Perikanan Budidaya - KKP Kembangkan 14 Varian Jenis Ikan Hias Nemo

NERACA

Ambon - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali lakukan terobosan inovasi teknologi di bidang perikanan budidaya khususnya dalam hal diversifikasi komoditas bernilai ekonomi tinggi.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet mengatakan bahwa terobosan-terobosan yang dilakukan KKP memberikan dampak positif bagi geliat bisnis ikan hias nasional. Introduksi berbagai varian dan corak ikan hias akan menggairahkan pasar. Menurutnya, bisnis ikan hias ini unik, karena berkaitan dengan hobi, dan preferensi konsumen sangat bergantung pada nilai estetika dari jenis ikan hias tersebut.

"Saya rasa semakin banyak varian jenis yang dihasilkan, maka peluang permintaan pasar akan naik signifikan. Ini juga jadi kekuatan kita untuk mampu bersaing dalam perdagangan ikan hias dunia. Kalau bicara SDA dan potensi ikan hias Indonesia, kita punya daya saing komparatif yang tinggi, ini harus kita manfaatkan untuk tingkatkan daya saing kompetitif di level global,” tegas Slamet, disalin dari siaran resmi.

Melalui upaya perekayasaan, Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon berhasil mengembangkan 14 varian jenis ikan hias laut Clownfish atau lebih dikenal dengan ikan nemo.

Ke-empatbelas varian tersebut dihasilkan melalui teknik kawin silang (cross breeding) dari berbagai jenis induk dari alam hingga menghasilkan ragam corak ikan yang indah dan diminati pasar. Uniknya masing-masing varian tersebut memiliki tingkatan nilai jual sendiri-sendiri sesuai permintaan pasar.

Sebagaimana diketahui, ikan hias nemo memiliki pangsa pasar luas dan merupakan salah satu jenis ikan hias yang paling banyak diminati dikalangan penghobi ikan hias dalam dan luar negeri.

Salah seorang penggiat ikan hias, Doni, saat ditemui di Ambon mengatakan bahwa selama menggeluti ikan hias, ia mengakui bahwa pasar ikan nemo lebih stabil begitupun dengan harga pasar.

"Keberhasilan BPBL Ambon dalam mengintroduksi berbagai varian jenis ikan nemo hasil budidaya, membawa angin segar bagi bisnis ikan hias nasional. Sebagai gambaran saja perputaran uang dari bisnis ikan hias di Ambon mencapai tidak kurang dari Rp. 1 milyar per tahun", ungkap Doni.

Kepala BPBL Ambon, Tinggal Hermawan membeberkan bahwa pengembangan ikan hias yang dilakukan berbasis pada trend preferensi pasar.  "Untuk kepentingan bisnis, pengembangan kami fokus pada market oriented. Di Balai kita memiliki koleksi berbagai jenis induk dan calon induk dari berbagai lokasi yang memiliki kekhasan masing-masing. Inilah yang nanti kita lakukan cross breeding untuk menghasilkan varian jenis yang diminati pasar", ungkapnya.

Ia merinci ke-empatbelas varian jenis ikan nemo yang berhasil dikembangkan yakni jenis biak biasa, halfblack, fullblack, black proton, platinum, picasso, snow flake, frosebite, black ice, lightening maroon, black snowflake, balong padang, pellet orange dan pellet pink.

"Kesembilan varian ini punya segmen pasar tersendiri dan memiliki nilai jual yang beragam. Yang nilai jualnya paling rendah yakni jenis pellet orange dan pellet pink dengan harga Rp. 8 ribu per ekor, sedang yang paling mahal dapat mencapai kisaran Rp. 500 ribu - Rp. 1 juta per ekor yakni untuk jenis lightening maroon.

Tak hanya di sistem perbenihan, BPBL Ambon juga berhasil mekakukan rekayasa sistem pembesaran yaitu penerapan sistem resirkulasi tertutup. Uniknya teknologi yang dilengkapi dengan protein skimer, filter biologis dan azonisasi ini mampu mempertahankan kualitas air dengan baik, sehingga tingkat kelulushidupannya tinggi yakni mencapai 》80 persen. Kelebihan lainnya adalah budidaya sistem ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan terbatas.

"Teknologi ini sangat efisien. Kualitas air bisa dijaga walaupun selama 1 tahun tanpa ganti air secara total. Dapat dikembangkan di lahan terbatas skala backyard. Dengan memanfaatkan kotak berbahan plastik ukuran 1 m x 0,5 m dapat ditebar benih hingga 200 ekor. Satu unit skala backyard ini biasanya terdiri dari 5 kotak", jelas Robianta Kasie Uji Terap Teknik BPBL Ambon.

Ditambahkan Robi, secara ekonomi usaha dengan menerapkan teknologi ini cukup menjanjikan. Dengan modal investasi 1 unit sebesar Rp. 5 juta, rata-rata kentungan bersih yang diraup  sebesar Rp. 10 juta per 6 bulan. Inilah yang memicu masyarakat mulai tertarik untuk berusaha.

Saat dikonfirmasi mengenai upaya pengembangan ikan nemo di level masyarakat, Tinggal mengatakan bahwa BPBL Ambon akan melakukan diseminasi teknologi dan memberikan dukungan langsung khususnya benih. "Sesuai arahan Dirjen Perikanan Budidaya, ke depan kami akan kembangkan budidaya nemo ini dengan berbasis kawasan yakni dengan menginisiai pembangunan kampung nemo di kota Ambon," tegasnya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…