Ancaman Keamanan Siber Di Indonesia Rugikan Hingga 34, 2 Miilliar Dolar AS

Studi Frost & Sullivan yang diprakarsasi oleh Microsoft mengungkapkan bahwa potensi kerugian ekonomi di Indonesia yang diakibatkan oleh insiden keamanan siber dapat mencapai nilai 34,2 miliar dolar AS. Angka tersebut setara dengan 3,7 persen jumlah total PDB Indonesia yang sebesar 932 miliar dolar AS.

Haris Izmee, Direktur Utama Microsoft Indonesia,  mengatakan, Ketika berbagai perusahaan kini menyambut peluang-peluang yang ditawarkan oleh komputasi awan dan mobile untuk menjalin hubungan dengan pelanggan dan mengoptimalkan operasi perusahaan, mereka menghadapi resiko-resiko baru.

"Perusahaan menghadapi resiko kerugian finansial yang signifikan, dampak buruk pada sisi kepuasan pelanggan, dan penurunan reputasi di pasaran, seperti yang telah terlihat secara jelas pada kasus-kasus serangan tingkat tinggi belakangan ini," kata Haris Izmee  seperti dalam keterangannya.

Selain kerugian finansial, insiden keamanan siber juga mengurangi kemampuan berbagai organisasi di Indonesia untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada diera ekonomi digital saat ini.

Tiga dari lima (61 persen) responden menyatakan bahwa perusahaan mereka telah menunda upaya transformasi digital karena khawatir terhadap risiko-risiko siber.

Namun, transformasi digital akan semakin genting bagi perusahaan dengan diumumkannya rencana kerja 'Making Indonesia 4.0' oleh Presiden Joko Widodo dan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.

Studi yang berjudul 'Understanding the Cybersecurity Threat Landscape in Asia Pacific: Securing the Modern Enterprise in a Digital World' itu melibatkan 1.300 pimpinan bisnis dan TI dari organisasi skala menengah (250-499 pekerja) hingga organisasi skala besar (> dari 500 pekerja).

Studi tersebut menunjukkan hampir setengah dari seluruh organisasi yang disurvei di Indonesia telah mengalami insiden keamanan siber (22 persen) atau tidak yakin bahwa telah mengalaminya karena mereka tidak melakukan penelitian dengan benar atau pemeriksaan pembobolan data (27 persen).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto mengatakan, ancaman siber sama dengan ancaman terorisme.  Menurutnya, ancaman siber tidak mengenal batas negara dan tidak taat pada regulasi negara manapun. ”Dia bisa lintas negara, maka tidak ada single state yang sendirian mampu mengatasi ancaman siber, tidak mungkin, seperti juga terorisme,” kata Wiranto.

Oleh karena itu,  setiap melakukan kunjungan kerja ke negara lain,  Wiranto selalu mengajak semua pihak untuk bersama-sama menangani pengamanan siber. Menurutnya, penanganan keamanan regional dan global memerlukan kerja sama.

Kian Mengkhawatirkan

Sementara itu, pakar keamanan siber, Pratama Persadha, menyebut  ancaman siber sepanjang 2017 sangat memprihatinkan, mulai dari wannacry hingga nopetya yang dampaknya cukup memprihatinkan. Kejahatan siber tahun 2018 pun diprediksi semakin mengancam masyarakat.

“Masyarakat awam juga mulai merasakan ancaman cybercrime bahkan di banyak negara yang pernah menjadi target perang siber, masyarakatnya menjadi pihak paling dirugikan. ATM mati, listrik mati, bahkan gas sebagai penghangat ruangan juga tidak berfungsi," katanya,

Disebutkannya, selain regulasi dan infrastruktur, keamanan dunia siber juga perlu didukung dari sisi pemerintah selaku pemegang kekuasaan. Pembentukan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melalui Perpres No 53 Tahun 2017 merupakan langkah awal pemerintah dalam menyikapi isu strategis ini. "Sayangnya hingga kini BSSN belum resmi disahkan akibat struktur organisasi dan susunan tugas pokok dan fungsi yang belum rampung. Di tengah semakin tingginya ketergantungan manusia akan teknologi informasi, keamanan siber tentu harus menjadi prioritas utama negara, sebelum kerugian yang lebih besar menimpa Indonesia," ujarnya.

Potensi ancaman siber pada 2018 jelas akan bertambah besar jika BSSN masih belum efektif berjalan. Sepanjang 2016, biaya kerugian akibat cybercrime secara global mencapai USD450 miliar. “Angka tersebut bisa terus naik bila para netizen, khususnya di kota besar yang banyak terkait dunia usaha dan pemerintah, masih mempunyai kesadaran siber yang rendah. Kelalaian sederhana bisa berakibat fatal,” kata Pratama mengingatkan.

Berdasarkan survei, tingkat kesadaran siber pengguna internet di Indonesia memang masih tergolong rendah. Pada kasus wannacry, misalnya, masyarakat cenderung abai terhadap imbauan pemerintah untuk melakukan setting pada PC atau laptop bersistem operasi Windows.

BERITA TERKAIT

Bantu UKM Kembangkan Bisnis, Salesforce Luncurkan Pro Suite

  NERACA Jakarta - Salesforce meluncurkan edisi terbaru Pro Suite yang tersedia di market Indonesia. Sebuah solusi yang fleksibel, terukur,…

Menggabungkan Seni dan Teknologi, Ink Lords Kenalkan Desain Kemasan dari Makhluk Mitologi Indonesia

  Menggabungkan Seni dan Teknologi, Ink Lords Ciptakan Desain Kemasan dari Makhluk Mitologi Indonesia NERACA Jakarta - Minat terhadap ‘Creative…

Kolaborasi dengan Timezone - Coocaa Indonesia Bagi THR TV 86 Inch dan Ratusan Juta Rupiah

Coocaa, sebagai brand TV no. 1 di Indonesia berkolaborasi dengan Timezone Indonesia ingin berbagi kebahagiaan serta perasaan dan pengalaman yang…

BERITA LAINNYA DI Teknologi

Bantu UKM Kembangkan Bisnis, Salesforce Luncurkan Pro Suite

  NERACA Jakarta - Salesforce meluncurkan edisi terbaru Pro Suite yang tersedia di market Indonesia. Sebuah solusi yang fleksibel, terukur,…

Menggabungkan Seni dan Teknologi, Ink Lords Kenalkan Desain Kemasan dari Makhluk Mitologi Indonesia

  Menggabungkan Seni dan Teknologi, Ink Lords Ciptakan Desain Kemasan dari Makhluk Mitologi Indonesia NERACA Jakarta - Minat terhadap ‘Creative…

Kolaborasi dengan Timezone - Coocaa Indonesia Bagi THR TV 86 Inch dan Ratusan Juta Rupiah

Coocaa, sebagai brand TV no. 1 di Indonesia berkolaborasi dengan Timezone Indonesia ingin berbagi kebahagiaan serta perasaan dan pengalaman yang…