Belum Ada "Sense of Crisis"

Pengalaman krisis multidimensi 1997-98 merupakan pelajaran pahit bagi Indonesia. Krisis keuangan dengan mudah menular, menyeberang ke berbagai negara hanya dalam sekejap. Bahkan dampak buruknya semakin menguat pada perekonomian negara yang terdampak krisis tersebut.

Salah satu pemicu utama munculnya krisis keuangan adalah lemahnya kebijakan untuk menangkal krisis tersebut. Krisis finansial global menunjukkan kepada kita, bahwa lemahnya regulasi di sektor industri keuangan dapat memberikan pukulan besar terhadap perekonomian. Meski perekonomian global dalam kondisi yang positif, namun setiap negara harus mewaspadai terjadinya krisis keuangan. Jangan sampai krisis keuangan seperti tahun 1997-1998 terulang kembali.

Indonesia memang saat ini telah memiliki UU No 9/2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Dalam UU PPKSK disebutkan bahwa penanganan masalah perbankan tidak menggunakan pendanaan anggaran negara, atau dengan kata lain individu atau industri perbankan harus mampu mengatasi krisis.

Untuk di level perbankan, penguatan dilakukan melalui penguatan bantalan permodalan serta likuiditas, khususnya untuk bank yang masuk kategori sistemik. Sedangkan di level industri, penguatan dilakukan dengan program penjaminan simpanan yang diatur dalam UU LPS dan melalui pendanaan untuk penanganan krisis perbankan.

Jelas, kondisi perekonomian Indonesia saat ini jangan dianggap enteng. Apalagi belakangan ini kurs rupiah sudah menyentuh di kisaran Rp14.100, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah terkoreksi lebih dari 1000 poin dan kini mulai naik merangkak lagi ke level 6.000.

Belum lagi harga minyak dunia sudah melonjak hingga US$80 per barel, tentu saja hal ini berdampak pada APBN 2018. Pemerintah menetapkan asumsi harga minyak dunia di level US$48 per barel, tentu akan terjadi selisih kurs akibat kenaikan harga minyak dunia tersebut, mengingat lebih dari 800.000 barel minyak mentah harus diimpor Indonesia.

Harga minyak melonjak dikombinasi dengan nilai tukar rupiah yang tembus Rp14.100 per dolar, maka dapat dipastikan biaya untuk mendapatkan 800.000 barel per hari akan lebih mahal dari periode sebelumnya.

Belum lagi cadangan devisa kita sudah terkuras US$7,5 miliar atau setara Rp106,50 triliun untuk mempertahankan rupiah yang kini terdepresiasi cukup dalam. Belum lagi kondisi hengkangnya investor asing di pasar modal domestik yang berdampak hot money keluar (capital outflow) sekitar Rp41 triliun sejak Januari 2018.

Namun, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menegaskan kondisi Indonesia saat ini sudah sangat jauh berbeda dibanding 20 tahun yang lalu di mana saat itu BI sebagai pengelola stabilitas keuangan belum menjadi institusi yang independen.

Belakangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mendata sedikitnya ada 15 bank bermasalah berdampak sistemik, jumlah itu naik dari periode sebelumnya hanya 11 bank. Artinya, sejak dua tahun proses restrukturisasi perbankan berjalan, dari 110 bank kini tinggal 15 bank berdampak sistemik.

Melihat kondisi ekonomi Indonesia yang sedang memprihatinkan tersebut, Kemenkeu pada prinsipnya menyelesaikan jalan keluar dengan cara menarik pinjaman dari luar maupun dalam negeri. Berbeda dengan pemerintah Malaysia yang berani memotong gaji para menterinya sebesar 10% untuk membantu keuangan negeri jiran itu sedang kesulitan.

Sebaliknya pemerintah Indonesia terkesan royal memberikan THR dan gaji ke-13 bagi PNS/TNI/Polri termasuk para pensiunannya. Artinya, anggaran negara yang akan dialokasikan untuk membiayai THR aparatur negara tahun ini lebih besar hingga mencapai Rp35,76 triliun, meningkat 68,9% dibanding 2017. Bukankah negara seharusnya melakukan efisiensi demi APBN yang sehat?

 

BERITA TERKAIT

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…