Melihat Kampung Arab di Tepian Sungai Musi

Selembar spanduk bertuliskan 'Khusus hari Jumat tidak menerima kunjungan' menyambut saya ketika menginjakkan kaki di Kampung Arab Al-Munawwar, Palembang, Provinsi Sulawesi Selatan. Spanduk tersebut berisi imbauan batas waktu berkunjung di Kampung Arab Al-Munawwar. Selebihnya kunjungan bisa dilakukan pada hari Senin sampai Kamis sejak pukul 08.30 sampai 17.00.

Kebetulan saya berkunjung pada Jumat. Sempat ada perasaan khawatir ditolak masuk karena saya berkunjung tepat hari Jumat. Beruntung saya datang bersama rombongan Kementerian Olahraga yang sekaligus meninjau persiapan Asian Games 2018, sehingga pengelola Kampung Arab Al-Munawwar masih bersedia menerima tamu.

"Tapi khusus hari ini, karena ada kunjungan Asian Games dibolehkan masuk," kata lelaki bertubuh kurus dengan hidung mancungnya mempersilakan rombongan kami masuk melewati gerbang. Belakangan saya tahu, namanya adalah Ali Zainal Abidin Assegaf Hulubalang dikutip dari CNN Indonesia.

Usai memasukki gerbang besi berwarna hitam, spanduk bertuliskan 'Kawasan Wajib Menutup Aurat' gantian menyambut saya. Ali lanjut mengatakan, pengunjung perempuan memang diharuskan menggunakan pakaian yang sopan, tidak diperbolehkan menggunakan celana pendek atau baju yang memperlihatkan aurat.

Lokasi Kampung Arab Al-Munawwar berada tepat di tepian Sungai Musi, tepatnya di 13 Ulu Palembang. Tak sekadar kampung yang dihuni masyarakat keturunan Arab, tapi ada cerita lain dibalik Kampung Arab Al-Munawwar.

Sekitar 100 meter berjalan masuk, pengunjung akan disuguhi rumah-rumah yang disebut Ali berusia mencapai 300 tahun. Rumah-rumah tersebut merupakan peninggalan para leluhur saudagar asal Yaman yang datang ke Palembang melalui Sungai Musi sebagai pintu masuknya.

Adalah Habib Abdurrahman Al-Munawwar, saudagar dari Yaman yang memulai sejarah kampung Arab ini. Kedatangannya sekitar 350 tahun lalu penuh perjuangan. Ia sempat dibombardir serangan selama lima hari lima malam karena dianggap sebagai penyusup.

Habib Abdurrahman Al-Munawwar datang ke Palembang dengan maksud berdagang rempah-rempah. Kerajaan Sriwijaya lalu menukarnya dengan sayur-mayur yang melimpah di tanah Palembang. Proses jual beli dirasa menguntungkan, alhasil Habib Abdurrahman diangkat menjadi penasihat agama Kerajaan Sriwijaya.

Di Kampung Arab Al-Munawwar, ada delapan bangunan rumah yang menjadi peninggalan para leluhur pendatang dari Arab. Ali menyebut usianya sudah mencapai 350 tahun dan kebanyakan menggunakan kayu sebagai bahan utama dengan model rumah panggung karena berada di atas tepian sungai.

Kedelapan rumah peninggalan Habib Abdurahman Al-Munawwar itu sudah resmi menjadi Cagar Warisan Budaya yang disahkan 1,5 tahun lalu oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Hanya satu bangunan rumah yang dibuat dari batu, sehingga namanya disebut Rumah Batu yang usianya diperkirakan sudah mencapai 250 sampai 300 tahun.

Ada juga yang namanya Rumah Kaca, bangunan yang dibangun pada akhir abad ke-18 Masehi ini berbentuk rumah gudang pada arsitektur tradisional Palembang. Bentuknya persegi panjang dengan lemen kaca menjadi penghias di atas jendela-jendela dan pintu-pintunya.

Tangga tergeletak di samping rumah, sehingga bagian muka menyerupai bentuk balkon dengan atapnya berbentuk perisai silang. Namun, bagian depan dan bentuk atap Rumah Kaca ini menyerupai rumah-rumah Indies kediaman bangsa Eropa yang berbahan bata. Di sekitar rumah-rumah itu, hilir mudik anak kecil asik main dengan sepedanya tanpa menghiraukan kehadiran pengunjung, seolah mereka sudah terbiasa dengan orang asing di kampung mereka.

Total ada 64 kepala keluarga yang tercatat menguhi Kampung Arab Al-Munawwar saat ini. Berjalan lebih ke belakang, ada kapal seperti tongkang yang berjalan di atas Sungai Musi yang warnanya kini sudah cokelat pekat.

Dari atas kayu di depan rumah yang lokasinya tepat di pinggiran sungai, kata Ali, biasanya pengunjung menghabiskan waktu untuk sekadar minum kopi cap sendok yang menjadi khas atau makan makanan khas Arab seperti Nasi Kebuli atau Biryani. Hanya keturunan Habib Abdurahman Al-Munawwar yang boleh tinggal di kampung ini.

Ali merupakan generasi kedelapan dari Habib Abdurahman Al-Munawwar. Ia menikahi gadis lokal Palembang untuk meneruskan keturunannya. "Yang laki-laki boleh menikah dengan orang luar [non-Arab] karena yang pegang garis keturunan dan marganya itu yang laki-laki. Kalau perempuan harus nikah sama keturunan Arab, supaya garis keturunannya tidak hilang. Boleh Arab mana saja, yang penting keturunannya tidak hilang," kata Ali.

 

BERITA TERKAIT

Liburan ke Jepang Makin Ramai, Howliday Travel Tawarkan Private Trip Eksklusif

  Liburan ke Jepang Makin Ramai, Howliday Tracel Tawarkan Private Trip Eksklusif NERACA  Jakarta - Organisasi Pariwisata Jepang (JNTO) telah…

The Apurva Kempinski Bali Luncurkan Program Powerful Indonesia : Bhinneka Tunggal Ika

  The Apurva Kempinski Bali Luncurkan Program Powerful Indonesia : Bhinneka Tunggal Ika NERACA Jakarta - The Apurva Kempinski Bali…

Hadir di 4 Wilayah, The Pokemon Company Umumkan Proyek Pikachu's Indonesia Journey

  Hadir di 4 Wilayah, The Pokemon Company Umumkan Proyek Pikachu's Indonesia Journey NERACA Jakarta - The Pokémon Company, perusahaan…

BERITA LAINNYA DI Wisata Indonesia

Liburan ke Jepang Makin Ramai, Howliday Travel Tawarkan Private Trip Eksklusif

  Liburan ke Jepang Makin Ramai, Howliday Tracel Tawarkan Private Trip Eksklusif NERACA  Jakarta - Organisasi Pariwisata Jepang (JNTO) telah…

The Apurva Kempinski Bali Luncurkan Program Powerful Indonesia : Bhinneka Tunggal Ika

  The Apurva Kempinski Bali Luncurkan Program Powerful Indonesia : Bhinneka Tunggal Ika NERACA Jakarta - The Apurva Kempinski Bali…

Hadir di 4 Wilayah, The Pokemon Company Umumkan Proyek Pikachu's Indonesia Journey

  Hadir di 4 Wilayah, The Pokemon Company Umumkan Proyek Pikachu's Indonesia Journey NERACA Jakarta - The Pokémon Company, perusahaan…