DPR Percepat RUU Pengawasan Obat dan Makanan

DPR Percepat RUU Pengawasan Obat dan Makanan

NERACA

Yogyakarta - Komisi IX DPR RI akan mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengawasan Obat dan Makanan untuk memperkuat kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

"Kami targetkan bisa rampung secepatnya karena sudah masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2018," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Daulay saat memimpin kunjungan kerja Komisi IX DPR RI di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DIY, Jumat (25/5).

Menurut Saleh, tanpa adanya payung hukum yang tegas mengenai Pengawasan Obat dan Makanan, kewenangan BPOM masih tumpang tindih dengan instansi lainnya. Selain itu, kewenangan penindakan yang dimiliki badan tersebut juga masih lemah.

Saleh mencontohkan dalam pengawasan obat, selama ini BPOM masih harus berkoordinasi dan lapor terlebih dahulu dulu dengan Kementerian Kesehatan. Pembagian tugas penanganan obat atau kosmetika yang mengandung bahan berbahaya juga belum jelas antara BPOM dengan Kemenkes."Nah dengan UU Pengawasan Obat dan Makanan BPOM akan memiliki otoritas sendiri secara independen. Selama ini mereka terhambat karena harus koordinasi dulu, lapor dulu," ujar dia.

Selain itu, melalui RUU Pengawasan Obat dan Makanan juga memungkinkan personel pengawas dari BPOM tidak hanya terbatas sampai level provinsi seperti saat ini, namun bisa menjangkaui hingga level kabupaten."Tentu dengan keterbatasan aparaturnya tidak bisa sampai ke daerah-daerah yang memerlukan pengawasan," kata dia.

Oleh sebab itu, melalui kunjungan kerja ke BBPOM DIY tersebut, Rombongan Komisi IX DPR RI yang berjumlah tujuh orang bermaksud meminta masukan dan saran sebelum RUU Pengawasan Obat dan Makanan itu disahkan.

Sementara itu, Kepala BBPOM DIY Sandra MP Linthin mendukung sepenuhnya percepatan pembahasan RUU Pengawasan Obat dan Makanan. Sandra mengakui selama ini masih ada tumpang tindih kewenangan dalam penanganan obat dan kosmetik dengan instansi terkait yakni dinas kesehatan setempat.

Menurut dia, jika dalam UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 sudah ada pembagian tugas yang jelas di mana untuk pengawasan pangan yang segar masuk kewenangan badan ketahanan pangan serta dinas pertanian dan pangan olahan masuk kewenangan BPOM. Namun untuk kosmetik dan obat belum ada peraturan yang jelas mengenai pembagian tugas masing-masing instansi."Pembagian tugas belum jelas siapa mengerjakan apa. Itu mungkin nanti yang perlu diperkuat dalam UU Pengawasan Obat dan Makanan," kata Sandra.

Lalu mengenai pengawasan bahan makanan di Yogyakarta, Sandra menyebutkan ada tren penurunan penggunaan bahan-bahan berbahaya pada jajanan takjil yang dijual di Pasar Ramadhan di sejumlah lokasi di Yogyakarta."Untuk tingkat kedaluwarsa hingga penggunaan bahan berbahaya, kami melihat Ramadhan tahun ini ada tren penurunan," kata dia.

Menurut Sandra, selama sepekan sejak awal Ramadhan, BBPOM DIY telah melakukan pengawasan ke berbagai sarana distribusi mulai dari distributor, pasar modern, hingga pasar tradisional termasuk pasar-pasar sore Ramadhan.

Untuk Pasar Ramadhan, dari seluruh sampel takjil yang diperiksa baik dari sisi izin edar hingga kandungan bahan berbahayanya seperti kandungan rodhamin B dan lainnya, menurut dia, seluruhnya dinyatakan memenuhi syarat setelah diuji melalui laboratorium keliling milik BBPOM DIY."Contohnya dari 31 sampel yang kami ambil kemarin dari Jalur Gazza (Salah satu Pasar Ramadhan di Yogyakarta) seluruhnya memenuhi syarat dari aspek kandungan bahan berbahayanya," kata dia. Ant

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…