Membendung China di Pasifik dan Laut China Selatan

 

Oleh: Gigin Praginanto, Pemerhati Kebijakan Publik

Seperti di Indonesia, China juga jorjoran dalam menggelontorkan utang ke negara-negara di Samudera Pasifik. Demikian besarnya dana yang digelontorkan China sehingga muncul kegalauan bahwa para penerimanya tak akan mampu membayar utang. Lalu, sebagai kompensasi,  China minta berbagai macam kompensasi, termasuk pembangunan fasilitas atau izin khusus untuk kepentingan militernya.

Itulah yang membuat Jepang dan Australia makin serius membendung meluasnya  pengaruh China di Pasifik. Pada 19 Mei lalu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menggelar pertemuan puncak dengan para pemimpin negara-negara di kepulauan Pasifik. Agenda utamanya adalah  meluasnya pengaruh China di kawasan Pasifik.

Sementara itu  Australia, yang merupakan negara terbesar di Pasifik, dalam anggaran belanjanya tahun ini, mengalokasikan 1,3 miliar dollar, yang merupakan rekor tertinggi untuk dana bantuan bagi para tetangganya. Dana ini termasuk untuk membangun jaringan kabel telekomunikasi bawah laut yang menghubungkan Australia dengan Papua Nugini dan Kepulauan Solomon.

Secara resmi, dana yang digelontorkan China ke negara-negara di samudera Pasifik selama 2006 sampai 2016 adalah 1,7 miliar dollar. Jumlah ini hanya sekitar seprempat dari dana yang digelontorkan oleh negara negara Barat. Hanya saja, tak jelas berapa banyak dana tak resmi yang dialirkan ke kocek pribadi para petinggi lokal.

Dana tak resmi adalah santapan lezat bagi para pejabat dan politisi korup. Alirannya  bisa membuat mereka kasmaran pada China. Maka, di negara dengan tingkat korupsi tinggi seperti Indonesia, China bisa tumbuh cepat sebagai pemain utama pembangunan infrastruktur.

Tak kalah penting adalah fungsi ganda investasi China. Di bidang perikanan misalnya, kapal-kapal ikan China yang kini mondar-mandir di Pasifik tak cuma membawa pulang ikan tapi juga informasi intelijen. Inilah mengapa AS, Australia, Selandia Baru, Jepang, dan Kanada sepakat untuk meningkatkan pengawasan terhadap gera-gerik semua kapal China.

Salah satu perhatian utama mereka adalah pembangunan Pacific Marine Industrial Zone di Papua Nugini yang bernilai 74 juta dollar AS. Kawasan ini berkapasitas 10 pabrik pengalengan ikan, dan mempekerjakan 25 ribu orang. Sesuai isi kontrak dengan pemerintah Papua Nugini, seluruh proyek ini dikerjakan sepenuhnya oleh perusahaan China.

Kontrak semacam itu dicurigai sebagai bagian dari strategi geopolitik China, yang direalisasikan melalui One Belt and Road Initiative, dimana di dalamnya terdapat Maritime Silk Road. Kecurigaan ini juga di tujukan kepada proyek perikanan seperti di atas. Alasannya, ada kemungkinan China secara diam-diam mendesain pelabuhannya untuk melayani angkatan lautnya.

Bila kini negara-negara di Samudera Pasifik memperoleh perhatian lebih serius ini karena mereka bertetangga langsung dengan Laut China Selatan. China tak hanya mengklaim lautan ini sebagai miliknya tapi juga melakukan reklamasi secara besar-besaran di sejumlah pulau untuk membangun pangkalan militer.

Paling serius adalah reklamasi di kepulauan Spratly, dimana berbagai fasilitas militer China telah siap pakai. China tak perduli bahwa kepulauan ini berstatus sengketa karena juga diklaim sebagai milik Filipina, Malaysia, Brunei, dan Vietnam. Bahkan AS sudah memperingatkan bahwa bentrok fisik bisa terjadi bila China tetap ngotot menjadikan kepulauan tersebut pangkalan militer untuk memberangus kebebasan berlayar di Laut China Selatan.

Bukannya gentar, China bahkan merespon peringatan tersebut dengan unjuk kekuatan.  Pada 11 Mei lalu China menggelar latihan perang di kawasan Spratly. Sejumlah pesawat tempur, kapal selam, dan  kapal perang dilibatkan dalam latihan yang bertujuan mengukur kamampuan militernya mengamankan Spratly.

Menguasai Laut China Selatan, bagi China, adalah keharusan. Lautan ini tak hanya kaya sumber energi tapi juga merupakan salah satu jalur pelayaran paling strategis di dunia ini. Nilai perdagangan yang melintas jalur pelayaran ini mencapai lebih dari 5 triliun dollar AS per tahun.

Rasa percaya diri China belakangan ini memang meningkat karena pertumbuhan kekuatan militernya baik dari sisi kuantitafif maupun kualitatif. Tahun ini, China menimgkatkan anggaran belanjanya sebesar 8,1% menjadi 174,5 miliar dollar AS. Angka ini membuat China tetap berada di peringkat kedua setelah AS  yang menganggarkan 700 miliar dollar AS untuk militernya tahun

Jepang, Taiwan, dan Vietnam telah mengungkapkan kekuatiran bahwa militer China akan makin agresif dan membahayakan di masa mendatang. Penyebabnya, di mata mereka, adalah kesenjangan anggaran militer yang kian lebar antara China dengan para tetangganya. Selain itu, China juga memiliki kemampuan yang terus meningkat secara signifikan dalam pengembangan teknologi militer.

Indonesia yang berada di bibir Laut China Selatan dan Samudera Pasifik tentu paham betul pada hal tersebut. Tampaknya, ketimbang memasang muka galak, Indonesia memilih tersenyum manis untuk melanggengkan bulan madu Jakarta-Beijing yang kian manis. Gelontoran duit dari China jauh lebih penting. Soal China minta macam-macam di kemudian hari, itu urusan belakang.

Bisa jadi, diam-diam China berharap memperoleh izin untuk membangun pangkalan militer di Indonesia. Ingat, tahun lalu China mulai mengoperasikan pangkalan angkatan lautnya di sebuah negara Afrika, Djibouti. Ini adalah pangkalan pertama China di luar negeri, dan yang lain mungkin akan menyusul.

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…