segera memiliki kios sebagai tools pertama berbisnis, baik untuk tempat bisnis offline yang masih menjadi pilihan paling populer para konsumen di Indonesia, maupun untuk berpromosi bisnis secara online. Pilihannya sekarang, manakah pilihan yang paling menguntungkan untuk memiliki kios di Jakarta? Apakah membeli kios di pasar tradisional, sewa-beli di trade mall, atau dengan sewa ruang di mall?.

Dari riset perbandingan yang dilakukan oleh TM Agung Podomoro, sistem sewa-beli di trade mall lebih menguntungkan bagi pebisnis di Jakarta dibanding dua pilihan lain. Membeli kios di pasar tradisional di Jakarta, biasanya belum termasuk biaya perawatan kios yang mahal dan cenderung kualitas lingkungan usaha kurang begitu bagus untuk segi keamanan, kebersihan, dan kenyamanan.

Sedangkan jika menyewa ruang usaha di mall-mall di Jakarta cenderung berharga mahal dan masih dibebani biaya perawatan bulanan. “Untuk saat ini, harga sewa kios di trade mall yang paling kompetitif dibandingkan harga sewa di mall yang sangat mahal, padahal dengan kualitas layanan keamanan, kebersihan, kenyamanan yang sama. Sewa kios di trade mall juga lebih menguntungkan, karena trade mall rajin melakukan promosi tenant, seperti di Plaza Kenari Mas,” ujar Ho Mely Surjani.

Harga Sewa-Beli kios di trade mall di Jakarta saat ini Rp 52 – 173 ribu per meter persegi perbulan, sedangkan di mall harga sewa berkisar Rp 566 ribu per meter persegi per bulan. Luas kios di trade mall juga lebih luas daripada di mall. Dengan kualitas layanan, kenyamanan, keamanan, kebersihan, ruang parkir, dan AC ruang yang sama dinginnya antara di trade mall dan mall, biaya perawatan kios bulanan untuk rekening listrik, kebersihan, dan keamanan di trade mall juga lebih murah daripada mall. Sehingga lebih menguntungkan. Disamping itu, banyak trade mall di Jakarta yang dibangun satu kompleks dengan apartemen, perkantoran, dan hotel, sehingga tersedia pengunjung tetap yang stabil dari setiap hari. Dibanding mall yang lebih mandiri di pusat kota.

BERITA TERKAIT

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…