Gejolak Harga Beras

Oleh: Nailul Huda

Peneliti INDEF

 

Permasalahan kenaikan harga beras menjadi isu yang sensitif bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Konsumsi beras dari 2009 hingga 2013 mengalami peningkatan di saat beberapa negara justru mengalami penurunan konsumsi beras. Konsumsi beras Indonesia pada 2009 hanya 129 kg/tahun. Angka tersebut meningkat menjadi 134,62 kg/tahun pada 2013. Sedangkan Thailand dimana menjadi salah satu lumbung beras dunia, konsumsinya turun dari 117 kg/tahun (2009) menjadi 114 kg/tahun (2013). Meningkatnya angka konsumsi beras di Indonesia disebabkan karena kurang masifnya gerakan diversifikasi pangan. Bahan-bahan pangan lainnya seperti ubi dan jagung belum mampu menggantikan atau minimal setara dengan beras. Hal ini membuktikan isu kenaikan harga beras pasti akan menjadi isu sentral di Indonesia.

Harga beras dalam negeri memang lebih mahal daripada beras yang berasal dari Thailand ataupun Vietnam. Bahkan margin harga antara beras domestik dengan beras dari Thailand dan Vietnam bisa mencapai dua kali lipat. Contohnya pada 2017, rata-rata harga beras medium domestik mencapai Rp.10.663 per kg. Di saat yang sama, harga beras Thailand dengan tingkat kepecahan 5% hanya dihargai Rp.5.407 per kg. Sedangkan harga beras Vietnam hanya Rp.4.923 per kg. Dibandingkan dengan beras dengan tingkat kepecahan 25% pun, harga beras domestik kita jauh lebih mahal.

Harga beras dalam negeri sendiri sejak awal tahun ini selalu meningkat sejak awal tahun ini. Pada Februari 2018, harga beras mencapai titik tertingginya. Rata-rata harga beras berbagai kualitas pada saat itu mencapai Rp12.076/kg, naik sebesar 8,31% jika dibandingkan dengan Juni 2017 (titik terendah selama 2 tahun terakhir). Bahkan hingga saat ini harga masih stabil di angka Rp11.750/kg. Padahal selama 2016 hingga 2017, harga berada di angka Rp11.000/kg. Akibatnya muncul banyak spekulasi mengenai permainan harga beras yang berujung pada penggebrekan gudang beras milik swasta. Namun pasca kejadian itu, harga juga belum menunjukkan akan turun, bahkan harga beras semakin naik.

Tingkat efisiensi produksi memang sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga ini. Biaya produksi padi di Indonesia 1,5 kali lebih mahal daripada di Thailand. Padahal karakteristik petani di Asia tidak jauh berbeda. Bahkan di Thailand, umur petani rata-rata mencapai 55 tahun, sedangkan di Indonesia 51 satu tahun. Jenis kelamin di Indonesia bahkan hampir 100% pria, sedangkan di Thailand 55% pria.

Selain efisiensi produksi, minimnya manfaat program pemerintah lewat bantuan langsung ditenggarai menjadi salah satu penyebab harga beras hinggi kini masih melejit walaupun sudah impor hingga 1 juta ton. Penyerapan rastra dan program bantuan pangan tidak sesuai target pada tahun lalu. Padahal dengan adanya rastra ini minimal bisa mengurangi permintaan beras di industri beras nasional. Sehingga harga jadi lebih terkendali.

Faktor lainnya adalah tidak berjalannya sistem Harga Eceran Tertinggi (HET) dimana pemerintah sudah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk beras medium dengan kisaran harga Rp9.450-Rp10.250 per kg. Sedangkan untuk beras premium sebesar Rp12.800-Rp13.600 per kg. Namun di pasar beras medium masih bermasalah dimana harga tidak mampu ditekan meski sudah diberikan HET. Selisih harga rata-rata dengan HET mencapai Rp2.300/kg, masih sangat tinggi.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…