Darmin Tampik Ekonomi Indonesia "Lampu Kuning"

 

NERACA

 

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai kondisi ekonomi Indonesia saat ini belum 'lampu kuning' alias harus berhati-hati terhadap datangnya krisis. “Kalau ngomong lampu kuning agak berlebihan. Jangan karena kurs bergerak, kemudian disebut sudah mau krisis,” ujar Darmin di Jakarta, Kamis (24/5).

Menurut Darmin, krisis ekonomi itu terjadi apabila sektor riil domestiknya goyang dan berdampak terhadap sektor moneter. Namun, ia sependapat apabila kondisi ekonomi saat ini harus terus dipantau dan menjadi perhatian serius pemerintah. "Belumlah. Tapi memang situasinya harus diperhatikan, tetap dimonitor. Kalau itu saya sepakat," kata Darmin.

Sejak awal tahun hingga kini Rupiah terus mengalami pelemahan hingga hampir menyentuh level Rp14.200 per dolar AS. Berdasarkan data BI, Rupiah sudah melemah 4,53 persen hingga 21 Mei 2018 (year to date/ytd) dan kini berada di kisaran Rp14.100 per dolar AS, yang merupakan level terlemah rupiah sejak 2015.

Bank Indonesia sendiri akhirnya memutuskan menaikkan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen pada Rapat Dewan Gubernur, 16-17 Mei 2018 lalu. Langkah kenaikan yang pertama kali dalam beberapa periode tersebut dimaksudkan untuk meredam dampak ketidakpastian ekonomi global yang telah menggerus nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir. Sejumlah ekonom meyakini bank sentral akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin lagi.

Dalam kesempatan sebelumnya, Ekonom sekaligus Direktur Center of Reform on Economics (Core) Muhammad Faisal mengatakan sudah lampu kuning. Masih jauh memang jika disamakan dengan kondisi ekonomi RI saat krisis moneter (krismon) pada 1998. "Kalau bicara secara makro sebetulnya kalau dikatakan sebagai krisis ini belum. (Tapi) sudah lampu kuning," tuturnya, seperti dikutip Detik.com.

Gejolak ekonomi RI mulai terasa di tahun lalu, masyarakat terasa mengerem konsumsinya. Pemerintah boleh saja saat itu menampik bahwa daya beli masyarakat baik-baik saja, tapi buktinya banyak perusahaan ritel yang mengurangi jumlah gerainya bahkan ada yang guling tikar.

Buktinya kembali diperkuat ketika Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa tingkat konsumsi rumah tangga Indonesia pada 2017 di level 4,95%. Angka itu melambat jika dibandingkan dengan tahun 2016 yang tumbuh 5,01%. "Apakah itu lantas kemudian dikatakan kontraksi? Tidak sebenarnya, karena masih tumbuh tidak minus," tuturnya.

1998 dan 2018

Ada beberapa pihak yang mengaitkan krisis 1998 dengan 2018. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini jika krisis 20 tahun lalu tidak akan terjadi pada tahun 2018. Oleh karenanya masyarakat tidak perlu khawatir akan ada krisis lagi yang terjadi setiap sepuluh tahun sejak 1998 atau yang biasa disebut siklus krisis ekonomi 10 tahunan.

Karena menurutnya, ada banyak perbedaan perekonomian yang terjadi antara tahun 1998 dengan tahun 2018 ini. Perbedaan yang paling mendasar adalah ada pada instansi atau lembaga keuangan negara. Menurutnya, pada tahun 1998 lalu, pemerintah tidak memiliki Bank Indonesia (BI) yang independen. Sedangkan pada tahun 2018 pemerintah memiliki BI sekaligus Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang independen untuk mengawasi sektor keuangan di Indonesia.

“Berbeda sama sekali. Pertama, dari sisi peraturan perundang-undangan di mana 20 tahun lalu sebelum krisis BI tidak independen. Kita tidak memiliki apa yang disebut institusi pengawas sektor keuangan yang independen," ujarnya. Lalu perbedaan kedua adalah ada pada cara pemerintah dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun ini, pemerintah mengumumkan defisit anggaran secara transparan.

 

 

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…