Apindo: Lemahnya Kepastian Hukum Picu Demotivasi Pengusaha

Apindo: Lemahnya Kepastian Hukum Picu Demotivasi Pengusaha

NERACA

Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai jaminan kepastian hukum di Indonesia masih sangat lemah, sehingga bisa memicu demotivasi atau hilangnya gairah para pengusaha untuk berinvestasi di Indonesia. 

Salah satu contohnya, adalah diperkarakannya kembali kebijakan pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada salah satu obligor BLBI yang secara resmi sudah dinyatakan lunas oleh beberapa rezim pemerintahan sebelumnya.

Bahkan dalam kasus ini, Apindo juga mempertanyakan kredibilitas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diketahui mengeluarkan audit investigatif pada tahun 2017 tanpa ada yang diperiksa (auditee) dan tanpa konfirmasi dari pihak yang diperiksa, hal ini bertentangan dengan prosedur pelaksanaan Audit.

"Kok bisa BPK ini mengeluarkan hasil audit investigatif tanpa ada auditeenya tanpa ada yang terperiksa. Itukan jadi pertanyaan semua orang karena menyalahi prinsip utama dari pemeriksaan dimana orang yang diperiksa mesti dikonfirmasi terlebih dahulu," ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani kepada pers di Jakarta, pekan ini.

Permasalahan ini telah diaudit oleh BPK pada 2002 yang menyatakan bahwa MSAA-BDNI telah closing, ditambah lagi adanya hasil laporan audit BPK 2006 yang menyatakan SKL layak diberikan kepada Pak SN, karena telah melunasi semua kewajibannya dalam MSAA.

Selain BPK, Apindo juga mengingatkan kepada institusi KPK serta Pengadilan Tipikor agar tetap mengedepankan fakta-fakta hukum yang ada, sehingga kredibilitas institusi penegakan hukum negara tersebut tidak rusak di mata masyarakat.

"Kredibilitas KPK juga dipertaruhkan karena bila proses hukumnya seperti ini yaitu bisa menggunakan segala cara untuk menjerat seseorang termasuk hal-hal yang tidak dalam koridor. Pengadilan sendiri juga kalau tidak cermat melihat dari perkaranya itu juga nanti akan menjadi bias terhadap penegakan hukum sendiri," tegas Hariyadi.

Secara pribadi, Hariyadi sendiri menganalogikan jika kasus perkara pidana yang tengah dijalani oleh terdakwa SAT di pengadilan Tipikor, sama halnya dengan kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang sempat menyeret nama Darmin Nasution selaku Dirjen Pajak kala itu dalam perkara keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal, dimana Dirjen Pajak memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak keberatan pajak sesuai dengan UU Perpajakan.

"Jangan karena tekanan publik, lalu Pengadilan mengambil keputusan yang justru membuat ketidak pastian hukum, kalau memang itu tidak bersalah harus dinyatakan tidak bersalah. Ini analogi saya, tapi karena tekanan publik, diputuskannya salah, ini kan jadi kacau dan jadi preseden, berarti kewenangan Dirjen Pajak untuk mengeluarkan atau mengabulkan keberatan pajak itu ditolak oleh keputusan Pengadilan, hal ini menjadi preseden buruk untuk Wajib Pajak dan Dirjen Pajak berikutnya juga jadi takut mengabulkan keberatan pajak, padahal kewenangannya diatur dalam undang-undangnya," ujarnya.

Dia juga mengingatkan pentingnya komitmen jaminan kepastian hukum, karena bukan tidak mungkin pada rezim pemerintah selanjutnya kebijakan tax amnesty yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo akan diungkit kembali.

"Sama halnya jika nanti di rezim pemerintahan selanjutnya soal Tax Amnesti akan diutak-atik lagi. Akan semakin runtuh lah kepercayaan masyarakat terhadap hukum, padahal katanya kita negara hukum yang menganut secara prinsip hukum-hukum yang harus kita tegakan," tutur dia.

Di kalangan pengusaha Apindo sendiri, penyelesaian kasus BLBI sudah menjadi preseden karena ada perlakuan hukum yang tidak sama antara para penerima SKL."Ini selalu pembicaraan di kalangan pengusaha sebenarnya kasusnya seperti apa sih. Yang menjadi pembicaraan karena faktanya seperti apa, karena kasus yang hampir sama dengan kasusnya Pak SN adalah kasus Salim Group. Proses penyelesaian BLBI untuk Salim Group itu sudah benar, MSAA sudah beres yah sudah selesai. Nah ini kenapa kok kasus SN tidak pernah selesai. Kenapa seperti itu? Kasihan ini pasti akan mendemotivasi si pengusahanya sendiri, sangat disayangkan. Apalagi dengan pembuktian-pembuktian yang kesannya memaksakan atau mem-framing," ujarnya. Mohar

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…