Pancasila di Zaman Now

Terlepas dari banyak tudingan bernada politis yang menyertai pembentukan dan kekhawatiran akan dijadikan “alat pukul” penguasa, kehadiran lembaga Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) saat ini memang diperlukan. Utamanya di tengah tantangan arus globalisasi yang makin luas pengaruhnya dan dalam penetrasinya, serta di antara ruang-ruang publik yang dipenuhi berbagai kelompok intoleran, fundamentalis liberal-sekuler, dan berbagai upaya untuk menggerus bahkan menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.

Patut disadari, kesalahan rezim sebelumnya sepintas terlihat menempatkan Pancasila secara negarasentris sehingga dasar negara ini menjadi alat penundukan dan monotafsir sesuai selera elite. Mulai sekarang, Pancasila harus lebih dikenalkan sebagai pandangan dan cara hidup, yang status normatifnya menjadi pancaran dari budaya dengan cita rasa milik semua warga bangsa. Karena itu, pendekatan implementasinya perlu kreatif dan disesuaikan dengan konteks zaman now, mengingat setiap segmen kalangan berbeda pendekatannya.

Bagi generasi muda milenial (usia17 – 40 tahun) misalnya, pembumian Pancasila harus memperhitungkan pendekatan lewat setuhan teknologi dan masuk lewat media telepon genggam. Bagi mereka, segala informasi dan pengayaan wawasan bisa diakses lewat “jempol” mereka dengan perangkat ponsel dan supergadget lainnya. Piranti media sosial seperti WhatsApp, Facebook, Youtube, Twitter, dan lain-lain menjadi alat komunikasi mereka, bahkan kerap menjadi sumber penyebaran sekaligus penyerapan segala hal: termasuk konten hoax, paham radikal, intoleransi, ujaran kebencian, dan sarana perekrutan ‘kader’ terorisme.

Sementara nilai-nilai Pancasila yang menekankan penghormatan atas perbedaan keyakinan, kemanusiaan, persatuan nasional, kemakmuran, dan keadilan sosial menjadi sangat abstrak bagi generasi milenial yang tidak punya kaitan emosional dengan masa ketika nilai-nilai itu dicetuskan.

Namun, ini tidak berarti Pancasila tidak relevan bagi mereka. Faktanya, menurut survei Center for Strategic and Internasional Studies (CSIS) Agustus 2017, sebanyak 90,5% dari mereka (generasi milenial) sepakat idelogi Pancasila tidak diganti. Sehingga tepat kiranya, untuk memperhatikan bagaimana menciptakan konten tandingan dengan pemanfaatan teknologi yang mendorong sikap Pancasilais di kalangan generasi muda.

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan BPIP, adalah segera melakukan identifikasi dan meninjau ulang seluruh produk perundangan-undangan apakah sudah sesuai atau belum dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Temasuk dalam hal ini UUD 1945 yang sudah mengalami empat kali amandmen. Sebab, ada pendapat, dalam UUD 1945 tersebut ditemukan inkonsistensi, kontradiksi, dan tak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Seperti ada pasal 33 UUD 1945 ayat 4 yang mengatur perekonomian Indonesia, bertentangan dengan tiga ayat sebelumnya. Bunyi pasal itu intinya menyebutkan demokrasi ekonomi, namun dalam praktiknya diterapkan ekonomi liberal. Pasal ini tidak koheren dengan pembukaan UUD 1945, Pancasila, dan Pasal 1 UUD 1945. Pasal lainnya, seperti Pasal 1 ayat (1) menyebutkan negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik.

Selain itu, pada pasal 22E UUD 1945 yang mengatur tentang pemilihan umum juga menunjukkan kontradiksi, hakekat demokrasi-nya berprinsip pada liberalisme-individualisme, di mana semua dilaksanakan secara langsung berdasarkan pada prinsip matematis tanpa memberi ruang musyawarah dan mufakat sesuai kehendak nilai Pancasila.

Di sisi lain, masih banyak UU, peraturan daerah, dan sejumlah kebijakan yang tidak sesuai dengan nilai dan semangat Pancasila. Bahkan, Mendagri Tjahjo Kumolo pernah menegaskan membatalkan 139 peraturan daerah terhitung sejak November 2014 hingga Mei 2015 karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Karena itu, kehadiran BPIP harus memastikan nilai-nilai Pancasila terimplementasi dalam semua UU, kebijakan, dan perilaku hidup para pejabat negara.

Tidak hanya itu. Tim BPIP juga perlu melakukan kerja sama sinergis dengan berbagai komponen bangsa, agar mampu menyusun ulang pembumian Pancasila yang relevan di era reformasi sebagai kunci membentuk good citizenship.  Paling tidak pembumian kembali Pancasila tercermin dalam gaya hidup para petingi negara, sebagai panutan dan teladan sebelum menjadi budaya dan panduan hidup seluruh rakyat Indonesia. Semoga!

 

BERITA TERKAIT

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…