Janji Reformasi Perpajakan?

Di tengah kondisi ekonomi negara yang memprihatinkan saat ini, pemerintah tampaknya belum serius mendorong revisi Undang-Undang (UU) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh), yang merupakan “janji” reformasi perpajakan dari 2 tahun lalu. Pasalnya, dunia pengusaha dan kalangan bankir merasakan kebijakan perpajakan sekarang lebih menakutkan, ketimbang kebijakan pemerintah lainnya.

Meski kita optimis pemerintah saat ini sibuk merampungkan draf kedua kebijakan perpajakan tersebut, yang masih dalam tahap finalisasi di internal pemerintah. Pengusaha menilai keseriusan pemerintah masih belum sejalan dengan apa yang diharapkan dunia usaha.

Pemerintah masih menggodok draf RUU PPN dan PPh di Badan Kebijakan Fiskal (BKF), melakukan konsultasi publik untuk mendapatkan input, kemudian memperbaikinya. Masih banyak tahapan yang harus dilalui sebelum bisa dibahas bersama dengan DPR. Pemerintah masih terus mengkaji lagi berbagai cost and benefit terutama untuk mengantisipasi situasi global yang berubah cepat.

Sejumlah revisi yang sedang disiapkan di antaranya aturan mengenai tarif PPh yang akan disesuaikan dengan kondisi saat ini. Pemerintah sempat mengkaji penurunan tarif PPh badan yang bakal diakomodasi dengan revisi UU PPh. Pemerintah juga mengkaji kebijakan exemption tax pada beberapa barang kena PPN.

Selain kedua UU tersebut, pemerintah dan DPR akan melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang telah tertunda lama karena berbagai alasan. Pembahasan RUU KUP sudah dalam tahapan penyusunan daftar inventarisasi masalah (DIM) untuk diajukan pemerintah dan dibahas bersama DPR. Pembahasan RUU KUP akan menjadi prioritas pemerintah dengan DPR seusai persetujuan RUU penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Pemerintah bersama DPR saat ini sedang fokus untuk menyelesaikan pembahasan RUU PNBP yang juga sudah dilakukan sejak lama.

Sejumlah pengamat perpajakan menilai, UU KUP merupakan hukum formal yang berisi ketentuan umum dan tata cara. Di dalam UU tersebut juga tercermin visi, prinsip, asas, dan arah kebijakan dan sistem perpajakan. UU KUP dapat disebut sebagai fondasi dan pilar penyangga. Karena bagaimanapun, reformasi perpajakan yang komprehensif harus dimulai dari RUU KUP. Draf RUU KUP yang diajukan pemerintah pada awal 2015 dinilai sebagian belum selaras dengan visi reformasi perpajakan pasca-amnesti, terutama keseimbangan hak dan kewajiban fiskus dan wajib pajak, penyederhanaan administrasi, penegakan hukum, dan penguatan kelembagaan.

Revisi UU PPh dan PPN yang drafnya sedang difinalisasi pemerintah memang sangat ditunggu saat ini. Pasalnya, UU tersebut dapat diselaraskan dengan dinamika masyarakat dan dapat menjawab tantangan zaman. Hal tersebut merupakan poin krusial seiring dinamika ekonomi global terus berubah cepat, mulai dari kebijakan hingga kehadiran digitalisasi ekonomi. Untuk menjawab dinamika tersebut, diperlukan pengaturan pajak untuk pelaku usaha e-commerce dan penetapan tarif PPh baru.

Di tingkat global, kebijakan pemerintahan Amerika Serikat saja menurunkan PPh badan dari semula 35% menjadi 21% memberi pengaruh pada kinerja perusahaan di negeri Paman Sam itu. Dengan reformasi perpajakan, pemerintahan AS berharap perekonomian negara itu dapat bergerak lebih cepat. Apa yang sudah dilakukan AS dengan reformasi perpajakannya itu perlu dicermati dan bisa menjadi tolok ukur (benchmark) dalam pembahasan revisi UU PPh agar Indonesia tidak tertinggal.

Nah, perlunya revisi sejumlah pasal dalam UU PPh diharapkan dapat sejalan dengan paradigma dan tren perpajakan global, yang mengedepankan kesetaraan hak, transparansi, dan moderasi tarif pajak. Penyesuaian tarif PPh perlu dilakukan agar lebih kompetitif, tetapi tetap menjaga kontinuitas penerimaan. Progresivitas tarif PPh orang pribadi diperbaiki dengan pelebaran tax bracket (besaran lapisan penghasilan), dan menambah lapisan penghasilan baru agar lebih mencerminkan keadilan bagi kelas menengah.

Selain itu, perlu juga ada formulasi tax allowance yang lebih baik, termasuk perumusan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang mengakomodasi gender, kaum difabel, dan pekerja nonproduktif. Perlu juga dikaji perluasan objek pajak agar menambah basis pajak, misalnya warisan di atas jumlah tertentu. Juga perlu pengaturan yang lebih jelas mengenai biaya-biaya yang diperbolehkan, harmonisasi dengan sistem perpajakan internasional, penguatan anti penghindaran pajak. Semoga!

BERITA TERKAIT

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…