Dunia Usaha Prediksi BI Naikkan Suku Bunga Lagi

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani meyakini suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) akan naik lagi dalam beberapa bulan mendatang. “Sudah pasti naik lagi. Semua mendorong untuk suku bunga acuan itu naik lagi. Bentar lagi 5 persen, lalu naik jadi 5,25 persen," ujar Rosan saat diskusi publik di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (5/6).

Pada Rabu (30/5) lalu, BI kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur tambahan, untuk mengantisipasi risiko eksternal terutama kenaikan suku bunga acuan kedua The Federal Reserve pada 13 Juni 2018 mendatang. Sebelumnya, pada pertengahan Mei 2018 lalu BI juga telah menaikkan suku bunga acuan 25 bps dari 4,5 persen menjadi 4,75 persen. Sehingga pada Mei, BI sudah dua kali menaikkan suku bunga acuan.

Rosan mengatakan, dampak dari kenaikan suku bunga acuan bisa meningkatkan biaya produksi. Namun, para pengusaha sudah mengantisipasinya. Ia menekankan pentingnya stabilitas. "Jadi 'that's okay' selama stabilitas tetap terjaga. Naik turunnya tidak dratis bagi kita, karena dengan itu kita bisa antisipasi dan cari solusi untuk itu," kata Rosan.

Rosan sendiri mengapresiasi kebijakan moneter BI tersebut, namun ia menilai kebijakan tersebut juga harus dibarengi dengan kebijakan fiskal yang mumpuni agar dampaknya optimal. "BI naikkan suku bunga itu bagus, tapi sifatnya sementara. Kita perlu suatu kebijakan, fiskal terutama, untuk bangun industri yang sehat dan kuat. Itu kunci untuk mempunyai pertumbuhan ekonomi yang kuat dan optimal," ujar Rosan.

Dengan naiknya suku bunga acuan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam 10 hari terakhir terus mengalami penguatan. Nilai tukar rupiah yang sempat menembus Rp14.200 per dolar AS, kini berada di bawah Rp13.900 per dolar AS. Berdasarkan kurs tengah BI, nilai tukar rupiah pada Selasa mencapai 13.887 per dolar AS, sedikit melemah dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai Rp13.872 per dolar AS.

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan kenaikan suku bunga acuan mempengaruhi konsumsi melalui transmisi bunga kredit konsumsi. Namun, biasanya perbankan tidak langsung bereaksi. Biasanya, bunga kredit konsumsi baru terpapar dalam jangka waktu satu hingga tiga bulan mendatang.

Dengan demikian, artinya konsumsi sudah bisa terpengaruh kenaikan suku bunga acuan pada kuartal III mendatang. "Lagipula, kenaikan suku bunga acuan ke bunga kredit prediksinya satu hingga tiga bulan sejak akhir Mei. Kemungkinan akan sangat berpengaruh setelah lebaran," kata Bhima.

Secara historis, ia melanjutkan segmen kredit konsumsi memang akan terkena dampak paling pertama karena perbankan akan menaikkan bunga kredit yang punya profil risiko yang paling besar terlebih dulu. Meski memang, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit bermasalah (Nonperforming Loan/NPL) per Maret 2018 berada di angka 1,68 persen atau lebih tinggi ketimbang NPL keseluruhan yang mencapai 2,75 persen.

Tentu saja, hal ini sudah bisa diekspektasikan masyarakat sehingga masyarakat sudah mengantisipasinya pada kuartal II ini. Sebagai contoh, ada kemungkinan masyarakat jadi tidak senang melakukan konsumsi setelah dapat Tunjangan Hari Raya (THR) dan lebih memilih menabung untuk bayar bunga cicilan utang.

"Kredit konsumsi termasuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) apalagi, yang bunganya floating (mengambang) akan sangat terasa. Pembayaran bunga cicilan yang makin mahal membuat disposable income (pendapatan) masyarakat menurun," terang dia. Meski demikian, pertumbuhan konsumsi pada kuartal II ini bukan berarti tak akan menemui hambatan. Menurutnya, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, kenaikan harga energi, hingga ancaman terorisme bisa bikin masyarakat enggan konsumsi banyak-banyak di kuartal ini.

 

BERITA TERKAIT

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial NERACA  Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN)…

Sektor Keuangan Siap Memitigasi Dampak Konflik Timur Tengah

    NERACA Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai stabilitas sektor…

Rupiah Melemah, OJK Diminta Perhatikan Internal Bank

      NERACA Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial NERACA  Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN)…

Sektor Keuangan Siap Memitigasi Dampak Konflik Timur Tengah

    NERACA Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai stabilitas sektor…

Rupiah Melemah, OJK Diminta Perhatikan Internal Bank

      NERACA Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa…