Suku Bunga Perbankan Masih 11,1%

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Analisa uang beredar Bank Indonesia menunjukkan suku bunga kredit perbankan secara rata-rata masih menyentuh dua digit di 11,1 persen pada April 2018, meskipun menurun dibanding Maret 2018 yang sebesar 11,18 persen. Menurut keterangan resmi Bank Sentral di Jakarta, Kamis (31/5), transmisi penurunan suku bunga acuan yang dilakukan sejak Desember 2015 hingga September 2017 sebesar 200 basis poin masih memengaruhi pelonggaran suku bunga kredit di industri perbankan hingga bulan keempat ini.

"Sementara suku bunga simpanan berjangka dengan tenor 1,3,6, dan 12 bulan pada April 2018 sebesar 5,64 persen, 5,83 persen, 6,16 persen dan 6,37 persen juga telah turun dibandingkan Maret 2018," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman. Meski demikian, suku bunga simpanan berjangka dengan tenor 24 bulan atau dua tahun meningkat menjadi 6,78 persen dari 6,74 persen di Maret 2018.

Sedangkan pertumbuhan kredit perbankan hingga April 2018 menanjak 8,9 persen (tahun ke tahun/yoy) atau sebesar Rp4807,5 triliun. Angka itu lebih tinggi dibanding Maret 2018 yang sebesar 8,5 persen (yoy). Pertumbuhan kredit ini menjadi faktor likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) yang sebesar Rp5.408,6 triliun. Meski pertumbuhan kredit menanjak, secara keseluruhan likuiditas perekonomian tumbuh melambat yakni naik 7,4 persen (yoy) atau lebih rendah dibanding Maret 2018 yang tumbuh 7,5 persen (yoy).

"Pertumbuhan uang beredar dalam arti luas karena komponen uang beredar dalam arti sempit (M1) yang tumbuh 10,2 persen (yoy), menurun dari bulan sebelumnya yang sebesar 11,9 persen (yoy)," ujar dia. Namun uang kuasi naik 6,2 persen (yoy) menjadi 6,6 persen (yoy) sehingga menopang pertumbuhan uang beredar.

Namun begitu, BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (30/5). Adapun, suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility meningkat dengan level yang sama yakni 25 bps masing-masing menjadi 4 persen dan 5,5 persen. Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan kenaikan suku bunga acuan dilakukan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah terhadap perkiraan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi.

Hal itu juga dilakukan untuk meredam risiko di pasar keuangan global dengan kebijakan preemtif front loading. “Berdasarkan assesment RDG pada 30 mei memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 4,75 persen," ujarnya.

Hambat Pertumbuhan

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia selama dua kali dalam sebulan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi. Bahkan, kebijakan ini bisa membuat pertumbuhan ekonomi tahun ini tak mencapai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yakni 5,4 persen. Hanya saja, ia tak menyebut angka estimasi pertumbuhan ekonomi yang paling optimal. “Dengan respons kenaikan suku bunga acuan BI, memang konsekuensinya pertumbuhan ekonomi 2018 akan lebih rendah dibanding asumsi APBN,” jelas Sri Mulyani.

Namun menurutnya, saat ini menjaga stabilitas ekonomi dipandang lebih penting ketimbang mengejar pertumbuhan ekonomi semata. Tentu salah satu stabilitas yang dikejar pemerintah adalah nilai tukar rupiah yang sejak awal tahun ini terjungkal. Data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (JISDOR) menunjukkan rupiah melemah 3,02 persen sejak awal tahun ini.

"Disadari bahwa pilihan kebijakan ini membawa risiko pada pencapaian sasaran pertumbuhan jangka pendek, namun langkah ini akan memperkuat pondasi ekonomi guna menjamin keberlangsungan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi beberapa tahun ke depan dalam jangka menengah," ujar dia.

Data Kementerian Keuangan per April 2018 menunjukkan kurs mencapai Rp13.631 per dolar AS, meski asumsinya tercatat Rp13.400. Sementara realisasi ICP tercatat US$64,1 per barel di periode yang sama meski asumsi awalnya US$48 per barel. Meski demikian, Sri Mulyani tak mau gegabah mengajukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP). "Nanti kami akan laporkan di laporan semester I. Tentu nanti kami akan laporkan bagaimana realisasi pasal-pasal yang ada di dalam APBN," ujar dia.

 

BERITA TERKAIT

BSI : Komposisi Pembiayaan EV Capai Rp180 Miliar

    NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…

LPPI : Perempuan dalam Manajemen Berpengaruh Positif ke Kinerja Bank

  NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…

OJK Prioritaskan Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan pada Perempuan

    NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

BSI : Komposisi Pembiayaan EV Capai Rp180 Miliar

    NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…

LPPI : Perempuan dalam Manajemen Berpengaruh Positif ke Kinerja Bank

  NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…

OJK Prioritaskan Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan pada Perempuan

    NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan…